Meski Memiliki Empat Istri, Saleh Tetap Makan di Warung

memiliki empat istri
Ilustrasi.

Komparatif.ID—Memiliki empat istri, atau setidaknya lebih dari satu, merupakan impian terselubung para pria di dunia. Makanya praktik poligini—pria memiliki istri lebih satu pada saat bersamaan—seringkali dilakukan diam-diam.

Dalam beberapa penelitian, ditemukan fakta bahwa pria yang menikah lebih dari satu, seringkali menyembunyikan rencana pernikahannya kepada istri pertama.

Dalam banyak joke yang disampaikan di tempat tongkrongan kaum pria dewasa, poligini—yang sering disebut poligami—dibahas secara santai. Nyaris tidak ada pria dewasa yang tidak sepakat untuk mendukung poligini. Akan tetapi kesepakatan tersebut tidak boleh diketahui oleh istri mereka di rumah.

Para pejabat yang seringkali berpidato tentang nasionalisme secara berapi-api di atas panggung, juga tidak memiliki mental melakukan poligini secara terbuka. Mereka seringkali menikah untuk kedua kali secara diam-diam. Sebagian lain, tidak bersedia mengambil “risiko”, lebih memilih memelihara simpanan –yang kini tren disebut ani-ani, ketimbang menikah, meskipun siri.

Baca: Poliandri di Tibet, 1 Istri Banyak Suami

Akan tetapi ada satu kisah menarik, tentang pria biasa saja, yang berani menikahi empat perempuan dalam satu masa. Pria itu bukan pejabat, bukan politisi, bukan tentara, bukan polisi, bukan wartawan, bukan PNS, bukan ustad.

Dia adalah lelaki dari akar rumput. Dari kelas ekonomi paling bawah, dengan pendapatan tidak menentu.
Sebut saja namanya Saleh. Usianya sekarang sekitar 55 tahun. Pekerjaan sehari mocok-mocok, yaitu tidak menentu. Pendapatannya juga tidak stabil. Bahkan sering tidak punya uang yang cukup. Dia tinggal di salah satu desa di Bireuen.

Setelah sekian tahun menikah untuk pertama kali, akhirnya Saleh merasa kurang dalam pernikahannya. Dia menyampaikan kepada istrinya untuk menikah lagi. Istri pertama tidak keberatan. Lebih tepatnya dia tidak memiliki argumen yang kuat untuk mencegah sang suami menikah lagi.

Setelah memiliki dua istri, ternyata Saleh masih merasa kurang. Dua istrinya tidak mampu mengimbanginya. Dia pun memberitahu akan menikah lagi. Kedua istrinya tidak keberatan. Setelah memiliki tiga istri, lagi-lagi Saleh belum merasa cukup. Dia pun memutuskan menambah satu lagi. Ketiga istrinya tidak keberatan.

Akhirnya Saleh memiliki empat istri. Dia sangat gembira. Apalagi jarak rumah masing-masing istri masih dapat dijangkau menggunakan motor bebek miliknya.

Meski memiliki empat istri, Saleh tidak menderita secara ekonomi. Perempuan-perempuan itu cukup mandiri. Ada atau tidak ada suami, menikah atau tidak menikah, mereka telah terlatih mencari uang sendirian. Mereka bekerja sebagai buruh tani.

Empat perempuan yang dinikahi oleh Saleh jarang meminta uang. Tapi sebagai suami, Saleh tetap berusaha memenuhi kewajibannya memberikan nafkah. Dia pun bekerja lebih gigih. Setelah bekerja sebagai tenaga upahan dari pagi hingga sore, dia melanjutkan kerja sebagai pengumpul sayur-mayur, yang kemudian dijual ke pusat pasar di ibukota kabupaten.

Pukul empat pagi dia sudah memacu laju motornya, menembus gelap, menuju pusat pasar. Pukul 08.00 WIB, dia sudah berada di salah satu rumah istrinya. Sarapan alakadar, dan kemudian berangkat kerja sebagai buruh tani.

Sebagai suami, Saleh sudah mencoba berbuat adil seadil-adilnya menurut kapasitas dirinya. Ia secara rutin pulang ke kediaman empat istrinya. Hanya saja, karena bekerja pada sektor informal, jadwalnya serba tak pasti.

Di awal tidak menjadi persoalan. Apalagi memiliki empat istri merupakan salah satu nikmat tiada tara. Keempat istrinya berlomba-lomba meraih perhatian Saleh. Di setiap rumah, mereka selalu ready menunggu Saleh yang bisa pulang kapan saja.

Akan tetapi akhirnya dia seperti dibola-bolai oleh keempat istrinya. Meski telah memiliki empat istri, Saleh harus sering makan di warung. Mengapa? Karena setiap pulang ke rumah salah satu istrinya, seringkali dia tidak mendapatkan jatah makanan.

Istri yang ia kunjungi mengatakan tidak memasak, karena mengira Saleh pulang ke tempat istri yang lain. Peristiwa demikian terus berulang, yang membuat Saleh pusing tujuh keliling.

Akhirnya, setelah dua tahun memiliki empat istri, Saleh membuat keputusan. Dia ceraikan tiga istri, dan memilih mempertahankan perkawinannya yang pertama kali. Kini ia bisa makan di rumah kapanpun dia mau.

“Banyak istri seperti tak ada istri. Akhirnya aku ceraikan tiga istri, dan jatah makanku kini tersedia setiap waktu,” katanya.

Artikel SebelumnyaZulfadhli: 2 Dekade Damai Aceh, Serambi Mekkah Semakin Baik
Artikel SelanjutnyaSiswi SLBN Pembina Aceh Juara 1 LKS Diksus Tingkat Nasional
Redaksi
Komparatif.ID adalah situs berita yang menyajikan konten berkualitas sebagai inspirasi bagi kaum milenial Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here