Membumikan Ide Pengembangan Hutan Wakaf

Membumikan Ide Pengembangan Hutan Wakaf
Razuardi Ibrahim (kanan) saat menjadi Pemateri Bijak pada diskusi tentang hutan wakaf di salah satu kafe di Banda Aceh, Sabtu (18/1/2025). Foto: Komparatif.ID/Muhajir Juli.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Topik tentang perluasan wacana pengembangan hutan wakaf dihadirkan dalam pertemuan mingguan Majelis Peradaban Hutan Wakaf, Sabtu (18/1/2025). Ir. Razuardi Ibrahim ditodong peserta memperluas menggemakan konsep hutan wakaf di Kabupaten Bireuen.

Hadir sebagai pemateri, yang diberi lakap Narasumber Bijak oleh penyelenggara, Razuardi Ibrahim yang pada pilkada 2024 dipilih rakyat sebagai Wakil Bupati Bireuen, dipersilakan menjadi pemateri kunci.

Mantan birokrat, seniman, pegiat kompromis lingkungan hidup, dan motivator keliling tersebut mengatakan lahirnya ide hutan wakaf yang saat ini sudah memiliki luas lahan 4,7 hektare di Jantho Lama dan Data Cut, Aceh Besar, berawal dari ketidaksetujuan peralihan kawasan hutan menjadi kebun.

Razuardi Ibrahim mengatakan, gerakan hutan wakaf dimulai pada tahun 2012. Mereka mengumpulkan uang secara gotong royong untuk membeli tanah seluas 1 hektare di Jantho Lama, Aceh Besar. 

“Konsep hutan wakaf, salah satunya setelah dibeli tidak dapat lagi dijual. Tidak dapat lagi dialihfungsikan, karena kepemilikan bersama banyak orang. Hutan wakaf dibangun untuk menghadirkan kembali hutan di lokasi yang telah berubah menjadi kebun,” kata Razuardi Ibrahim.

Baca juga: Pidie Gagas Pembentukan Taman Hutan Raya PEDIR

Menurut Qudus Husen, salah seorang peminat kajian sosial dan pembangunan, di Hutan Wakaf Jantho dan Data Cut secara berangsur-angsur telah kembali berfungsi sebagai hutan. Burung dari berbagai jenis telah menghuni kawasan itu. Demikian juga monyet, ayam hutan, dan lain-lain. Juga ditemukan jejak tapak harimau.

Hasil lainnya yaitu telah mulai dapat dipanen madu dari kawasan Hutan Wakaf Jantho. 

Dalam diskusi tersebut disebutkan bahwa Hutan Wakaf Jantho merupakan salah satu inisiatif baik dari berbagai elemen masyarakat. Harapannya semangat yang sama juga muncul di berbagai daerah di Aceh, termasuk Bireuen.

Razuardi sebagai salah seorang mantan birokrat yang kerap bersinggungan dengan isu kelestarian lingkungan, ditantang oleh peserta diskusi supaya mewujudkan konsep hutan wakaf atau nama lain di Bireuen.

Menjawab tantangan tersebut, Razuardi mengatakan bicara pembangunan, harus melihat tiga sisi. Pertama sisi pembangunan ekonomi. Kedua, sisi pembangunan sosial budaya, dan ketiga sisi kelestarian lingkungan hidup. Ketiganya harus seimbang. 

Kepala daerah juga harus memiliki semangat membangun daerahnya dengan menjunjung tinggi tiga hal tadi. Pembangunan harus menghadirkan kestabilan dari berbagai aspek. Lingkungan terjaga, ekonomi bertumbuh, dan sosial budaya berjalan.

Dia mengatakan juga wacana tentang pengembangan hutan wakaf dan hutan adat, harus terus bergema. Banyak hal yang masih harus dilakukan, supaya cita-cita memperluas tutupan hutan tetap berjalan seiring waktu. 

Pertemuan mingguan tersebut dihadiri oleh sejumlah kalangan, seperti Guru Besar Filsafat Islam UIN Ar-Raniry, Prof. Syamsul Rijal, Ivan Krisna, Akmal Senja, Taufik Abda. Juga dihadiri jurnalis seperti Ihan Nurdin, penggiat pembangunan demokrasi Surayya Kamaruzzaman, dan lain-lain.

Artikel SebelumnyaAsyiknya Menimba Ilmu Fisika Medis di Malaysia
Artikel SelanjutnyaAceh Besar Mulai Program Nasional Penanaman Jagung 1 Juta Hektar
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here