Mekanik & Harga Sebuah Keahlian

Seorang mekanik senior sedang memperbaiki satu unit mobil di kawasan Peunayong, Banda Aceh. Foto:Komparatif.id/Muhajir Juli.
Seorang mekanik senior sedang memperbaiki satu unit mobil di kawasan Peunayong, Banda Aceh. Foto:Komparatif.id/Muhajir Juli.

Lelaki kurus itu saya perkirakan berusia 45 tahun. Sudah lama menjadi mekanik pada sebuah bengkel di sudut Peunayong, Banda Aceh. Di station service itu dia ditunjuk sebagai kepala mekanik.

Kami bertemu pada pekan terakhir Mei 2022. Dari bincang-bincang ringan sembari memperhatikan dia bekerja, saya mendapatkan informasi bila setelah Iduladha1443 H, dirinya berhenti bekerja. Ia akan pulang ke kampung istrinya di Aceh Timur.

Sebagai mekanik dia tidak mengambil ongkos per jam. Dia mengambil biaya sesuai jenis kerusakan. Perihal cepat atau lama, bukan urusan pemilik kendaraan. Dia bekerja mengandalkan keahlian. Skill itu dia dapatkan karena belajar dan lamanya bekerja.

“Mekanik akan mendapatkan teknik kerja seiring waktu berjalan. Semua orang bisa belajar memperbaiki mobil, tapi perihal teknik kerja tidak didapatkan secara instan,” katanya sembari mengganti karet ayunan per belakang Toyota Kijang LGX EFI milik saya, mobil itu diproduksi tahun 2002.

Dia bercerita bila sehari sebelumnya memperbaiki mobil yang rusak di kawasan Pelabuhan Ferry Ule Lheu, Banda Aceh. Toke memperkirakan bila penanganan mobil itu butuh waktu sekitar empat jam. Mekanik tersebut tidak membantah. Dia bergerak ke lokasi dan langsung bekerja. Sekitar 1 jam mobil itu selesai diperbaiki.

“Kalau mekanik baru, pasti entah apa-apa telah dibongkar untuk memperbaiki kerusakan. Saya hanya mencopot yang rusak dan menggantinya dengan spare part baru,” katanya.

Setelah ambil bayaran, dia pulang. Tidak kembali ke bengkel, tapi langsung ke rumah.

“Ongkos kerja saya ambil sesuai paket, tidak berdasar lamanya waktu kerja,” katanya sembari tersenyum.

***
Pada suatu hari, di sebuah restoran, seorang pengusaha lintas negara mengatakan kepada saya, saat ini dia bekerja tanpa memerlukan uang.

Saya agak bingung, mengapa ia mengatakan demikian? Bukankah dengan beban kerja yang sedemikian besar, mustahil tanpa uang?

Dia menjelaskan bila saat ini dirinya telah memiliki jaringan di seluruh pelabuhan. Dia punya mitra kerja di berbagai jenis usaha skala besar. Pihak yang harus mengeluarkan uang adalah pemilik barang. Sedangkan dirinya hanya membutuhkan legalisasi, agar barang bisa diangkut dari satu tempat ke tempat lain.

“Barang belum sampai, keuntungan sudah masuk ke rekening perusahaan. Saya bisa melakukannya saat ini, karena telah menempa diri bertahun-tahun sebelumnya. Bekerja sebagai anak buah, menjaga integritas, dan sekarang saya menikmatinya, sembari terus menerus menjaga integritas itu,” katanya.

Dia menjelaskan, dunia bisnis membutuhkan dua hal yang utama. Keahlian dan integritas. Bila itu sudah dimiliki, selebihnya hanya menunggu waktu. Pasti akan mendapatkan hasil.

“Tidak perlu sogok-menyogok di dunia swasta. Pemilik barang membutuhkan mitra yang ahli, berintegritas, dan bersahabat.”

Dia bercerita tentang seorang pengusaha di Amerika. Bule itu karibnya. Suatu ketika pemilik gudang yang ia sewa ingin menjual gudang tersebut.

Pemilik itu memghubungi si bule tersebut. Si bule menyampaikan minatnya. Dia minta waktu dua jam. Dalam tempo tersebut dia menghubungi mitranya, memberitahu bila biaya sewa gudang akan diturunkan sekian persen, dengan syarat harus sewa sekian tahun dan bayar cash di muka. Si mitra tertarik. Mereka langsung buat perjanjian. Uang yang belum cukup, dicari ke bank. Perbankan langsung mengamini.

Besoknya, gudang itu telah ia miliki, dan uang di perbankan dilunasi satu bulan kemudian.

Bila si bule tidak punya reputasi bagus, tentu tak mungkin memiliki gudang itu. Bila pun dapat, dia harus menjual aset lainnya. Tapi berkat integritasnya, dalam tempo hitungan jam, dia mendapatkan uang, dan membeli gudang itu.

Dari penyewa –agen– dia menjadi pemilik. Luar biasa.

Bertumbuh menjadi profesional, membutuhkan waktu. Meskipun lahir dan besar di era teknologi seperti sekarang ini, tetap butuh waktu untuk menjadi besar.

Mendidik diri menjadi profesional merupakan pekerjaan menata diri dalam sepi. Pengakuan dan kepercayaan lahir dari rentang yang tidak singkat.

Ketika kita berhadapan dengan orang profesional, dan ingin bekerjasama, yang kita bayar bukan berapa lama sebuah pekerjaan dilakukan. Kita membayar harga dari keahlian yang ia tempa bertahun-tahun, dan integritasnya yang dipupuk dengan penuh perjuangan.

*)Pemred Komparatif.id. penulis biografi, dan pelatih jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here