Media Cetak Memasuki Senjakala

Media cetak memasuki senjakala.
mesia cetak telah memasuki senjakala. Demikian hasil riset sejumlah lembaga independen. Pada akhir April 2023, sejumlah loper koran di Aceh juga mengaku mengalami kesulitan menjual koran. Foto: Komparatif.ID/Muhajir Juli.

Komparatif.ID, Takengon—Media cetak tak lagi diminati. Dari hasil observasi Komparatif.ID pada akhir April hingga awal Mei 2023, media cetak seperti koran, tabloid, dan majalah tidak lagi laku di pasar.

Beberapa loper koran di Banda Aceh yang ditemui Komparatif.ID pada akhir April mengaku menjual koran cetak tidak lagi mendapat untung, meski kecil. Setiap hari mereka menerima oplah 10 eksamplar dari media terbitan lokal. Namun, yang laku hanya dua eks.

“Untuk koran A, baru ada pembeli bila ada pengumuman yang dipasang pemerintah. Seperti informasi tender, pengumuman seleksi, dll. Itupun tidak setiap bulan ada pengumuman demikian,” sebut seorang loper koran di kawasan Peunayong, Banda Aceh.

Baca: Rwanda Masa Kini, Negeri Penuh Harapan

Sang loper mengatakan, untuk setiap media cetak yang ditaruh di tempatnya, setiap minggu sangat banyak yang dikembalikan ke penerbitnya. “Kalau tak diambil-ambil, kios saya bisa hilang ditelan tumpukan koran yang tidak laku,” sebutnya.

Demikian juga nasib majalah terbitan nasional yang selama ini dibeli oleh Sekretariat DPRA. Pengakuan banyak politisi yang berkantor di sana, mereka tidak membaca majalah tersebut.

“Capek-capek disediakan, tak dibaca. Kasihan sekali,”sebut seorang staf Sekretariat DPRA, pada Maret 2023.

Dalam pidato sambutan pada Malam Anugerah SMSI Aceh Award 2023, di Parkside Hotel, Takengon, Aceh Tengah, Senin malam (8/5/2023) Sekda Aceh Bustami Hamzah mengatakan media konvensional seperti televisi dan media cetak telah ditinggalkan oleh pemirsanya. Hasil sebuah survey menyebutkan pangsa pasarnya hanya tersisa 57 persen. Media cetak justru lebih tragis. Pembacanya tersisa 17 persen.

Di sisi lain, 80 persen pembaca kini beralih ke media online, dan 68 persen menjadikan media sosial sebagai sumber informasi. “Fakta bahwa media cetak telah mengalami penurunan jumlah pembaca merupakan realita yang tidak bisa dibantah seiring percepatan era digital,” sebut Sekda Aceh Bustami Hamzah.

Maskur Abdullah, pengajar di Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) dalam pelatihan penguatan kapasitas teknologi informasi, yang digelar oleh Kominsa Aceh bekerja sama dengan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Aceh, menyebutkan media cetak, televisi, billboard, radio, telah menjadi masa lalu.

Saat ini media siber telah menjadi mainstream—arus utama—sebagai penyedia informasi paling terdepan. Selain itu juga media sosial yang mengambil pangsa pasar besar, yang membuat media cetak menjadi sesuatu yang ketinggalan zaman.

Mengapa media siber begitu cepat berhasil menjadikan media cetak menjadi barang ketinggalan zaman? Karena disebabkan beberapa faktor. Mudah diakses, gratis—meski ada yang berbayar-, efektif, mudah dikelola, pengguna bisa meningkatkan kreatifitasnya.

Asosiasi Penyelenggara Internet Internet Indonesia (APSI) pada tahun 2022 menerbitkan laporan bahwa pengguna internet di Indonesia berjumlah 210 juta orang. Artinya 76,36 persen penduduk Indonesia telah mengakses internet.

Berdasarkan laporan Reuters Intitute, 89 responden di Indonesia mengakses informasi melalui media online pada tahun 2021. Sedangkan media cetak hanya dirujuk oleh 20 persen responden.

Artikel SebelumnyaKetua PDIP Aceh Muslahuddin Daud Dilaporkan Karena Diduga Menipu
Artikel SelanjutnyaFilm The Kerala Story, Menampilkan Islam dari Sisi ISIS
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here