Mantan Direktur WHO Temukan 2 Jenis Bakteri Dalam MBG yang Sebabkan Keracunan Siswa

Mantan Direktur WHO Temukan 2 Jenis Bakteri Dalam MBG yang Sebabkan Keracunan Siswa Hingga 27 September, JPPI Laporkan 8.649 Anak Keracunan Akibat MBG
Murid-murid SD mendapatkan perawatan keracunan di klinik darurat usai menyantap makanan program Makan Bergizi Gratis di Bandung, Jawa Barat, pada 23 September 2025. Foto: Timur Matahari/AFP.

Komparatif.ID, Jakarta— Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, menyebut menemukan dua jenis bakteri yang diduga jadi pemicu keracunan massal siswa usai menyantap hidangan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Melansir CNBC Indonesia, Tjandra menjelaskan berdasarkan hasil uji sampel MBG di Laboratorium Kesehatan Daerah Jawa Barat, ditemukan bakteri Salmonella dan Bacillus cereus pada sejumlah makanan.

Kedua bakteri tersebut secara global memang dikenal sering menimbulkan keracunan makanan, terutama bila makanan tidak diolah atau disimpan dengan benar.

Ia merinci, Salmonella biasanya ditemukan pada makanan dengan kadar protein tinggi, seperti daging, unggas, dan telur. Kontaminasi bakteri ini sering kali menjadi penyebab utama kasus keracunan di berbagai negara.

Sementara itu, Bacillus cereus berkaitan dengan penyimpanan makanan yang tidak tepat, khususnya nasi. Menurut Tjandra, berdasarkan data dari NSW Food Authority Australia, Bacillus cereus kerap muncul pada nasi yang dibiarkan terlalu lama pada suhu ruang sebelum dikonsumsi kembali.

Meski demikian, ia menekankan temuan ini bukan berarti program MBG secara langsung bertanggung jawab penuh atas kasus keracunan. Ia mengingatkan bahwa keracunan makanan bisa terjadi di banyak belahan dunia dengan beragam faktor pemicu. Untuk itu, Tjandra menilai pemeriksaan laboratorium sebaiknya mencakup semua kemungkinan penyebab yang dijelaskan oleh WHO.

Baca juga: Program MBG: Antara Niat Mulia dan Kenyataan Pahit di Lapangan

WHO sendiri mengidentifikasi setidaknya lima kategori utama pemicu keracunan makanan. Pertama, bakteri seperti Salmonella, Campylobacter, Escherichia coli, Listeria, dan Vibrio cholerae. Kedua, virus, termasuk Norovirus dan Hepatitis A.

Ketiga, parasit seperti trematoda, cacing pita, hingga Giardia yang dapat masuk ke rantai makanan melalui tanah dan air tercemar. Keempat, prion, meski jarang ditemukan, namun bisa menyebabkan penyakit serius seperti Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE). Kelima, kontaminasi bahan kimia seperti logam berat, polutan organik persisten, serta berbagai jenis toksin alami.

“Berbagai potensi yang disebut WHO ini tentu patut jadi pertimbangan, walau tentu sama sekali tidak berarti bahwa keracunan makanan yang berhubungan dengan MBG sekarang ini disebabkan lima hal itu. Penjelasan umum WHO ini disampaikan hanya sebagai bagian dari kewaspadaan,” kata Tjandra dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/9/2025).

Ia menegaskan temuan laboratorium mengenai Salmonella dan Bacillus cereus harus menjadi perhatian serius. Pasalnya, kedua bakteri tersebut sangat erat kaitannya dengan praktik kebersihan, penyimpanan, serta pengolahan makanan yang tidak sesuai standar.

Sebagai informasi, Laboratorium Kesehatan Jawa Barat menerima ratusan sampel makanan dari program MBG sejak Januari 2025. Sampel-sampel tersebut berasal dari belasan kabupaten dan kota di Jawa Barat, dan dikirimkan setelah sejumlah kasus keracunan dilaporkan pada penerima program tersebut.

Artikel SebelumnyaRazia Truk Besar Berpelat BL, Gubsu Bobby: Cari Makan di Sumut Harus Pelat BK
Artikel SelanjutnyaKalahkan Batha City Lewat Adu Penalti, Saputra FC Lolos ke Final

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here