Manfaat Kopi, Keharaman Rokok dan Musik

Secangkir kopi. Foto: Ist.

Sir James Mackintosh pernah menyatakan bahwa, kekuatan pikiran seorang pria berbanding lurus dengan jumlah kopi yang ia minum.

Apa kaitannya? Ternyata kafein memiliki efek positif pada proses berpikir serta meningkatkan daya tahan tubuh, dalam tanda kutip jika dikonsumsi dalam standar batas. Satu lagi, manfaat kopi dapat mencegah kanker kandung kemih bagi pecandu rokok. Sebab pengaruh racun pada kafein yang ada pada kopi di sana akan berkurang.

Adakah minuman paling nikmat dari secangkir kopi? Ini bukan pertanyaan main-main. Apalagi jika Anda sedang menginjak kaki di bumi ujung barat Pulau Sumatera yaitu Aceh. Apa kontribusi kopi dalam kehidupan sehari-hari?

Selain minuman favorit, kopi sangat membantu jalannya pertumbuhan ekonomi di Negeri Modal. Terbukti pada dua sampel menarik hasil wawancara penulis beberapa waktu lalu bersama rekan sealmamater jebolan sarjana olahraga.

Fakhrul Razi, pemuda asal Kecamatan Tiro-Teuseuseb, Kabupaten Pidie,Aceh, tanah kelahiran Deklarator GAM, merupakan pengusaha muda pemilik usaha warkop Three M di Kota Mini, Beuereunuen, Pidie, sekaligus penyabet penghargaan pengusaha kopi di Pameran Raya Jakarta (PRJ) 2013 silam. Ia mengolah sendiri kopi di lantai toko dengan mesin modern. Sebelum usaha ada, sudah dibekali pengalaman karena sempat lama bergabung bersama pakar produksi Kopi Robusta Gayo, Malem Diwa, berbasis di Aceh Besar. Ia mengaku bahwa pandapatan sebagai pegawai tetap pemerintah tak seberapa dibanding usaha yang sedang digelutinya.

Pengusaha kopi yang tak kalah mudanya adalah Arie Purnama atau lebih dikenal dengan nama usaha Arie Gayo Coffee. Pemuda pribumi Gayo ini bisa dibilang paling sukses. Tak tanggung-tanggung, kopi 100% asli arabica dan robusta Gayo hasil produksi kebunnya seperti luwak, wine, natural, specialty, longberry, honey, dan premium kini tembus ke pasar Doha, Qatar. Apakah untuk persiapan Piala Dunia akhir musim 2022? Boleh jadi.

Belum lama, Organisasi Kopi Internasional (ICO) menetapkan 1 Oktober sebagai Hari Kopi Sedunia yang pertama kali diperingati tahun 2015 di Milan, Italia. Berbanding terbalik dengan rokok yang diperingati pada 31 Mei dengan tema “Hari Tanpa Tembakau Sedunia. ”Kata-kata “tanpa” pada kalimat tersebut menyiratkan makna di sana semua serentak mengaku, tanpa tembakau atau rokok, dunia jauh lebih baik.

Bukan pemandangan baru, penikmat kopi biasanya juga pecandu rokok. Kopi dan rokok sungguh keterlaluan untuk tidak diperbincangkan. Keduanya kerap menyatu di balik kontroversi. Dilihat dari kacamata Islam, Allah memerintah hamba-Nya mengkonsumsi sesuatu dengan dua syarat yaitu halal dan baik. Kopi bisa dikatakan masuk dalam kedua kategori tersebut. Bagaimana dengan rokok?

Kita tahu banyaknya fatwa ulama mengharamkan rokok mengingat begitu kapasitas mudharat lebih unggul dibanding manfaat, salah satunya pemborosan. Ironis. Pada level mubaliq, penulis jarang menemukan isi dakwah meski hanya sekilas sisi negatif rokok. Justru gembar-gembor seruan nada musik haram lebih sering jadi topik utama. Padahal jelas-jelas tertulis di bungkusan bahwa merokok membuhuhmu, sedangkan musik tidak. Sejatinya, secara tidak langsung fatwa ulama telah ditentang oleh banyaknya para mubaliq sekaligus penikmat rokok. Tidak bermaksud apa-apa, penulis hanya memaparkan sebuah fakta serta bukti yang jelas-jelas benar adanya.

Sejauh ini tak ada pernyataan ilmu medis tentang manfaat merokok bagi kesehatan melainkan sebaliknya. Maka tak layak jika hukum merokok mubah atau makruh tetapi sudah seharusnya merokok itu haram. Apakah pernyataan ini bakal diaminkan kaum Adam? Atau Anda pernah mendengar seorang pria menyebut bahwa rokok adalah istri pertama. Haruskah rokok? Mengapa tidak (sirih saja). Mungkin ini bagian dari pengabdian rakyat dalam rangka meningkatkan pendapatan pajak. Sebab, kuasa negara masih dalam standar batas melontar seruan, bukan menghilangkan tembakau dari peredaran. Seruan, boleh didengar bisa juga tidak. Lagi pula sejauh ini tak ada pasal dan undang-undang menjerat perokok sebagai tindakan kriminal.

Pada peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2013, Walikota Banda Aceh, Mawardy Nurdin, juga pernah mensosialisasikan larangan merokok melalui media masa dengan tujuan memberi pemahaman hidup sehat kepada masyarakat mengingat banyaknya warga Aceh yang merokok. Survey Riset Kesehatan Dasar Aceh menyebutkan 80 persen pria dewasa adalah perokok. Mereka rata-rata menghabiskan rokok 18 batang perhari. Akibatnya, Aceh berada pada rangking pertama dari 33 provinsi di Indonesia pengidap penyakit stroke dan jantung.

Dari survey WHO 2011, Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India, yaitu 34 persen. Artinya satu dari tiga orang Indonesia adalah perokok. Ini sangat bertentangan dengan Indonesia negara mayoritas muslim apalagi Aceh dengan segala syariahnya. Di mana hal yang mestinya dihilangkan justru lebih subur di Serambi Mekkah.

Jika peringatan Hari Kopi Sedunia sebagai sebuah gebrakan dan selebrasi dalam istilah gaul “Kopdar” (kopi darat), Hari Tanpa Tembakau Sedunia justru seruan untuk mengajak masyarakat untuk tidak merokok, selemah-lemah iman dalam satu hari itu.

Kopi dan rokok ibarat suami istri. Ya, suami istri beda keyakinan bernaung di bawah mahligai yang harmonis. Keduanya saling menemani. Saling melengkapi antara manfaat kopi dan bahaya rokok.

Yulia Erni.
Yulia Erni.

Meminjam kata-kata penulis Aceh, Musmarwan Abdullah, tentang cerita-cerita fenomenal di balik secangkir kopi “Orang Aceh terbagi dua. Orang Pantai Barat-Selatan dan orang Pantai Utara-Timur. Orang Barat-Selatan sangat mementingkan akhirat, tapi tidak mengabaikan dunia. Orang Utara-Timur sangat mementingkan dunia tapi tidak mengabaikan akhirat. Kedua garis pantai ini telah membuat Aceh seimbang hingga hari ini. Orang Barat-Selatan meleburkan dunia dalam akhiratnya. Orang Timur-Utara melebur akhirat dalam dunianya. Namun saat kedua orang itu hijrah ke ibukota provinsi dan menetap di sana, satu dan lainnya tak lagi beda. Keduanya meleburkan dunia ke dalam wifi dan memblender akhirat di warung kopi.”

Pernyataan itu tidak serta merta lahir begitu saja. Tentu ada fakta-fakta memperkokoh narasi tersebut. Bukan stand up comedy belaka. Anda tidak percaya? Mari buka mata lebar-lebar atau cobalah hidup lebih lama di Aceh!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here