Kobar Perlawanan “Banteng Daerah” Terhadap Ketua di Serambi Mekkah

Ketua DPD I PDIP Aceh Muslahuddin Daud. Foto: Ist.
Ketua DPD I PDIP Aceh Muslahuddin Daud. Foto: Ist.

Komparatif.ID, Banda AcehHubungan DPD I Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Provinsi Aceh dengan sejumlah Dewan Pimpinan Cabang (DPC) telah lama tidak akur. Sejak Muslahuddin dipilih sebagai Ketua DPD I, hingga kini, bara perlawanan dari sejumlah kader tak kunjung reda. Terbaru, 15 pucuk pimpinan DPC diberhentikan dengan alasan tidak mampu bekerja untuk pengembangan partai.

PDIP menorehkan sebuah kisah baru pada Sabtu (3/8/2018). Muslahuddin Daud yang sebelumnya bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)—termasuk World Bank Foundation- ditunjuk sebagai Ketua DPD PDIP Aceh oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

Keputusan itu disambut gempita oleh sejumlah pihak. Pun demikian Sebagian kader mengaku kecewa dengan proses penunjukkan, karena menurut mereka Muslahuddin Daud belum punya prestasi gilang gemilang di dunia politik. Dia selama ini eksis di Aceh karena pergaulannya di dunia LSM. Dan, para kader yang kecewa menilai dunia LSM dan dunia politik praktis dua hal yang sangat berbeda. Sejarah pun mencatat, sangat sedikit penggiat LSM yang sukses di dunia politik praktis kala diberikan jabatan mentereng.

Orang-orang LSM, menurut kader PDIP yang telah bergabung ke dalam PDIP jauh sebelum Mus menyatakan tertarik kepada partai itu, merupakan individu yang kerap menerima, jarang memberi. Sedangkan di partai politik, memberi merupakan habituasi, demi jalannya misi kepartai. Seharusnya DPP PDIP “memagangkan” terlebih dahulu Muslahuddin, sebelum dijadikan “banteng” dan memimpin partai di tingkat provinsi.

“Basis pengalamannya berbeda. PDIP partai politik yang serius, bukan penggembira di dalam kancah politik Indonesia, Mus belum punya kemampuan menakhodai partai, konon lagi sebesar PDIP,” kata seorang kader kala itu, yang mengaku sangat kecewa dengan keputusan DPP.

Bagi yang mendukung Muslahuddin, keputusan DPP PDIP merupakan jalan demokrasi yang sudah seharusnya ditempuh. Di tangan Karimun Usman dkk, PDIP Aceh hanya menjadi pesakitan tiap kali pemilu dihelat. Bahkan untuk mencari bakal calon anggota legislatif saja PDIP kesulitan. Stigma bahwa PDIP adalah partai Cut Nyak yang mengkhianati Aceh begitu melekat.

Di sisi lain, Karimun Usman dan kawan-kawan juga tidak mampu hadir ke tengah masyarakat dengan program-program kerakyatan yang selama ini menjadi ciri khas PDIP di manapun mereka berada.

“Pak Karimun mengaku dekat dengan Bu Mega, dekat dengan menteri ini, menteri itu. Tapi apa yang sudah dia buat untuk PDIP di Aceh? Dia hanya sibuk membangun dirinya yang tidak kunjung selesai hingga usia senja. Partai tidak berkembang. Bahkan kesulitan mencari bakal caleg,” kata kader yang pro kepada Muslahuddin.

Di antara banyak kader kecewa yang hanya bisa meracau di media sosial, dan di diskusi-diskusi informal di warung kopi, Imran Mahfudi adalah yang paling berani. Tanpa banyak cakap dia menggugat keputusan DPP PDIP yang menetapkan Muslahuddin sebagai Ketua DPD I Aceh. Imran menggugat keputusan itu hingga ke pengadilan.

Entah seperti apa perlawanan sang advokat, akhirnya dia memilih mundur dari PDIP Aceh, dan bergabung dengan partai lainnya.
***
Sejak Muslahuddin Daud menakhodai PDIP Aceh, kelompok oposisi internal terus bergerak melakukan “konsolidasi”. Hampir tiap pekan ada saja isu yang diembuskan terhadap alumnus IAIN Ar-Raniry itu. Mulai dari dugaan penggelapan, hingga isu-isu yang bersifat personal.

Pada 23 Januari 2022, 18 DPC PDIP melakukan Gerakan mosi tidak percaya kepada Muslahuddin Daud.

Mosi itu dilakukan karena Muslahuddin dinilai ingkar janji dan tidak menghargai kinerja DPC-DPC. Mosi-mosi tersebut yaitu: pertama, Muslahuddin hingga saat ini—ketika mosi dibuat—belum menunaikan janji hibah tanah di Lamteuba, kedua, pengelolaan bantuan hibah keuangan dari donator partai dikelola tidak transparan, ketiga, Muslahuddin melakukan pelanggaran wewenang berupa intervensi kebijakan dan keputusan DPC yang sangat merugikan DPC.

Keempat, Muslahuddin melakukan pelecehan verbal dengan mengerdilkan beberapa DPC di Aceh. Kelima, aksi politik, sosial, dan penggalangan kerja sama dilakukan secara tunggal, Muslahuddin tidak melibatkan dan tidak berkoordinasi dengan struktur DPC.

Menanggapi mosi tersebut, Muslahuddin Daud mengaku tidak ambil pusing dengan aksi politik tersebut, karena mosi itu tidak dikenal dalam sistem organisasi PDIP. Bila ada masalah harus diselesaikan melalui Wakil Ketua Bidang Kehormatan.

“Kalau mau menggugat harus ke Mahkamah Partai (MP) dengan melengkapi bukti dan kemudian akan diperiksa melalui serangkaian sidang. Itu makanisme yang sebenarnya di dalam PDIP. Di luar itu tidak perlu ditanggapi,” katanya.

15 DPC Diganti Secara Mendadak
Ketua DPC PDIP Aceh Utara, Azhar, merupakan salah satu kader partai banteng yang paling vocal selama ini, kaget ketika tiba-tiba mendapatkan kabar bila dirinya dan sejumlah pengurus DPC lainnya diganti. Ada 15 pengurus DPC seluruh Aceh yang diganti. Ada yang diganti seluruhnya, ada yang sebagian saja.

Pergantian itu dilakukan oleh DPP PDIP pada 19 Mei 2022 sesuai surat keputusan yang diserahkan Ketua DPP Bidang Organisasi dan Tata Kelola Partai, Sukur Nababan dan Ketua Bidang Kelautan dan Kemaritiman, Prof Rohmin Dahuri di Kantor DPP PDIP di Jakarta.

Buah dari pergantian itu, pada Jumat (27/5/2022) sejumlah kader PDIP dari daerah menggelar protes di Kantor DPD I PDIP Aceh. Kala protes itu digelar, Muslahuddin sedang berada di Jakarta mengikuti festival kopi. Rombongan yang melakukan protes diterima oleh Sekretaris PDIP Aceh Gading Hamonangan.

Azhar dan M. Anggi Syahputra dalam siaran pers mereka mengatakan, aksi protes itu sebagai bentuk kegiatan koreksi terhadap langkah yang ditempuh oleh DPP PDIP, memberhentikan mereka tanpa terlebih dahulu dipanggil.

Pemberhentian mereka melanggar Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD/ART.

“Pemberhentian terhadap 15 DPC tidak melalui ketentuan yang diatur di dalam AD/ART PDIP. Kami diperlakukan sangat buruk,” kata Azhar.

Menurut mereka, Muslahuddin Daud adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas pemberhentian mereka dari pengurus DPC.

Dalam aksi itu mereka mendesak DPP PDIP mencopot Muslahuddin dari jabatannya sebagai Ketua DPD I PDIP Aceh, dan bila aspirasi mereka dibungkam dan tidak didengar, mereka akan melakukan aksi pendudukan kantor DPD I.

Azhar: Kata Gading, DPD I Tidak Usulkan Pergantian
Dalam siaran pers yang dikirim kepada Komparatif.id, Minggu (29/5/2022) Azhar mengatakan ketika pihaknya mempertanyakan mengapa DPD I PDIP Aceh mengusulkan pergantian pengurus di 15 DPC, Sekretaris PDIP Aceh Gading Hamonangan membantah.

Mantan Ketua DPC PDIP Kota Banda Aceh itu, menurut Azhar mengaku tidak tahu-menahu dengan pergantian tersebut.

“Gading mengatakan bahwa dia heran dengan pergantian tersebut, PDIP Aceh tidak pernah mengusulkan pergantian. Bila kami ingin protes, kata Gading harus ke DPP PDIP dan Mahkamah Partai,” kata Azhar mengulang pernyataan Gading.

Masih menurut Azhar, Gading mengaku bila kinerja DPC-DPC PDIP di Aceh bagus. Progresnya menggembirakan. Bahkan dinilai terbaik dari DPC yang tidak diganti.

“Tindakan-tindakan oknum-oknum di PDIP tidak dapat kami biarkan. Mereka dengan jelas telah mengkhianati PDIP. Akan kami bawa ke ranah hukum,” kata AZhar, sembari menyebutkan 15 DPC yang pengurusnya dibariskan ke luar pagar yaitu Langsa, Aceh Utara, Bener Meriah, Aceh Tengah, Bireuen, Pidie, Aceh Besar, Kota Banda Aceh, Aceh Jaya, Nagan Raya, Subulussalam, Singkil, dan Simeulu.

“Ada yang diganti seluruhnya, ada yang hanya diganti orang perorang saja,” kata Azhar.

Gading Membantah
Sekretaris PDIP Aceh Gading Hamonangan mengatakan apa yang disampaikan oleh Azhar tidak benar. Dirinya tidak mengatakan bahwa tidak tahu menahu tentang pergantian itu, dan keputusan DPP PDIP sah.

“Tidak benar bila kami dituding menyalahkan DPP. Tindakan DPP sah karena jelas itu kewenangan mereka melakukan evaluasi kinerja. Kami tegaskan bila pergantian itu sah, dan hal tersebut biasa dalam sebuah organisasi,” kata Gading, Minggu sore (29/5/2022).

Sekretaris PDIP Aceh Gading Hamonangan. Foto: ist.
Sekretaris PDIP Aceh Gading Hamonangan. Foto: ist.

Pada Sabtu (20/5/2022) dalam wawancara melalui telepon Gading mengatakan pergantian sejumlah DPC PDIP di Aceh karena tidak memiliki progres, sehingga dari beberapa kali evaluasi, terpaksa harus diganti.

Gading mengatakan bahkan ada DPC yang tidak mampu memperluas jumlah keanggotaan, padahal sudah bertahun-tahun diberikan mandat untuk mengembangkan partai.

“Kalau dibiarkan terus seperti ini, pengembangan kaderisasi di tubuh partai akan mandeg. Juga mengganggu visi dan misi partai dan rencana capaian yang telah disusun. Mana boleh tidak ditertibkan, harus dibenahi untuk kemajuan organisasi,” katanya kala itu.

Lalu sampai kapan perlawanan Azhar akan berlangsung? Dapatkah mereka memenangkan pertarungan melawan Muslahuddin Daud? Seorang anggota biasa PDIP mengatakan, “banteng-banteng kami sibuk bertarung di gelanggang sendiri, semoga lulus ujian dan PDIP bisa menjadi partai yang memiliki kursi di Parlemen Aceh dengan konstetasi di internal yang seperti ini.

Saya tidak tahu harus menyalahkan siapa, karena ada kubu-kubu di PDIP Aceh yang silaturahminya tidak jalan. Mereka akan saling menjegal kaki. Tak ada kata damai. Lihatlah nanti, Mus akan terus diganggu sampai ia angkat tangan,” kata anggota PDIP Aceh itu sembari menyeruput kopi. Suaranya nyaris seperti orang berbisik. Sangat pelan.

Artikel SebelumnyaSumbar Ekspor 300 Cicak Kering ke Hongkong
Artikel SelanjutnyaKetua DPRK Banda Aceh Minta Dinas Siaga Penuh Antisipasi Dampak Angin Kencang
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here