Komparatif.ID, Banda Aceh— Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh Farid Nyak Umar mengunjungi pameran tunggal rempah dalam manuskrip Aceh, yang digelar Kolektor Manuskrip Aceh Tarmizi A. Hamid di Ie Masen Kaye Adang, Minggu (5/11/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Farid Nyak Umar menyambut baik dan memberikan apresiasi kepada Tarmizi A. Hamid atas inisiatifnya dalam mengadakan pameran rempah dalam manuskrip Aceh. Hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang peran vital rempah dalam kehidupan sehari-hari di masa lalu.
Ketua DPRK Banda Aceh ini menilai inisiatif seperti pameran rempah memiliki peran penting dalam pendidikan generasi muda, sekaligus membantu memahami lebih dalam tentang pentingnya rempah dalam sejarah Aceh.
“Peran penting rempah yang turut memperkaya khasanah kuliner nusantara, herbal, obat-obatan, wewangian, dan berbagai kegunaan lainnya,” terang Farid Nyak Umar.
Farid berharap agar rempah Aceh bisa terus dikembangkan agar memiliki nilai tambah (value added), sebab potensi rempah di Aceh sangat besar sehingga tidak hanya dijual dalam bentuk bahan baku saja.
“Jika selama ini rempah hanya dijual sebagai bahan baku, maka perlu dikembangkan agar nilai ekonomisnya lebih tinggi,” ujar Ketua DPD PKS Banda Aceh tersebut.
Baca juga: Wali Nanggroe Usul Bangun Museum Rempah
Sementara itu, Tarmizi A. Hamid yang dikenal akrab dengan sebutan Cek Midi, mengungkapkan rempah memiliki peran sentral dalam sejarah Aceh. Pada masa lalu, Aceh mengandalkan rempah sebagai sumber ekonomi utama dan bahkan memanfaatkannya untuk memperkuat kekuatan militernya.
“Ketika itu, Aceh belum sepenuhnya memanfaatkan sumber daya dalam bumi, tapi hanya mengandalkan rempah-rempah sebagai fondasi utama dalam ekonomi serta dalam melakukan diplomasi dengan negara-negara luar,” kata Cek Midi.
Cek Midi juga menjelaskan rempah menjadi kunci bagi Aceh dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara luar. Perang melawan Portugis dan hubungan dengan negara-negara Eropa juga dikaitkan dengan rempah.
Mereka mencari jalan diplomatik dengan Aceh karena melihat nilai besar yang terkandung dalam rempah, namun Portugis bahkan melakukan monopoli demi mencegah negara-negara lain mengakses rempah di Aceh.
“Jadi, rempah adalah segalanya bagi Aceh, baik sebagai sumber kekuatan maupun bencana,” tambahnya.
Rempah juga dikenal sebagai “jalur sutra” bagi Aceh, yang menjadi salah satu faktor terbesar dalam mencapai puncak peradaban Aceh pada masa kejayaan Kesultanan Aceh.
Tarmizi juga mendorong pemerintah untuk lebih mendalam dalam mengkaji dan berupaya mengembangkan potensi rempah Aceh guna masa kini dan masa depan yang lebih cerah.