Ketika Judi Online Lebih Menarik Ketimbang Sanger

Ketika Judi Online Lebih Menarik Ketimbang Sanger
Asnawi, Staf Pengajar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe. Foto: HO for Komparatif.ID.

Judi online ini bagaikan mie instan, cepat, bikin ketagihan, dan efeknya bisa bikin kepala pusing. Bedanya, ketika makan mie instan masih ada rasa kenyang, sedangkan judol yang ada malah dompet menjadi kosong.

***

Sanger merupakan salah satu varian kopi yang digemari kawula muda di Aceh. Setara dengan kopi pancong yang legendaris. Diseruput sembari berdiskusi apa saja, mulai dari politik, cewek cantik, hingga peluang kerja.

Beberapa tahun ke belakang, berkumpulnya para lelaki di warkop, bukan lagi sebatas menyeruput sanger, kopi pancong, sembari berdiskusi. Kini sanger diseruput sembari menikmati “kesendirian” di tengah keramaian. dengan smartphone masing-masing, mereka menikmati sanger sembari bermain judi online (judol).

Bermain judol tidak lagi dipandang aib. Dengan memanfaatkan teknologi, mereka tenggelam dalam perburuan uang yang disediakan bandar judi. Sama seperti judi-judi lainnya, mereka bertaruh dengan cara membeli chip yang dilaga di meja virtual.

Bila dulu permainan judi online hanya kita lihat di sinema layar lebar dan layar kaca, kini tersaji di depan mata.

judol menyajikan suasana baru. Tak ada lagi terlihat perkumpulan para pria penjudi di pos ronda, pojok kampung, di bawah naungan rumpun bamboo betung di tepi sungai.

Kini berjudi dilakukan dengan pola peradaban baru, sendiri, dan berlaga dengan sesuatu yang tidak dapat diraba. Terkesan sangat profesional, meski semuanya dikendalikan secara “tradisional” oleh geng bandar di suatu tempat.

Meski bermain secara solo, para penjudi online tetap mengeluarkan suara kala chipnya habis, atau nyaris menang tapi tidak menang.

“Alamak, chip habis lagi.” atau “Aduh, jackpot-nya lepas.”

Judi online ini bagaikan mie instan, cepat, bikin ketagihan, dan efeknya bisa bikin kepala pusing. Bedanya, ketika makan mie instan masih ada rasa kenyang, sedangkan judol yang ada malah dompet menjadi kosong.

Baca juga8 Terdakwa Judi Online Dicambuk di Bireuen

Fenomena judol ini mulai meresahkan banyak pihak, terutama para ibu rumah tangga. Beberapa istri mulai curiga kenapa suaminya makin sayang kepada gadget-nya dibanding istrinya sendiri.

Ketika Gajian Bukannya beli beras, uang belanja malah lenyap buat top up chip.

Warkop Diokupasi Penjudi Online

Warung kopi di Aceh terkenal sebagai pusat diskusi atau tempat memperluas jaringan bisnis. Tapi itu dulu. sekarang justru menjadi lapak judi.

Para penjudi itu bukan saja merugikan diri sendiri, tapi juga merugikan pemilik warung. mereka berutang sanger dan kopi pancong. Ditolak tak enak, tak ditolak bikin eneg.

Dalam banyak kasus, utang para penjudi online semakin menumpuk. Fenomena ini Nampak nyata pada warkop-warkop yang ada di kampung. Dengan harapan mendapatkan jackpot, para penjudi online, justru semakin menambah daftar utang di warung kopi.

Bahkan, ada cerita seorang pemuda yang sampai menjual motor demi beli chip, padahal dahulu motornya dipakai untuk antar orang tuanya ke pasar. Sekarang, dia hanya bisa jalan kaki sambil berharap hoki datang di putaran berikutnya.

Siapa saja yang terkena wabah judi online? Semua kalangan. Dengan dalih sekadar permainan, tanpa sadar oknum dari lintas profesi melakukannya.

Pihak pemerintah sebenarnya sudah sangat sering melakukan razia dan mengkampanyekan anti-judi online. Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sudah mengeluarkan fatwa haram terhadap permainan Judi online.

Tapi namanya juga manusia, jika sudah kecanduan, semua aturan terasa seperti angin lalu.

Pernah terjadi sebuah pengalaman lucu. Suatu ketika digelar operasi penertiban judi online. Beberapa pemain judol yang tertangkap basah sedang main judi, segera mengalihkan layar telepon pintarnya ke aplikasi Alquran online.

Mereka berusaha mengibuli petugas. Akan tetapi saat hp mereka dirazia, para penjudi online itu tak dapat berkelit.

Bagaimana kualitas manusia Aceh secara umum? Kita bisa mengukurnya dari warkop.

Ketika melihat bahwa judi online bukan lagi sebuah aib, maka menjadi petunjuk bahwa telah terjadi degradasi moral di tengah masyarakat. Judi yang dulunya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kini dilakukan terbuka.

Dulu anak-anak tidak berani bertindak cela di depan orang lebih tua. Tapi kini, perbuatan mungkar —judi online— dilakukan bersama-sama, di ruang yang sama, tak peduli tua dan muda.

Maraknya judol di Aceh bukan hanya soal uang yang habis sia sia, akan tetapi tentang rusaknya hubungan sosial dan hubungan keluarga. Bahkan hancurnya masa depan.

Alih-alih mengharapkan kekayaan instan lewat judol. Malah kehancuran yang didapat.

Jadi, untuk para pemain judol di Indonesia, wabil khusus di Seuramoe Mekkah, berhentilah sekarang juga sebelum terlambat. Harta lenyap, keluarga hancur, dan hidup menjadi semakin susah.

Lebih baik uangnya dipakai untuk traktir kopi sanger teman-teman, setidaknya itu bisa menjadi sedekah dan membuat suasana menjadi lebih damai, daripada berharap scatter yang tak kunjung datang.

1 COMMENT

  1. Salah satu cara untuk bikin penjudi kapok adalah dengan mengundang programmer beri mereka edukasi klo semua judi online itu di setting untuk menang satu kali, dua kali, kalah 10 kali bahkan 25 kali, lalu menang sekali lagi, begitu terus sampe mereka bangkrut.

    dan memang, orang-orang sdm rendah itu susah klo dibilangin, “denial” mereka.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here