Judi Online dan Peran Sekolah

Türkiye dan Entitas Agama di Piala Eropa judi online
Feri Irawan, SSi, MPd, Fans Sepakbola dan Kepala SMKN 1 Jeunieb

Selain menjalankan tugas tradisionalnya, warkop kini menjadi tempat bermain judi online yang berkedok game online.

Sebagai penikmat kopi, saya tidak sia-siakan waktu luang untuk selalu berkunjung ke warung kopi (warkop). Sesuai perkembangannya, warkop pun berkembang dengan ciri khas masing masing dan mengedepankan kenyamanan. Kenyamanan di warkop dipengaruhi juga dengan konsep bercorak anak muda yang dikemas dengan display yang kekinian.

Di dalam warkop bukan hanya kopi saja, tetapi juga ada makanan dan minuman yang lainnya. Di sisi lain, pemilik warkop pun berlomba memanjakan pelangannya dengan menyemarakkannya dengan berbagai fasilitas, seperti wifi, televisi, hingga surat kabar. Karena nyamannya, nyaris sepanjang hari hingga dini hari penggemar kopi bisa menghabiskan bergelas-gelas kopi dan berlama-lama di warkop.

Di warkop, selain digunakan untuk membicarakan tentang politik, bisnis, membuat tugas bagi mahasiswa, ruang kerja umum buat para pekerja freelance, juga menjadi tempat favorit bermain judi dalam jaringan berkedok game online yang sedang digandrungi saat ini.

Baca: Mahasiswa Hingga Dosen UIN Ar-Raniry Terindikasi Terlibat Judi Online

Sebagian besar didominasi oleh generasi Z. Mereka ini generasi yang tumbuh dengan teknologi modern dan internet. Mereka umumnya berusia 9 sampai dengan 24 tahun atau berusia pelajar. Gadget yang seharusnya digunakan untuk mempermudah komunikasi dan media pembelajaran bagi pelajar justru banyak digunakan untuk judi.

Tempat favorit bermain judi tersebut biasanya di warkop. Terutama warung kopi ber-wifi.  Fenomenanya memang seperti itu. Itu tidak hanya satu dua orang yang bermain judi online di warung kopi. Dan lebih parahnya, mereka bebas mengakses judi online hingga tidak mengenal waktu. Padahal pemilik warkop cukup keras mengimbau agar pelanggan tidak bermain hal tersebut di area warkop, karena menggangu ketertiban dan merusak citra serta nama baik warkop tersebut.

Fenomena pelajar terjebak judi online terus merebak di Indonesia, termasuk Aceh. Menurut Menkominfo Budi Arie mengatakan, saat ini Indonesia sedang Darurat judi online. Sudah banyak pelajar yang menjadi korbannya.

Melansir viva.co.id, laporan terbaru PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online. Sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar. Pelajar yang dimaksud adalah anak-anak dengan jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA, dan mahasiswa. Teranyar, Serambi Indonesia edisi Kamis (20/6) pada halaman pertamanya memberitakan “80 Ribu Anak Main Judi Online: Usia di bawah 10 Tahun”.

Lalu kenapa para pelajar tertarik dengan judi online? Adapun alasan utama para pelajar mudah tergiur judi online adalah keuntungan. Sebagai generasi yang serba mau instan, judi online menjadi jalan pintas bagi pelajar yang ingin cepat dapat uang.

Rasa tertarik akan semakin besar saat di awal mereka memperoleh “kemenangan sementara”. Euforia karena mendapatkan uang dari permainan yang mereka mainkan membuat mereka semakin tertarik memainkannya.

Pelajar merasa ini jalan pintas menjadi kaya. Mereka menjadikan judi sebagai impian, padahal tidak ada orang kaya karena judi. Seperti kata Rhoma Irama, judi hanya menjanjikan kemenangan dan kekayaan.

Alasan berikutnya disebabkan tidak adanya kegiatan atau pengisi waktu luang, mengikuti trend, sarana hiburan dari tugas yang banyak, rasa keingintahuan akan game baru, terpengaruh lingkungan sekitar, ketidakharmonisan dalam keluarga, hingga orang tua yang sibuk bekerja menambah daftar panjang pelajar terjerumus ke judi online.

Kondisi ini sungguh miris dan memprihatinkan. Bagaimana jadinya masa depan generasi jika akal, pikiran, dan perilaku mereka terpapar judi? Karena generasi inilah yang nantinya akan menjadi penerus bangsa. Apa jadinya suatu bangsa jika calon pemimpin masa depan kecanduan judi online?

Padahal, keterlibatan yang berlebihan dalam judi online dapat mengisolasi pelajar dari lingkungan sosialnya, mempengaruhi kemampuan mereka untuk berinteraksi dan membangun hubungan yang sehat.

Lebih jauh, pelajar yang terjerat dalam aktivitas perjudian online mungkin mengalami penurunan konsentrasi, mengakibatkan penurunan prestasi akademis yang dapat membayangi masa depan mereka.

Bahkan ada pelajar yang tega menjual gadget orang tuanya untuk dipakai bermain judi. Kalau sudah senekat ini untuk perkara yang haram, apakah bisa menjadi generasi harapan bangsa? Fakta ini tentunya hanya fenomena gunung es. Kasus di lapangan dipastikan jauh lebih banyak.

Jika kita berselancar dengan kata kunci judi online pelajar, walhasil kita akan makin mengurut dada dengan sedemikian maraknya kasus judi berbasis internet yang menimpa kalangan pelajar di seantero negeri ini. Bagaimana akan menjadi generasi penerus bangsa ini, jika sejak pelajar telah kecanduan judi yang dalam hukum agama statusnya haram dan konsekuensinya berdosa?

Judi Online di Antara Fatwa dan Satgas

Betapa sulitnya membereskan persoalan ini. Judi online adalah fenomena yang melibatkan teknologi dan internet, sehingga pengendalian penuh atas praktik ini bisa menjadi tantangan.

Terbukti situs judi online masih begitu mudah diakses masyarakat, khususnya pelajar. Padahal Menkominfo Budi Arie Setiadi mengklaim sudah melakukan takedown hampir satu juta konten judi online. Sanksi hukuman yang diberikan untuk pelanggaran hukum ini sangatlah berat. Apalagi Aceh, orang yang terbukti berjudi bisa dikenai hukuman cambuk, penjara, atau bahkan hukuman mati. Sampai-sampai Majelis Permusyarawatan Ulama (MPU) Aceh mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2016 tentang Judi Online.

Di sisi lain, maraknya kasus judi online secara nasional, membuat pemerintah ambil langkah cepat. Bahkan Presiden Joko Widodo tegas menyatakan, serius memberantas judi dalam jaringan dan telah menutup 2,1 juta situs online. Tak hanya tegas nyatakan perang terhadap judi online, Jokowi juga membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online pada pecan ketiga Maret 2024.

Peran Sekolah

Walaupun tidak signifikan, sekolah memiliki peran penting untuk mencegah pelajar jadi korban judi online. Mengutip berbagai sumber, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi dan mencegah pelajar dari kecanduan judi online.

Pertama, sekolah mengkampanyekan kesadaran untuk menginformasikan pelajar tentang risiko dan bahaya judi baik secara tatap muka maupun kampanye melalui media sosial.

Kedua, sekolah menyelenggarakan program pendidikan khusus tentang risiko judi. Ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum untuk meningkatkan pemahaman siswa. Guru di sekolah perlu menanamkan kembali pemahaman kepada siswa bahwa judi adalah perbuatan yang dilarang agama karena hukumnya haram. Kegiatan ini melibatkan semua guru bidang studi bukan hanya guru agama saja.

Ketiga, sekolah dapat melakukan pemeriksaan berkala terhadap gadget siswa untuk memastikan bahwa mereka tidak mengakses situs online gambling selama jam pelajaran dengan pendekatan yang persuasif.

Keempat, sekolah menyediakan akses layanan konseling dan dukungan psikologis terhadap siswa yang terjerumus dalam judi dalam jaringan.

Kelima, sekolah bekerjasama Majelis Pendidikan Daerah (MPD) dan komite sekolah meluncurkan kampanye kesadaran dan memonitor dampak tindakan yang diambil.

Keenam, sekolah memberikan pelatihan atau mengedukasi guru untuk mengidentifikasi tanda-tanda keterlibatan siswa dalam judi daring dan bagaimana mengatasi masalah ini.

Artikel SebelumnyaPj Bupati Pidie Targetkan Venue PON Selesai Akhir Agustus
Artikel SelanjutnyaKNPI: Aceh Butuh Antitesa, Bustami Sosoknya
Feri Irawan
Feri Irawan merupakan seorang guru. Kepala SMK Negeri 1 Jeunib, juga Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Bireuen. Dapat dihubungi melalui email: [email protected].

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here