Komparatif.ID, Banda Aceh—Jaringan terorisme Wahabi Takfiri sudah ada di Aceh. Seperti apa rupa pergerakannya saat ini, belum ada studi lanjutan. Mereka berafiliasi dengan ISIS, yang menganggap semua orang di luar mereka sebagai toghut yang harus diperangi.
Demikian disampaikan oleh akademisi Universitas Malikussaleh Dr. Al-Chaidar, Kamis (15/9/2022) pada diskusi “Menakar Gerakan Terorisme di Aceh” yang diselenggarakan secara daring oleh The Aceh Institute.
Dalam paparannya, Dr Al-Chaidar menyebutkan Wahabi di Aceh dibagi ke dalam tiga kelompok. Pertama Wahabi Salafi yang hanya fokus pada ibadah dan tidak membenci pemerintah; Salafi Jihadi yang radikal dan menginduk ke Al-Qaida; dan Wahabi Takfiri, yang nyata-nyata memerangi apa pun di luar mereka, sejauh hal tersebut dinilai sebagai toghut.Mereka menginduk ke ISIS.
“Wahabi Takfiri sama dengan Khawarij. Mereka sangat anti kepada siapapun di luar golongannya. Semua orang dianggap toghut dan diperangi,” ujar Al-Chaidar.
Saat ini jaringan terorisme Wahabi Jihadi dan Takfiri telah memindahkan wilayah operasinya dari Solo ke Lampung, dan kemudian ke Aceh.
Gerakan terorisme digerakkan oleh intelektual organik, yaitu sosok yang memiliki murid, pengikut dan menganjurkan tindak kekerasan untuk mencapai misi gerakan terorisme. Sosok intelektual organik ini berupa agamawan yang gemar menganjurkan kekerasan sebagai jawaban atas persoalan ketidakadilan yang terjadi.
Al-Chaidar menerangkan juga, ciri khas intelektual organi pro kekerasan, memiliki pengikut yang banyak, dan pengikutnya bersedia mati demi mewujudkan keinginan sang “pemimpin”. Meskipun dalam kenyataannya intelektual organik bukan pemimpin organisasi resmi.
“Saya masuk kategori intelektual mekanik. Meskipun saya punya murid di kampus yaitu mahasiswa, tapi saya bukan sosok yang akan diikuti apa pun yang saya sampaikan. Itu yang membedakan antara intelektual organik dan mekanis. Intelektual organik dibagi dua, penganjur kekerasan dan non kekerasan. Yang banyak pengikutnya serta mereka bersedia mati deminya yaitu intelektual organik penganjur kekerasan,” kata Al-Chaidar.
Di Aceh, jaringan terorisme Wahabi Jihadi dan Takfiri sudah tersebar di Aceh Besar, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Untuk Kawasan barsela, Al-Chaidar mengatakan belum memiliki data, karena sampai sekarang belum melakukan riset. Meskipun demikian, dia menyebutkan Singkil merupakan daerah paling rawan untuk diinjeksi paham Wahabi Jihadi dan Khawarij, karena tingkat multikultural dan keyakinan sangat tinggi di sana.
Dari sisi afiliasi, Wahabi Jihadi merupakan kelompok Jamiah Islamiah, yang berafiliasi dengan Al-Qaida. Mereka tidak akan membuat gerakan brutal di Indonesia. Sebab Indonesia merupakan negara tempat mereka mengumpulkan dana dan menata organisasi. Demikian juga Malaysia yang dijadikan hub, serta Jepang yang juga tempat mereka mengumpulkan dana.Wahabi Jihadi melakukan aksi terorismenya di luar tiga negara tersebut.
Sedangkan terorisme Wahabi Takfiri yang berada dalam kelompok Jamaah Ansharut Daulah, yang secara internasional berinduk pada Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). JAD akan menyerang apa pun di luar kelompok mereka.
Pemerintah Tidak Mendukung Periset Terorisme di Aceh
Al-Chaidar dalam diskusi tersebut, ketika ditanya seperti apa sudah perkembangan terkini tentang jaringan terorisme di Aceh, mengaku tidak lagi memiliki dapat terbaru.
Hal ini disebabkan tidak adanya dukungan dari pemerintah untuk penelitian terkait topik terorisme.
“Terakhir, saya mendapatkan data bahwa intelektual organik penganjur kekerasan Wahabi Takfiri sudah banyak di Aceh. Termasuk dari kalangan intelektual muda. Mereka seringkali menganggap intelektual organik non kekerasan dan intelektual mekanis sebagai sesuatu yang tidak dapat dipercaya.
“Sekarang saya belum punya data paling update, karena riset terhadap itu terhenti. Selain itu, peneliti terorisme juga dituduh sebagai pendukung gerakan tersebut. Ini aneh, tapi itulah faktanya,” kata Al-Chaidar.
“Hal tersebut berbeda di dengan di Pulau Jawa. Universitas Gadjah Mada (UGM) mendapatkan dana yang banyak untuk melakukan riset-riset tentang terorisme,” sebutnya.