Internet Kunci Suksesnya Perang Modern

Brigjen Iroth mengatakan internet kunci perang modern. Foto: Ist.
Brigjen Iroth mengatakan internet kunci perang modern. Foto: Ist.

Komparatif.ID, Jakarta– Internet merupakan kunci perang modern. Demikian disampaikan Komandan Pusat Sandi dan Siber TNI-Angkatan Darat Brigadir Jenderal TNI Iroth Sonny Edhie, saat memberikan bimbingan teknis di depan para pimpinan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dari seluruh provinsi di Indonesia, Kamis sore (21/7/2022).

Bimbingan teknis berlangsung di Ruang AH Nasution Markas Besar TNI AD, Jalan Veteran Raya, Jakarta Pusat.

Brigjen Iroth mengatakan seiring dengan perubahan peradaban dari era ke era, dunia pertempuran militer di seluruh dunia pun berubah. Mulai dari pertempuran fisik dengan menggunakan tubuh, perang dengan senjata-senjata canggih produk industri persenjataan, hingga perang dengan menggunakan internet secara besar-besaran.

“Perang generasi terakhir menggunakan persenjataan dengan dukungan internet, baik untuk pertempuran udara, laut, dan darat. Pertempuran sekarang ini memanfaatkan kecanggihan internet, dan media berbasis siber,” tutur Iroth.

Salah satu bentuknya, dengan penyalahgunaan media berbasis siber, terutama media sosial, berupa merekayasa fakta dan informasi, menjungkir-balikkan fakta, menyebarkan kebohongan, dan provokasi melalui media siber.

Iroth yang banyak pengalaman menjalankan tugas di medan tempur di luar negeri, termasuk di Bosnia Herzegovina (1996), mengajak para pemimpin perusahaan media siber selalu mengingatkan para pemimpin redaksi untuk selalu mewaspadai kemungkinan adanya penyalahgunaan media siber.

Iroth mencontohkan kasus yang menimpa negara Estonia pada 2007. Negara itu lumpuh karena serangan siber.

Dalam serangan hacker ke Estonia, seluruh jaringan baik perbankan, telekomunikasi, dan jaringan vital lainnya lumpuh total. Akibatnya, aktivitas masyarakat dan negara juga lumpuh total.

Dikutip dari DW, Georgia juga punya pengalama serupa. Awal Agustus lalu (2007) Georgia yang menjadi sasaran serangan siber. Situs-situs berita online dan situs internet pemerintah lenyap dari jaringan. Senjata yang digunakan masih sama, botnet. Jose Nazario, pakar keamanan internet dari perusahaan Arbor Networks di Massachusetts, Amerika Serikat menjelaskan:

“Botnet tak lain adalah piranti lunak jahat yang diinstal oleh hacker ke jaringan komputer. Hacker kemudian dapat mengendalikan jaringan komputer itu dari jauh. Botnet merupakan singkatan dari robot network, jaringan robot. Jaringan komputer ini diubah menjadi robot tidak dapat berpikir.“

Perusahaan Arbor Networks yang berpusat di kota Lexington, negara bagian Massachusetts, Amerika Serikat, bertugas mengawasi sekitar 70 persen dunia internet dan setiap harinya mencatat ratusan serangan botnet di seluruh dunia.

Serangan di Georgia sebenarnya tidak terlalu hebat. Metode serangan yang dilakukan terhadap Georgia adalah “Distributed Denial of Service” DDoS atau Penolakan Layanan secara Terdistribusi. Praktiknya, ribuan komputer yang terinfeksi dikendalikan dari jauh untuk menyerang situs internet sasarannya, hingga akhirnya situs internet itu semakin lambat dan hancur.

Komputer-komputer yang dikendalikan dari jauh itu sama sekali tidak dirugikan. Tidak ada penelitian statistik mengenai jumlah komputer yang terinfeksi, namun diperkirakan sekitar 10 persen komputer di dunia bagian dari botnet. Ini belum tentu diketahui oleh pemilik komputer. Apakah di awal bulan Agustus itu Rusia yang melancarkan aksi serangan dunia maya terhadap Georgia?

“Kami tidak punya bukti bahwa pemerintah Rusia terlibat. Yang kami tahu adalah jenis botnet apa yang digunakan, tapi bukan dalangnya. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah bahasa Rusia. Sejumlah pengembang, penyerang dan server yang digunakan berada di Moskow dan lainnya berasal dari Amerika Serikat dan Turki. Itu bukan berarti pemerintah suatu negara adalah dalangnya.“

Alumnus Akademi Militer tahun 1993 dari kecabangan perhubungan itu juga mengajak para peserta Rapimnas SMSI untuk memikirkan bersama-sama dan berkolaborasi dengan Pusat Sandi dan Siber TNI-AD untuk menangkal penyalahgunaan media siber untuk kepentingan jahat, merusak perdamaian, dan merongrong Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Selain para pimpinan SMSI dari berbagai provinsi, hadir pula antara lain Ketua Umum SMSI Firdaus, Ketua Dewan Pertimbangan SMSI Budiman Sudjatmiko dan anggota Dewan Pertimbangan SMSI GS Ashok Kumar, Dewan Penasihat Ervik Ary Susanto, Sekretaris Dewan Pakar SMSI Hersubeno Arief, Ketua Umum Forum Pemred Media Siber Indonesia Bernadus Wilson Lumi, dan Sekretaris Jenderal SMSI Mohammad Nasir.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here