Intel Aceh dan Nyimas Utari Habisi Gubernur VOC J.P. Coen

Intel Aceh dan Nyimas Utari
Gubernur Jenderal VOC J.P. Coen, tewas pada 21 September 1629 dalams ebuah huru-hara di benteng VOC di Batavia. Dia dibunuh oleh intel Aceh dan Nyimas Utari. Kepalanya dipenggal sebagai bukti misi sukses dilaksanakan. Foto: Dok. Wikipedia.

Intel Aceh dan telik sandi Mataram bersatu demi menghabisi Gubernur Jenderal VOC  J.P. Coen. Inilah kisah Mahmudin dan Nyimas Utari, pasangan suami istri yang berhasil menjalankan misi Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Mataram.

Jan Pieterszoon Coen diangkat sebagai Gubernur Jenderal tidak berusia panjang. Dia dilantik sebagai Gubernur Jenderal VOC pada 18 April 1618, pada usia 31 tahun. Pun demikian, dia baru menjalankan mandatnya setahun kemudian.

Coen pertama kali melempar sauh di Banten pada 9 Februari 1613. Dia tiba dengan memimpin armadanya sendiri.

Baca: Hubungan Hospital Lam Weh Ee dan Atjhe Traders Association

Di Banten dia tidak nyaman. Orang-orang Banten dan Inggris membuat suasana menjadi tidak enak. J.P. Coen memindahkan Kantor VOC ke Sunda Kelapa di Jayakarta.

Pemindahan Kantor VOC ke Jayakarta tidak serta merta dapat dilakukan. J.P. Coen yang telah memiliki pasukan tempur latih tanding, menyerang Banten yang menguasai Sunda Kelapa pada tahun 1619. Banten kalah, dan Coen menduduki pelabuhan penting tersebut.

Pria kelahiran 8 Januari 1587 itu mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia, setelah ia gagal menasbihkan nama kawasan itu dengan Nieuw Hoorn, seperti nama kampung tempat ia dilahirkan; Hoorn. Usul itu ditolak oleh petinggi VOC di Belanda.

Petinggi VOC memberikan nama Batavia, sebagai bentuk penghormatan terhadap Suku Batavi, yang dianggal sebagai leluhur bangsa Belanda. Nama Batavia tidak pernah diubah hingga tahun 1942.

Pada tahun 1623, J.P. Coen menyerahkan jabatannya kepada Pieter de Carpentier. Coen pulang ke Belanda. Tidak lama di kampung halamannya, dia diperintahkan kembali ke Batavia dan ditetapkan kembali sebagai Gubernur Jenderal VOC.

Setelah dia kembali menjabat, Coen harus menghadapi perlawanan Kesultanan Banten, dan Kesultanan Mataram. Mataram yang kala itu dipimpin oleh Sultan Agung, dua kali menyerang Batavia. Serangan pertama pada tahun 1628, dan serangan kedua pada 1629. Kedua serangan itu gagal merebut Batavia. Tapi pada serangan kedua, Coen tewas, anak dan istrinya juga tewas.

Perihal peristiwa tewasnya J.P.Coen yang kemudian kepalanya dipenggal, ternyata bukan dilakukan semata dengan perang terbuka. Tapi merupakan sebuah siasat yang dirancang dengan sangat rapi, dan melibatkan sepasang suami istri yang bekerja sebagai telik sandi untuk negara masing-masing.

Alkisah, Kesultanan Samudera Pasai, telah lama menanamkan mata-matanya di dekat J.P.Coen. mata-mata itu bernama Mahmuddin, yang menyamar sebagai saudagar dan menjadi sahabat dekat Coen.

Kesultanan Mataram juga menanam telik sandinya di dalam benteng Coen, yaitu Nyimas Utari, putri dari Komandan Intel Mataram, Raden Bagus Wonoboyo. Inflitrasi Mataram ke benteng Batavia sudah dimulai sejak 1627.

Wonoboyo mengirimkan Nyimas Utari bergabung dengan telik sandi Aceh Mahmuddin yang dikenal di Batavia sebagai Wong Agung Aceh. Intensnya pertemuan keduanya sebagai intel, melahirkan benih-benih cinta. Mereka pun menikah.

Nyimas Utari dan Mahmudin memulai upaya masuk ke Batavia dimulai dari Aceh. Mereka berlayar ke Batavia sebagai pedagang. Mereka memiliki kapal dagang yang disewa oleh VOC untuk kepentingan mengangkut Meriam dari Madagaskar.

Intel Aceh dan Mataram itu benar-benar mampu mengambil hati Coen. Intel Aceh dan Mataram tersebut bahkan bersahabat dekat dengan Coen dan keluarganya. Dengan modal kepercayaan itu, Nyi Utari dan Mahmudin bebas keluar masuk kastil.

Hingga, masa itupun tiba. Mataram menyerbu Batavia. Dalam keadaan huru-hara,pada 21 September 1629, Nyimas Utari menyelinap ke dalam ruangan, menaruh racun ke dalam makanan dan minuman istri Coen, Eva Ment. Istri dan anak-anak Coen tewas karena racun yang ditaruh oleh Nyimas Utari.

Intel Aceh Mahmudin alias Wong Agung Aceh, merangsek masuk ke dalam ruangan Coen. Dia menebas Coen menggunakan golok Aceh, membuat Gubernur Jenderal VOC itu tewas pada usia 42 tahun.

Sebagai bukti bahwa misi telik sandi mereka sukses, istri intel Aceh, Nyimas Utari, mengambil golok Aceh milik suaminya, dan menebas leher Coen.

Intel Aceh dan istrinya itu kemudian diselamatkan oleh pasukan penyeludup Mataram, yang telah berhasil masuk ke dalam kastil.

Langkah raseuki peuteumun mawot. Dalam upaya melarikan diri dari benteng, Nyimas Utari terkena tembakan Meriam yang dilesakkan pasukan VOC. Ia gugur sebagai kesuma bangsa. Sang suami tak kuasa membendung duka. Sang belahan jiwa, petarung nyata di medan laga, telik sandi istimewa, telah berpulang ke haribaan Ilahi.

Intel Aceh nan perkasa itu, membopong jenazah istri tercinta, berlari dan terus berlari. Segala onak duri ia tak hirau lagi segala onak dan duri yang mengadang langkahnya.

Sembari terus menangis, intel Aceh itu membopong jenazah istri terkasih, mitra terbaik dalam bertugas, dan sahabat dalam membela kepentingan negara masing-masing. Hingga tibalah ia di Kampung Keramat, di sanalah jasad Nyimas Utari dikebumikan. Lokasinya saat ini di perbatasan Depok-Bogor.

Intel Aceh itu menyerahkan kepala Coen kepada mertuanya, Joyoboyo. Kemudian secara estafet dikirim ke Mataram di bawah tanggung jawab Komandan Tumenggung Surotani.

Tatkala kepala itu tiba di Mataram, Sultan Agung memerintahkan supaya kelapa Coen ditanam di baris ke 716 tangga menuju makam raja-raja Mataram.

Sumber: Geschiedenis van Nederlandsch Indië,Tirto.id, Historia.id, Jan Pietersz Coen A man they love to hate. The first Governor General of the Dutch East Indies as an imperial site of memory.

Artikel SebelumnyaWartawan Malaysia Bakal Hadiri HPN 2025 di Banjarmasin
Artikel SelanjutnyaPusat Pangkas Dana Otsus Aceh 2025
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here