Hati-hati Berkunjung Ke Jogja, Klitih di Mana-mana

Klitih
Tugu Titik Nol Jogja. Kota itu kian marak kriminal jalanan. Foto: Unisbank.

Klitih–kriminal jalanan– merupakan wajah lain Yogyakarta. Namun klitih disembunyikan dengan menggunakan kisah-kisah romansa; yang seakan-akan Yogya kota penuh cinta, dan semua penghuninya penuh sopan santun.

Untuk menjadi korban kekerasan oleh pelaku klitih di di Yogayakarta, Anda tak perlu harus punya masalah sebelumnya dengan pelaku. Cukup hanya menyalip mereka di jalan raya, geng klitih akan menganiaya Anda. Bahkan tak segan membunuh.

Demikian yang dialami oleh seorang pengendara motor di Jalan kaliurang, Sleman, pada Desember 2021. Enam orang terdiri dari lulusan pelajar SMA, SMK, dan bahkan siswa drop out (DO) dari SMP membacok seorang pengendara karena tersinggung disalip di jalan.

Baca: Aceh Ibu Susu Indonesia

Berdasarkan keterangannya korban mengatakan bahwa dia tiba-tiba diserang dan tidak memiliki hubungan apa pun dengan pelaku.

Kasus yang cukup menggemparkan masyarakat Yogyakarta ini dialami oleh seorang siswa sekolah menengah yang merupakan anak dari anggota DPRD Kebumen, Madkhan Anis, pada 3 April 2022.

Korban mengalami peristiwa nahas tersebut ketika tengah mencari makan sahur. Siswa yang menjadi korban pun pada akhirnya harus meregang nyawa saat sedang dibawa ke rumah sakit terdekat.

Mulanya, korban yang sedang mencari sahur dengan temannya diprovokasi oleh pelaku yang kurang lebih berjumlah lima orang. Kemudian, korban dan temannya mengejar pelaku. Hingga akhirnya saat berpapasan, pelaku melesakkan gir motor sebagai senjata yang mereka gunakan. Kasus ini pada akhirnya viral di media massa, terutama Twitter. Warganet beramai-ramai membawa istilah klitih untuk kasus tersebut.

Aksi Klitih di Tengah Ramadan

Baru-baru ini, dalam suasana Ramadan 1444 Hijriah, 15 orang pria—6 di antaranya dewasa—melakukan penganiayaan terhadap remaja 15 tahun berinisial N. akibat pengeroyokan tersebut, remaja itu harus dilarikan ke Dr. Sardjito dan menjalani tindakan operasi.

Polisi berhasil menciduk 15 orang pelaku klitih tersebut. Mereka diringkus pada Minggu (26/3/2023).

Bagaimana penganiayaan tersebut bermula?

Semuanya berawal dari N dan sembilan temannya pada Jumat dinihari (24/3/2023) menggunakan sepeda motor dari Nitikan, Umbulharjo menuju daerah di sekitar Demak Ijo, Nogotirto, Gamping, Sleman untuk mengikuti perang sarung.

Korban dan rombongan tiba di Jalan HOS Cokroaminoto, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, mereka berpapasan dengan sebagian dari rombongan pelaku yang saat itu tengah nongkrong dengan dua sepeda motor. Papasan tersebut ternyata menimbulkan percikan konflik karena adu mulut.

Setelah itu, dua sepeda motor tersebut mengejar korban dan rombongannya. Terjadilah aksi kejar-kejaran hingga SPBU Jati Kencana, Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Pelaku kemudian disusul oleh rombongannya berjumlah tujuh sepeda motor, aksi kejar-kejaran terus berlangsung hingga di Jalan Tentara Rakyat Mataram, Bumijo, Jetis. Salah satu dari pelaku melempar batu dan berhasil mengenai motor yang dikendarai N. Seketika sepeda motor yang dikendarai N kehilangan keseimbangan, menabrak pot jalan dan terjatuh. N yang terjatuh kemudian dikeroyok oleh pelaku hingga harus dilarikan ke rumah sakit.

Masih dalam suasana Ramadan, pada Jumat (24/3/2023) polisi menciduk empat pelaku klitih yang terlibat perang sarung. Empat orang remaja berinisial VS, JAF, AIW, dan HWNH ditangkap karena bentrok di Simpang Blunyaan menggunakan tali pinggang dan gir sepeda motor.

VS dan teman-temannya ditangkap oleh warga setelah sempat melarikan diri. Mereka diserahkan ke Polres Bantul.

Kasus klitih Jogja terbaru juga terjadi pada Minggu, 5 Maret 2023. Kasus ini viral di media sosial akibat terjadi kejar-kejaran dengan warga. Kejahatan jalanan ini diawali saat dua pelaku berinisial AK dan RO yang merupakan pelajar SMA di Magelang ini mengayunkan celurit besar di sepanjang jalan raya Magelang–Yogyakarta.

Mereka berdua diketahui telah melakukan pembacokan, sehingga dikejar oleh warga menggunakan mobil. Kedua pelaku tersebut sempat melawan dengan menghantamkan celurit ke kap mobil warga. Akibatnya, warga yang geram terpaksa sengaja menabrak keduanya. Setelah terjatuh, keduanya diamankan warga dan kemudian diserahkan ke polisi.

Dalam catatan Polda Yogyakarta, pada triwulan pertama 2023, polisi berhasil menciduk 77 tersangka pelaku klitih. 37 orang di antaranya masih anak-anak.

Klitih Bisa Terjadi di Mana Saja

Klitih di Yogya merupakan kriminal buta yang tidak memilah korbannya. Para pelaku bisa menyasar siapa saja sesuka hati mereka. Mereka pun beraksi kapan saja.

Pada Sabtu (15/1/2023) pukul 03.45 WIB, seorang wanita warga Dusun Putat 2, Kelurahan Putat Kapanewon Patuk, Gunungkidul, berinisial Sr (56) dianiaya orang tak dikenal saat berangkat ke pasar Piyungan. Akibatnya, pedagang daun salam itu mengalami luka sobek di pipi sebelah kanan sehingga harus mendapatkan 7 jahitan dan luka parah pada hidung sehingga harus menjalani perawatan intensif di RSUD Prambanan.

Para pelaku sepertinya tidak pernah takut kepada aparat hukum. Sejumlah pihak menyebutkan tidak adanya rasa takut kepada penegak hukum, karena secara umum publik tahu bahwa perilaku aparatur hukum di Indonesia seperti polisi, jaksa dan hakim di Prindavan. Korup dan bisa disogok.

Seorang mantan pelaku kriminal tersebut mengatakan, Jogja menjadi surga kriminal, karena polisi tidak peduli. “Kalau di Jogja ini, model polisinya kalau belum ada korban jiwa, belum ada yang kebacok kepalanya, polisi enggak bakal peduli,” ungkapnya. “Jadi, klitih ini kalau melukai saja, nabrak orang, itu biasa.” sebut seorang mantan pelaku.

Sehingga klitih di Yogya bahkan berani dilakukan hingga ke jantung Yogyakarta. Pada Selasa (7/2/2023) di titik Nol Kilometer Yogyakarta, dua remaja menggunakan sepeda motor matic warna merah, mengayunkan celurit 2 kali dan mengenai kepala pengendara lain. Keberanian remaja bercelana pendek itu melakukan aksi di pusat kota, menurut sejumlah orang, menandakan bahwa Yogyakarta merupakan kota tempat para preman bernaung. Mereka bersembunyi di balik kisah-kisah romansa Yogyakarta yang dibuat oleh penulis dan diamini mahasiswa yang kuliah dan menemukan kebebasan di kota itu.

Pelaku kriminal yang jumlahnya kian banyak di Jogja, berlindung di balik jargon romantis kota itu yang dibuat untuk menutupi kekurangan yang tak pernah mau diakui.

Asal Muasal Klitih Yogyakarta

LM Psikologi Universitas Gadjah Mada, dalam sebuah artikel berjudul Fenomena Klitih di Yogyakarta: Mengapa Bisa Terjadi? yang diposting pada 21 Mei 2022, menyebutkan klitih pertama kali muncul tahun 2016, bermula dari merupakan perilaku kenakalan remaja dan permusuhan antarkelompok.

Namun, seiring berjalannya waktu, fenomena itu engalami pergeseran. Kini tidak hanya menyasar pada kelompok tertentu, tetapi juga menyasar pada masyarakat umum secara acak.

Mengacu pada data yang tercatat oleh Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (dalam DataIndonesia.id, 2022), kasus klitih meningkat 11,54% pada tahun 2021 jika dibandingkan dengan tahun 2020.

Secara rinci, pada tahun 2020 kasus klitih mencapai angka 52 kasus dengan jumlah pelaku yang telah ditangkap sebanyak 91 orang. Kemudian, kasus pun meningkat menjadi 58 kasus dengan 102 pelaku telah ditangkap pada tahun 2021. Kasus tersebut terdiri dari 40 kasus yang telah terselesaikan, sedangkan 18 kasus masih/tidak terselesaikan.

Modus operandi yang dilakukan terdiri dari penganiayaan (32 kasus), penggunaan senjata tajam (25 kasus), dan perusakan (1 kasus). Selain itu, data Polda DIY pun mengungkapkan bahwa mayoritas pelaku masih berstatus sebagai pelajar, sedangkan sisanya berstatus pengangguran.

Fenomena klitih memang sedikit berbeda dengan fenomena begal. Jika pelaku begal memang bertujuan untuk merampas barang-barang korbannya, pelaku kejahatan khas Jogja hanya ingin menunjukkan bahwa dia bisa “melukai orang” dan hal tersebut diibaratkan sebagai sebuah “pencapaian” bagi para pelaku.

Sumber: Kumparan, Tirto, Kompas, aboutmalang. 

Artikel SebelumnyaCerpen: Lebaran
Artikel SelanjutnyaEthiopia, dari Miskin Menjadi Negara Kaya di Afrika
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here