Harbour Bay Restaurant Batam, Melepas Penat Sembari Menikmati Seafood Terbaik

Harbor Bay, merupakan kawasan kuliner dan hiburan di Kota Batam. Salah satunya yaitu Harbor Bay Restaurant yang menyajikan seafood dan live mucic. Foto: Komparatif.ID/Muhajir Juli.
Harbor Bay, merupakan kawasan kuliner dan hiburan di Kota Batam. Salah satunya yaitu Harbor Bay Restaurant yang menyajikan seafood dan live mucic. Foto: Komparatif.ID/Muhajir Juli.

Harbour Bay Restaurant, Batam, bukan saja menyajikan kuliner laut yang aduhai. Live music yang dipandu oleh biduanita bersuara merdu menambah syahdu suasana malam di tepi laut jalan Sungai Jodoh.

Pesawat udara Citilink dengan nomor penerbangan QG 925 mendarat—meski tak begitu mulus—di landasan pacu Bandara Internasional Hang Nadim, Kota Batam, Kamis (27/10/2022).

Butuh waktu tempuh 1, 25 jam dari Bandara Internasional Kuala Namu, Deli Serdang, Sumatera Utara menuju Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau. Ketika saya tiba di sana, matahari sudah kembali ke peraduan dengan sinar manjanya yang menyajikan warna emas kemilau di balik bukit nun di sana.

Saya pacu langkah menuju tempat kedatangan. Bandara Hang Nadim tidak begitu sibuk. Beberapa gate terlihat tidak ada aktivitas. Demikian juga di arrival, tidak begitu sibuk. Meski demikian, tidak pantas juga disebut sepi.

Tidak ada pemeriksaan yang sangat ketat seperti kala Covid-19 melanda. Aplikasi PeduliLindungi tidak perlu lagi diisi seperti lazimnya kala pandemi Covid-19 sedang berlangsung.

Baca juga: Pantai Lampuuk, Wisata 1000 Pesona

Sebuah mobil MPV berkelir hitam tiba di arrival, lima menit setelah kami menunggu sembari berdiri. Seorang pemuda asal Padang keluar dari mobil dengan senyum penuh persahabatan. Dia membuka pintu belakang, dan mempersilakan tamu segera masuk ke dalam kabin.

Pemuda yang menjadi sopir sekaligus guide tersebut memiliki kemampuan menyetir yang bagus. Laju mobil cukup lembut, perpindahan dari transmisi ke transmisi nyaris tak terasa. Benar-benar bagus.

Saya sempat melihat ke luar jendela kala mobil melintas di depan Masjid Tanjak yang berada di komplek Bandara Hang Nadim. Masjid tersebut khas Melayu. Berbentuk seperti peci dengan kombinasi warna biru di bagian atas, dan kuning pada bagian bawah. Dipasang bulan bintang yang cukup besar. benar-benar berkonsep Nusantara.

Sebagai musafir, saya tidak singgah di sana. Memilih langsung ke hotel, karena ada janji makan malam yang harus ditunaikan pada pukul 20.00 WIB.

Ketika tiba di Hotel Nagoya Hill Batam, langsung chek in. Sajian welcome drink saya abaikan, karena harus bergegas ke kamar, simpan barang bawaan, berkemas sedikit—tanpa sempat mandi—dan segera turun ke lobby dan melanjutkan perjalanan.

Saya dan beberapa kolega tiba di Harbour Bay Restaurant sekitar pukul 20.20 WIB. Resto tersebut berlokasi di Jalan Sungai Jodoh, Kecamatan Batu Ampar, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Harbor Bay, merupakan kawasan kuliner dan hiburan di Kota Batam. Salah satunya yaitu Harbor Bay Restaurant yang menyajikan seafood dan live mucic. Foto: Komparatif.ID/Muhajir Juli.
Harbor Bay, merupakan kawasan kuliner dan hiburan di Kota Batam. Salah satunya yaitu Harbor Bay Restaurant yang menyajikan seafood dan live mucic. Foto: Komparatif.ID/Muhajir Juli.

Malam telah sepenuhnya menyelimuti kota pelabuhan tersebut. Lamat-lamat nun di sana, lampu berkelap-kelip dari negara Singapura. Di langit, lampu pesawat terbang juga berkelap-kelip.

Harbour Bay Restaurant merupakan salah satu restoran yang menyajikan seafood sebagai menu andalan. Bersisian langsung dengan laut, sungguh suasana di resto tersebut sangat menarik.

Kursi dan meja disusun rapi menyamping laut. Diterangi dengan lampu yang ditata sedemikian rupa, serta perpadu dengan desau angin laut yang berembus manja.

Pengunjung duduk secara berkelompok, mengikuti alur meja yang telah diatur oleh pengelola restoran. Ketika saya tiba di sana, wajah-wajah yang paling banyak yaitu Melayu, Chinnese, India keling, dan ras Sumatera lainnya seperti Batak dan Padang.

Seorang biduan berambut sebahu menyanyi sembari sesekali menyapa tamu yang datang. Suaranya empuk kala mendendangkan lagu bertema pop.

Setiap selesai menyanyikan lagu yang liriknya tak saya hafal, ia mempersilakan tamu menyumbangkan suara, demi menghibur diri dan kolega.

Seorang perempuan muda yang saya taksir umurnya sekitar 30 tahun, mendendangkan lagu untuk seseorang. Pria yang namanya disebut melalui mikrofon, bangkit dari tempat duduknya. Sembari tersenyum beranjak ke tempat si biduan dadakan berdendang. Ia memberikan saweran. biduanita juga ikut ia sawer. Jangan kira seperti saweran layaknya di panggung-panggung dangdut tepi jalan, cara penyawer di sini sangat sopan. Lembaran rupiah diserahkan dari tangan ke tangan. Tanpa ada sentuhan berlebihan.

Suasana semakin asyik ketika dua orang pria yang saya taksir berusia 50 tahun ke atas, mengambil alih mikrofon. Mereka menyanyikan lagu Hotel California yang merupakan karya grub band rock Eagles. Lagu lawas yang dirilis tahun 1976 itu dinyanyikan dengan bagus.

On a dark desert highway

Cool wind in my hair

Warm smell of colitas

Rising up through the air

Up ahead in the distance

I saw a shimmering light

My head grew heavy and my sight grew dim

I had to stop for the night

………………

Welcome to the Hotel California

Such a lovely place (such a lovely place)

Such a lovely face

Plenty of room at the Hotel California

Any time of year (any time of year)

You can find it here

……………

Tak puas dengan Hotel California, mereka menyanyikan lagu Kehilangan yang dinyanyikan oleh Firman Siagian. Saya menyenangi lagu tersebut. Sempat mencoba fokus, tapi kedua pria itu sepertinya tak benar-benar mampu mendendangkannya dengan baik.

Lagu Kehilangan merupakan salah satu lagu terbaik menurut saya. Pernah sangat saya gandrugi ketika masih kuliah di Universitas Almuslim. Menjadi salah satu lagu pengantar sebelum memulai menulis cerpen bertema cinta antara dua anak manusia. Lagu-lagu lainnya seperti Jujur yang dipopulerkan oleh Band Radja, Pemuja Rahasia (Sheila on 7), Dealova (Once), dan beberapa lainnya turut menghiasi masa lalu, kala hati mudah jatuh cinta.

Sembari mendengarkan dendang yang terkadang sumbang, saya mengudap sajian kuliner Harbour Bay Restaurant. Gonggong, lala, kerapu, dan tofu yang seluruhnya berkuah kental dan sangat lezat disajikan cukup menarik. menggoda mata untuk segera menikmatinya.

Harbor Bay, merupakan kawasan kuliner dan hiburan di Kota Batam. Salah satunya yaitu Harbor Bay Restaurant yang menyajikan seafood dan live mucic. Foto: Komparatif.ID/Muhajir Juli.
Harbor Bay, merupakan kawasan kuliner dan hiburan di Kota Batam. Salah satunya yaitu Harbor Bay Restaurant yang menyajikan seafood dan live mucic. Foto: Komparatif.ID/Muhajir Juli.

Pelayanan di Harbour Bay restaurant termasuk cepat. Pramusajinya cekatan, meski tak terlihat ramah karena memakai masker. Tapi dari cara bicara, saya meyakini mereka telah dilatih dengan baik. Selain itu, perilaku konsumen juga bagus. Memiliki attitude pantas.

Ketika saya beranjak pulang, biduanita sedang menyanyikan lagu My Heart Will Go On yang dipopulerkan oleh Celine Dion, dan menjadi soundtrack sinema Hollywood: Titanic.

Harbour Bay Restaurant berada di kawasan pusat hiburan di Kota Batam. Di kawasan itu dibangun pusat perbelanjaan, hotel, restaurant, diskotik, dan pusat jajanan rakyat. Lengkap dalam satu wilayah yang dikelola dengan sangat rapi. Tua, muda, single, keluarga, datang ke sana dengan tujuan beragam.

Batam: Tutup di Luar, Hidup di Dalam

Jarum jam telah menunjukkan angka pada 22.00 WIB. Jalanan Kota Batam tidak lagi terlalu padat. Banyak toko yang telah tutup. Akan buka kembali pukul 10.00 WIB. Demikian keterangan yang disampaikan pemandu.

“Jam segini hiburan malam sudah dimulai. Diskotik-diskotik menyediakan hiburan malam untuk pengunjung yang membutuhkannya,” terang pemandu sembari menyetir menuju warung kopi di tengah kota yang menyajikan teh tarik. Di warung itu saya dan beberapa teman tidak berlama-lama. kami beranjak pulang sebelum teh tarik habis diseruput.

Tiba di hotel, dendang lagu Melayu lawas bergema di lobby. Rupanya di café hotel tersebut sedang digelar live music. Dendang melayu yang asyik. Saya tertarik, tapi tak berniat bergabung ke lounge. Saya memilih bersantai di lobby sembari membaca sebuah tulisan di sebuah situs internet.

Indera dengar saya fokuskan ke lagu-lagu Melayu lawas yang sedang didendangkan. Sangat menarik dan memorable.

Batam benar-benar menggoda; terkadang genit di tengah laju pembangunan. Negeri Melayu yang asyik bagi siapa saja. Welcome to Batam; Bandar Madani! seru seorang teman sembari tertawa renyah.

 

 

Artikel SebelumnyaMaulid Nabi di Aceh, 3 Bulan Kenduri untuk Rasul Tercinta
Artikel SelanjutnyaBank Aceh Syariah Terlalu Nyaman Tanpa Inovasi
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here