Grup musik Bink-Vho berbeda dengan band-band musik yang kita kenal selama ini. Meski berbentuk grup, tapi personelnya menyebar di beberapa negara. Latihan sering dilakukan secara online. Meski dianggap duta Aceh di luar negeri, mereka sering berjalan tanpa dukungan pemerintah.
Grup musik Bink-Vho merupakan salah satu band yang telah cukup lama malang melintang di dalam gerakan seni lintas benua. Lahir pada 1980, band musik tersebut telah menorehkan berbagai catatan penting sebagai duta Aceh di medium internasional.
Grup musik Bink-Vho dilahirkan di Pusong Lama, Kota Lhokseumawe—dulu masih bagian dari Aceh Utara. Grup tersebut dibentuk oleh para seniman seperti Taufik Zulfiadi alias Didi yang bertugas sebagai vocalis.
Vocalis lainnya yaitu Azwar alias Bugel. Gitaris Yudhi, Bass dipegang oleh Rizal (Wok), keyboard oleh Fadhil (almarhum), dan drum ditabuh oleh Rijal, yang juga telah berpulang ke haribaan Ilahi.Merekalah yang mendirikan grup musik Bink-Vho.
Baca: Tak Semua Cina Menjadi Toke
Pada era 80-an, mereka seringkali mendapatkan suara dalam ajang music di Aceh dan sekitarnya.
Demikian kisah yang diutarakan oleh Zulfadli Kawom, vokalis Bink-Vho generasi kedua, Minggu (24/8/2025) saat sedang menyeruput kopi pancung di salah satu warkop di bilangan Lampineung, Kota Banda Aceh.
Pria bertubuh subur yang seringkali membiarkan rambut panjangnya berkibar-kibar diterpa angin, merupakan salah satu saksi sejarah perjuangan grup musik Bink-Vho di dalam blantika musik.
Grup musik itu terus bertumbuh, meski sokongan dari pemerintah tetap tidak didapatkan. Mereka tidak mengeluh dan terus berkarya. Karena mereka memahami dalam banyak hal, termasuk budaya dan seni, pemerintah seringkali hanya membuat jargon kosong.
Kabar baiknya, meski tanpa sokongan pemerintah, mereka tetap terus berkarya, bahkan telah melintasi benua. Bahkan di Australia, mereka pernah melanglang buana dari satu event ke event lainnya selama tiga bulan.
Baru-baru ini, grup musik Bink-Vho tersebut telah mendapatkan undangan manggung Austin Stadium, Johor, Malaysia. Di sana mereka kolaborasi dengan KanDe Band dan Sanggar Seni Cut Meutia.
Bila tidak ada aral melintang mereka diundang untuk hadir pada 29 Agustus. Nanti pada November tahun ini, mereka juga telah diundang tampil di Belanda dan Rusia.
“Kita tampil di luar negeri sebagai perwakilan Aceh dan Indonesia. Meski berangkat secara swadaya, selama kami mampu, pasti kami akan bergerak,” kata Zulfadli, yang juga seorang penulis yang sering kritis dalam tulisannya.
Kabar buruknya, pada Agustus ini mereka gagal melawat ke Perancis dan Filipina, karena tidak memiliki dana. Padahal undangan sudah diterima. Tahun depan, mereka juga sudah mendapatkan undangan tampil di Australia.
Australia merupakan salah satu negara yang paling sering menjadi tempat mereka menjadi duta Aceh tanpa SK. Sejak 2012, mereka sering manggung di Sidney dan Melbourne.
Tahun 2017 dan 2019, grup musik Bink-Vho keliling western Australia. Penampilan mereka mendapatkan apresiasi dari penonton dan penyelengara musik indie. Para personel bukan hanya jago bernyanyi dan memainkan alat musick. Tapi juga mampu menari Seudati, Saman, dan atraksi debus.
Setiap kali tampil, mereka pasti membuat pertunjukan yang bukan sekadar menyanyi. Dipadu dengan alat music tradisional Aceh, Bink-Vho mendapatkan standing applaus dari penonton.
Selama di Negeri Kangguru, mereka berkolaborasi dengan para pelajar dan mahasiswa Indonesia, serta komunitas Indonesia lainnya seperti perkumpulan suku Jawa, Sunda, Padang, Batak, dan NTB. Mereka bersama-sama mempromosikan budaya Indonesia di negeri itu.

Petualangan mereka di Australia harus berhenti ketika Covid-19 melanda dunia sejak awal 2020. Semua aktivitas dibatasi dan kemudian dilarang. Meski demikian mereka tetap latihan, dan sesekali berkumpul untuk bersilaturahmi.
Zulfadli Kawom mengatakan, mereka lebih bahagia tampil di luar negeri, karena pihak event organizer (EO) lage crah meunan beukah. Hana meukabom-kabom. Mereka membayar secara profesional. Sebelum tampil, mereka telah dikontrak.
Berbeda dengan di Aceh, ajakan tampil mengisi Aceh seringkali tidak disertai kejelasan honor. Bahkan tidak ada kontrak sama sekali. Itu yang membuat grup tersebut enggan tampil di Aceh.
“EO luar negeri bekerja sesuai norma syariah. Sebelum keringat kita kering, honor sudah dibayar sesuai dengan jumlah yang tertera di kontrak. Di sini, meski daerah syariah, honor tak jelas, dibayar suka-suka hati. Ketimbang kami merepet, lebih baik tidak sama sekali,” kata Kawom.
Pada kesempatan itu dia sempat memuji nilai profesionalitas almarhum H. Saifannur. Ketika pengusaha itu menjadi Bupati Bireuen, dan mengundang seniman rapai Pasee ke Bireuen, honornya jelas, bayarannya juga cepat.
“Demikian juga H. Mukhlis yang kini menjadi Bupati Bireuen. Dia langsung membayar jerih seniman. Saya merasakan langsung ketika diundang mengisi acara,” pujinya.
Grup Musik Bink-Vho, Berkhidmat untuk Aceh dan Seni
Meski tampil di luar negeri, mereka tetap mengabdikan diri untuk Aceh. Walau banyak seniman luar sempat mengira mereka berasal dari komunitas seni dari Mediterania. Bahkan ada yang mengira mereka dari India, Pakistan, Libanon, Arab, dan Yaman.
Menurut Zulfadli sangkaan itu tidak salah. Karena Aceh merupakan sebuah bangsa yang terbentuk dari interaksi dan perkawinan antar-bangsa. Aceh yang identik dengan Arab, Cina, Eropa dan India—terjemah ngasal Aceh—memang telah melahirkan etnik yang unik
Markas mereka tidak tetap. Kadang di Lhokseumawe, kadang di Banda Aceh. Tiba-tiba pindah ke Malaysia, juga kadang di Australia. Untuk markas besar Bink-Vho tetap di Lhoksukon, ibukota Aceh Utara.
“Lhoksukon menjadi pusat manajemen,” ujar Zulfadli Kawom.
Dia mengatakan, semua personel telah sepakat, grub musik Bink-Vho tersebut akan terus berkiprah untuk menjadi duta Aceh.
Bangkit, Padam, dan Bangkit Lagi
Teuku Emi Syamsuri bergabung bersama Bink-Vho pada tahun 2005. Ia merupakan generasi kedua dalam grup etnis tersebut. Karena suaranya yang empuk dan khas, dia didapuk sebagai salah satu vokalis.
Setelah damai Aceh, grup tersebut sempat mulai kembali naik daun. Tampil di beberapa daerah. Akan tetapi pada tahun 2008 Teuku Emi Syamsuri harus melarikan diri ke luar negeri, setelah film garapannya Angen Badeba, yang mengangkat kisah pertempuran antara GAM dan tentara Republik Indonesia di ujung konflik, dipersoalkan oleh aparat keamanan. Kala itu Teuku Emi hengkang ke Sydney, Australia.
Pada tahun 2015 Bink-Vho kembali berkiprah dan membuat album perdana yang diberi judul Cut Nyak Dhien. Bink-Vho saat ini sedang sibuk mempersiapkan album nasional pertama yang bertajuk She Love Me, yang akan bekerjasama dengan Luncai Emas Malaysia, sebuah label di Malaysia.
Untuk mengelola dua tema lagu, nasional dan etnik, Bink-Vho juga punya dua struktur band, yang satu untuk lagu-lagu nasional, satu lagi untuk lagu tradisi.
“Lagu-lagi grup musik Bink-Vho banyak diadaptasi dari cerita rakyat, mitos, sejarah, dan budaya Aceh,” imbuhnya.
Personel Bink-Vho Saat Ini
Ini dia personil Bink-vho Band sekarang.
Vocal: Teuku Emi Syamsyumi Vocal 1 dan Guitar 2, Zulfadli Kawom:Vocal 2 dan Rapai, Lead Gitar: Fadlul Sunni, Bass: Munzil, Rapa-i: Erwi. Genderang: Romi Pasla. Surune kale: Iqbal.













Sebagai seorang profesional, wajib minta kontrak kerja. cuma karena di Aceh jarang perusahaan profesional, jadilah kek gitu. Bisa juga langsung di depan minta kontrak kerja, no contract, no deal. Barangkali banyak yang nggak bisa bikin kontrak? mungkin perlu ditunjukin juga contoh-contoh kontrak yang pernah di dapat dari luar. seperti ini contoh kontrak kami waktu di luar. coba bikin serupa.
Kadang pun, udah kontrak, bayaran pun melayang, ditunda-tunda dan berharap kaya raja juga banyak yang kayak gitu. jadi susah juga memang, banyak kena penyakit.