Gendang Pj Bupati Pidie Perihal Rumoh Geudong

Pj Bupati Pidie
Pj Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto. Foto: kanalaceh.

Pernyataan Rumoh Geudong bukan situs sejarah yang disampaikan oleh Pj Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto, Kamis (22/6/2023)membuat seluruh Aceh heboh. Banyak orang mengecam pernyataan Direktur Perencanaan Pengendalian Kegiatan dan Operasi BIN.

Pada titik ini, Pj Bupati Pidie Ir.Wahyudi Adisiswanto, M.Si, berhasil membalikkan bulir salju menjadi bola besar yang menggelinding ke arahnya. Berbagai pihak mengira bila sang intelijen telah melakukan blunder. Tapi siapa nyana, bila pernyataan itu lahir dari analisa matang. Tidak serta-merta lahir tanpa pertimbangan.

Isu Rumoh Geudong kembali menjadi pembicaraan publik. Hal ini diawali dari rencana kick off penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non yudisial. Proses ini akan “turun tanah” di bekas Rumoh Geudong, Bili Aron, Mutiara Tiga, pada Selasa (27/6/2023).

Baca: Situs Rumoh Geudong Tak Boleh Hilang

Sebagai spot kick off, Pemerintah Pidie membebaskan lahan di bekas tapak rumah milik Teuku Raja Umar yang dibangun tahun 1918. Rumah yang pernah menjadi pusat pengaturan strategi melawan kaphe Beulanda, kemudian digunakan oleh Kopassus sebagai salah satu pos sattis di Pidie. Di dalam bilik rumah itulah sepanjang 1989-1998 pasukan pemerintah yang sedang melaksanakan Operasi Jaring Merah, melakukan serangkaian penyiksaan, hingga penghabisan nyawa warga sipil yang diduga terlibat atau mendukung GAM.

Jelang kick off, yang mengudara kepada publik adalah rencana pemerintah membangun masjid di atas tanah itu. Banyak orang protes bahwa tak pantas dibangun masjid di sana. Elemen Komite Peralihan Aceh secara diplomasi penuh kelembutan, mengimbau pemerintah supaya tidak membangun masjid di sana. Alasan yang diajukan sangat masuk akal, karena di Mukim Aron sudah ada dua masjid.

Elemen sipil non eks kombatan justru lebih meutaring lagi. Mereka menolak masjid dibangun di atas kubangan darah. Rumoh Geudong merupakan tempat penyiksaan dan pembunuhan. Jangan ditutup dengan bangunan religius.

Sebagian elemen eks kombatan terpecah. Ada yang mendukung pembangunan masjid, ada pula yang tidak. Semua pendapat itu menjadi gule rampoe yang hingar-bingar di dalam diskusi politik di linimasa media sosial.

Tone dari Pj Bupati Pidie

Dalam konteks ini, Pj Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto memainkan tone. Ia mengisi wacana baru di tengah debat kusir. Bahwa Rumoh Geudong bukan situs sejarah. Tidak bisa disamakan dengan dengan Monumen Arif Rachman Hakim di Jakarta.

Tone yang ditekan oleh Pj Bupati Pidie mendapat perhatian paling luas. Ia dikecam. Tapi ia berhasil memindahkan masalah kepada dirinya. Akhirnya, harapan beberapa pihak supaya adanya demonstrasi ketika Jokowi datang ke Aceh, sampai satu hari jelang kedatangan, tidak terjadi.

Tidak ada juga kelompok kritis yang mengoreksi hasil kerja PP HAM yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim PPHAM berat.

Seperti apa hasil rekomendasi PPHAM untuk penangangan korban pelanggaran HAM berat di Aceh dan daerah lainnya di Indonesia? Kompensasi seperti apa yang diterima oleh korban dan keluarga korban? Apakah sesuai dengan definisi hak korban pelanggaran HAM berat? Ataukah sekadar seperti bantuan yang selama ini telah diberikan kepada warga miskin?

Inti dari penyelesaiakan secara non yudisial adalah korban dan keluarga dapat apa. Tentunya yang istimewa. Sesuatu yang baru. Hal yang tidak sama dengan rakyat miskin lainnya. Mereka korban pelanggaran HAM berat, bukan fakir miskin yang dapat dipulihkan dengan jaminan kesehatan plus, dengan hand tractor, rumah bantuan tipe 36, dengan bantuan peralatan membuat kue. Dengan beasiswa untuk anak-anak mereka.

Korban pelanggaran HAM berat butuh extra ordinary approach, karena mereka mengalami extra ordinary crime againt humanity dari aparat negara. Mereka harus ditangani secara berbeda. Negara harus memberikan keistimewaan yang bukan sekadar bantuan seperti yang telah ada selama ini.

Tapi protes itu tidak muncul. Diskusi tentang itu tidak mengemuka. Hampir seluruhnya meributkan tentang rencana pembangunan masjid di bekas tapak Rumoh Geudong. Bila penolakan itu sampai ke telinga Presiden, dan ia mengatakan bahwa akan ada memorial park di dalam kompleks masjid, kita mau apalagi?

Dalam bertindak, orang Aceh seringkali berlaku seperti haba maja yaitu lagee boh trueng lam ji-e. Menggelinding kemana tampi dimiringkan. Pj Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto memahamai karakter itu. Ia menabuh gendang “syair perang” dan orang Aceh menari penuh gairah di dalamnya.

Akhirnya, bilapun kelak timbul protes dan demonstrasi, setelah Presiden kembali ke Jakarta. Bila terjadi, kelak Wahyudi akan didemo oleh mahasiswa atau elemen lainnya. Tapi tone-nya telah lebih duluan dimainkan oleh Wahyudi. Wajah negara selamat. Sebagai prajurit Wahyudi tentu sudah siap memikul tugas ekstra.

Artikel SebelumnyaLiga 1 Akan Menggunakan VAR
Artikel SelanjutnyaTiger Woods, Pegolf Terkaya di Dunia
Redaksi
Komparatif.ID adalah situs berita yang menyajikan konten berkualitas sebagai inspirasi bagi kaum milenial Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here