Gen Z: Dari Stigma, Menuju Harapan

Gen Z: Dari Stigma, Menuju Harapan
Ilustrasi. Foto: Komparatif.ID.

Mudah rapuh, tidak punya harapan, & malas—kalimat yang seringkali disematkan kepada Gen Z oleh generasi sebelum mereka. Mereka berasumsi bahwa faktor utama lebih rapuh dibanding generasi sebelumnya adalah pengaruh digital.

Benar adanya, Gen Z adalah generasi yang lahir di era digital (digital native), tepatnya lahir di rentang tahun 1997 hingga 2012. Kelahiran mereka disambut dengan teknologi canggih dan kemudahan mengakses media sosial seperti Instagram dan Tiktok, yang seringkali membuat mereka lebih sibuk dengan dunia virtual dibandingkan realita di sekitar.

Namun, apakah adil jika stigma diatas melekat kepada Gen Z, padahal mereka tidak punya pilihan lahir di era tersebut? Lantas, apakah fenomena ini menutup jalan bagi untuk berdampak?

Faktanya, stigma diatas bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto: “Indonesia emas 2045, ada di tangan anak muda”. Pernyataan ini wajar dan realistis mengingat pada tahun 2030–2040 mendatang, BPS memprediksi Indonesia akan dihadapkan dengan fenomena bonus demografi, dimana ada lonjakan penduduk yang signifikan hingga 297 juta jiwa. Dari jumlah itu, 64% didominasi usia produktif, salah-satunya Gen Z.

Artinya, citra Indonesia pada dua dekade mendatang ada di tangan anak muda, mereka yang akan mewarnai, menjaga, dan melestarikan Indonesia yang penuh sejarah, ragam budaya, dan keindahan alam yang memanjakan mata.

Namun, sungguh ini tantangan sulit bagi Gen Z sendiri, sebab disamping mereka dibebani menjadi garda terdepan dalam merealisasikan Indonesia Emas 2045, mereka juga masih dilabeli generasi strawberry (lemah).

Oleh karena itu, daripada kita sibuk saling salah menyalahkan dan jatuh menjatuhkan antar generasi, mengapa tidak memilih untuk bekerja sama dan bahu-membahu demi citra Indonesia di masa depan?

Sebagaimana pesan para pendahulu kita “yang lebih tua sayangi yang muda, dan yang lebih muda hormati yang tua”. Sayangi yang muda juga dapat diartikan: membantu yang muda.

Baca juga: Parlemen Digital: Ekspresi Demokrasi ala Gen Z Nepal

Sebagai bagian dari Gen Z, menurut saya bapak/ibu serta abang/kaka sekalian, kami hanya butuh satu hal dari kalian: kepercayaan. Percayalah bahwa kami tidaklah seperti stigma yang sering dilabelkan, stigma itu benar tapi tidak semuanya. Setidaknya, percayalah kepada kami dalam dua hal berikut:

Gen Z: Senang Belajar Hal Baru

Tidak semua Gen Z itu malas. Faktanya, tak sedikit saya temukan teman-teman sejawat yang memiliki aktivitas produktif harian seperti, senang belajar hal-hal baru (curiocity) dan aktif dalam kegiatan sosial.

Pernyataan di atas didukung dengan studi Mckinsey (2018), yang menyebut ada empat karakter besar Gen Z yang membuktikan bahwa mereka adalah generasi pencari kebenaran. Mencari kebenaran di sini bermakna belajar. Adapun empat karakter itu adalah:

The Underfined IDE—Gen Z sangat menghargai ekspresi serta serta pendapat antar generasi dan kalangan tanpa menghakimi. Usia mereka adalah fase mencari jati diri, sehingga terbuka terhadap keunikan dan perbedaan. Karakter ini sangat dibutuhkan dan menjadi nilai tambah dalam kerja tim.

The Communaholic—Gen Z memiliki empati tinggi dan tertarik terlibat dalam berbagai komunitas positif sebagai wadah belajar dan menebar manfaat. Ini relevan dengan pengalaman saya pribadi, dimana bulan lalu saya memberanikan diri untuk menganggas sebuah ruang bertumbuh yang bernama Open Mic. Platfotm ini saya fokuskan untuk meningkatkan level komunikasi dan rasa percaya diri.

The Dialoguer—Gen Z yakin bahwa setiap konflik pasti ada jalan keluar dan komunikasi adalah kuncinya. Mereka terbuka terhadap perbedaan sudut pandang dan mau berdiskusi. Dalam kacamata agama, hal ini serupa dengan musyawarah: ruang berdiskusi murni untuk mencari solusi, bukan sekedar berargumentasi belaka.

The Realistic—Gen Z cenderung realistis dan analitis dalam memutuskan suatu. Mereka lebih memilih mencari tahu informasi secara mendalam terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu, sehingga dapat meminimalisir kekeliruan dan penyesalan.
Dari pengamatan Mckinsey diatas, telah jelas bahwa empat karakter Gen Z membuktikan bahwa mereka memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Generasi Harapan

Uniknya, stigma di masyarakat sering melabelkan Gen Z sebagai pemalas, padahal faktanya mereka juga jarang diberi panggung oleh generasi sebelumnya dengan alasan mimim pengalaman. Bukankah demikian, sobat muda?.

Padahal kata Anies Baswedan: “Benar anak muda itu minim pengalaman, maka dari itu mereka tidak menawarkan masa lalu. Mereka menawarkan masa depan.” Karena bagaimanapun, Gen Z-lah yang akan menjadi garda terdepan Indonesia mendatang.

Dengan kemudahan akses digital hari ini, Gen Z terbukti lebih berempati, peka terhadap isu sosial, dan berani bersuara. Salah satunya adalah Rian Rahardi, yang dikenal luas sebagai Presiden Gen Z Indonesia. Ia adalah contoh anak muda yang lantang menyuarakan hak-hak kemanusiaan, sosial, dan budaya di Indonesia.

Rian Rahardi memanfaatkan media sosial untuk mengedukasi pengikutnya agar peduli dan turut terlibat terhadap fenomena politik Indonesia yang diakomodir oleh pemerintahan Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.

Rian hanyalah satu contoh. Saya yakin masih banyak “Rian-Rian lain” di seluruh Indonesia—anak muda yang siap menjadi agen perubahan bagi nusa dan bangsa.

Lantas pertanyaannya, apakah generasi sebelumnya akan terus melihat generasi ini dengan kacamata negatif, atau sudah saatnya memberi ruang agar kami membuktikan diri?

Mari mulai hari ini, kita hindari kesenjangan generasi dan normalisasi perbedaan, karena setiap generasi punya keunikan masing-masing. Seperti pepatah berkata: Setiap masa ada orang nya dan setiap orang ada masa nya..

Hari ini dan esok, Gen Z-lah yang akan mengakomodasi Indonesia dengan keunikan, kreativitas, dan inovasi mereka.

Artikel SebelumnyaMahasiswa Ilmu Administrasi Negara UIN Ar-Raniry Belajar Literasi Keuangan ke BI
Artikel SelanjutnyaKapolda Aceh Ingatkan Influencer: Jangan Asal Sebar Informasi, Cek dan Recheck Dulu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here