
Komparatif.ID, Addis Ababa—Pemerintah Ethiopia mengumumkan pembangunan bendungan terbesar di Afrika, Grand Renaissance Dam, yang berlokasi di Nil Biru telah rampung dikerjakan. Peresmiannya akan dilakukan pada September 2025.
Proyek ambisius tapi terukur Pemerintah Ethiopia, yang menginginkan berdirinya bendungan terbesar di Afrika di negara itu, akhirnya terwujud. Grand Renaissance Dam yang mulai dibangun tahun 2011, kini telah selesai sepenuhnya.
Dalam sidang Parlemen Ethiopia, Kamis (3/7/2025) Perdana Menteri Abiy Ahmed menyampaikan Grand Renaissance Dam (GERD) yang menjadi bendungan terbesar di Afrika, merupakan proyek hidroelektrik terbesar di Sungai Nil Biru.
Dalam pidatonya Abiy Ahmed mengatakan Pemerintah Mesir dan Sudan tidak perlu khawatir. Selain akan diundang secara resmi pada peresmiannya, kedua negara juga tidak akan dirugikan atas peluncuran bendungan raksasa tersebut.
Baca: Ethiopia Akan Menjadi Penyedia Listrik Terbesar di Afrika
Baca: Ethiopia, dari Miskin Menjadi Negara Kaya
“Peresmian akan dilakukan setelah musim hujan berakhir. Pada September 2025. Mesir dan Sudan tidak perlu khawatir. Mereka tidak akan rugi apa pun. Proyek ini tidak dimaksudkan untuk merugikan keduanya,” kata Abiy.
Dia juga menekankan tidak setetespun air berkurang di Bendungan Tinggi Aswan. “Mari kita bekerja sama secara regional,” serunnya.
Seruan tersebut wajar disampaikan, karena sejak ide itu pembangunan bendungan berkapasitas raksasa—lebih besar dari Bendungan Tinggi Aswan—diluncurkan ke publik, dan kemudian mulai diwujudkan pada tahun 2011, Pemerintah Kairo dan Khartoum melakukan protes. Mereka menolak pembangunan tersebut. Kedua negara khawatir kehadiran bendungan terbesar di Afrika tersebut akan mengurangi pasokan air untuk kedua negara di hilir.
Tapi Ethiopia mengabaikan protes kedua negara tetangga. Sebagai wilayah berdaulat, Pemerintah Ethiopia merasa kedua negara terlalu jauh ikut campur. Apalagi, ketika Ethiopia masih sebagai negara miskin, Mesir dan Sudan tidak pernah melibatkan negara itu dalam perjanjian-perjanjian penting bidang ekonomi.
Abiy menyebutkan pihaknya tetap membuka ruang negosiasi guna mengatasi kekhawatiran Mesir dan Sudan. Perselisihan mengenai pengisian dan pengoperasian bendungan merupakan salah satu masalah diplomatik paling kompleks di kawasan ini.
Sebuah terobosan potensial dalam pembagian air regional terjadi tahun lalu ketika Sudan Selatan bergabung dengan Perjanjian Kerangka Kerja Sama Cekungan Sungai Nil (CFA), yang juga dikenal sebagai Perjanjian Entebbe.
Pakta tersebut berpeluang membentuk Komisi Cekungan Sungai Nil.
Sekarang, demi menghindari hal buruk terjadi, Pemerintah Ethiopia memperketat pengamanan di bendungan terbesar di Afrika tersebut. Sejumlah unit pasukan khusus ditempatkan di sana. Mereka dalam kondisi siaga satu.
Kapasitas GERD Bendungan Terbesar di Afrika
Bendungan Renaissance dibangun secara mandiri oleh Pemerintah Ethiopia. Dengan nilai total 4,2 miliar dollar AS, pemerintah negara itu membangun sebuah mega proyek yang membuat Mesir dan Sudan ketar-ketir. Kedua negara sempat memaksa proyek itu tidak dilaksanakan, sebelum mereka bertiga duduk bersama.
Tapi Ethiopia memandang tidak perlu duduk dengan mereka yang tidak menghargai negara tersebut di masa lalu. pembangunan bendungan Renaissance sepenuhnya di bentangan Nil Biru, di dalam negara berdaulat tersebut.
Meskipun negosiasi sudah beberapa kali dilakukan di bawah Uni Afrika, tapi tak kunjung menemukan titik temu. Ethiopia tidak menunggu. Mereka terus mewujudkan cita-cita nasionalnya.
Bendungan Besar Renaissance yang terletak 500 kilometer di barat laut Addis Ababa, tepatnya di wilayah Benishangul-Gumaz di sepanjang Sungai Nil Biru, akan mengubah Ethiopia menjadi paru-paru Afrika.
GERD akan menjadi bendungan terbesar di Afrika dan menjanjikan transformasi masa depan energi Ethiopia: proyek ini akan memberikan kontribusi berkelanjutan bagi pengembangan energi negara, dan akan mencegah lebih dari dua juta ton CO2 terlepas ke atmosfer setiap tahun.
Proyek ini melibatkan pembangunan bendungan utama berbahan Beton Padat Rol (RCC), dengan panjang 1.800 m dan tinggi 175 m. Bendungan ini membutuhkan 10,7 juta meter kubik beton untuk pembangunannya.
GERD membentuk waduk seluas 172.500 meter persegi, yang dapat menampung hingga 74 miliar meter kubik air.
Pembangkit listrik yang dibangun di sana, akan mengeluarkan tenaga listrik 6.000 megawatt, yang akan dipergunakan untuk kebutuhan domestik dan ekspor.
Proyek besar itu telah berdiri dengan gagah, membentang di tubuh Nil Biru. Proyek itu dibiayai seluruhnya dari dalam negeri. Melalui pajak dan penjualan obligasi.
Bila tidak ada aral melintang, GERD akan menjadi penyedia energi untuk 30 kawasan industri yang akan meningkatkan kontribusi pendapatan ekspor mencapai 22 persen. Industri manufaktur yang akan dibangun di sana, telah dilirik oleh berbagai perusahaan besar dunia, termasuk dari Indonesia. Salah satunya Salim Wazaran Yahya Food Manufacturing PLC, anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk.
Sumber: sudantribune.com, anadoluagency, BBC, dan riset Pustaka.