Dulu Ia Tidak Menyukai Lebaran

Lebaran
Ilustrasi anak miskin di hari Lebaran. Ilustrasi by Meta.

32 tahun lalu ia sangat membenci Lebaran. Setiap Lebaran tiba hatinya luka. Semuanya karena satu orang. Orang itu adalah ayahnya sendiri. Pria yang pergi begitu saja, meninggalkan dia dan ibunya.

Baca: Dina Tak Kunjung Pulang Seusai Diajak Beli Baju Lebaran

Trimo Leksono memendam marah tiap kali Lebaran tiba. Ia memendam luka. Hatinya teriris perih, rasa sakitnya hingga ke ulam jantung. Kisah itu dia tulis di media sosial Thread.

Trimo Leksono menulis kisah masa lampaunya. Dulu ia sangat menikmati Ramadan. Menghabiskan waktu bersama teman-teman sembari salat Tarawih, mengaji bersama dan bermain-main di langgar yang lantainya dibuat dari bambu dan kayu.

Tapi tiap kali jelang Idulfitri ia tiba-tiba tidak lagi gembira. Ia berduka, dan tidak menyukai Lebaran.

Puluhan tahun lalu, sebagai anak-anak, ia selalu merasa rendah diri bila Lebaran tiba. Anak-anak lain mengenakan baju baru, dan kantongnya penuh dengan uang saku yang diberikan oleh ayah dan keluarga mereka yang pulang dari Jakarta. Sedangkan dirinya jangankan baju baru, uang saku saja tidak ada yang beri.

Kala itu bagi Trimo, makan bakso saja merupakan suatu yang mewah. Konon lagi uang saku dan baju baru.

Ibunya bekerja sebagai penyadap di kebun karet yang pendapatannya hanya cukup untuk makan. Ibunya membesarkannya sebagai single parent. Ayahnya pergi meninggalkan mereka begitu saja. Tak peduli apa pun, dan tidak jelas di mana berada.

Setiap Lebaran tiba, ia hanya duduk di rumah, menyendiri dengan segenap pikiran-pikiran kecewa terhadap apa yang dirinya dapatkan di dalam hidup.

Suatu ketika rumah tempat ia bernaung terbakar. Ia diselamatkan oleh tetangga. Dia mengutuk diri mengapa diselamatkan. Harusnya penderitaan batin telah usai terbakar bersama rumah mereka.

Pada suatu Lebaran, seorang tetangga bernama Lek Winarko memanggilnya yang sedang bersedih. Ia diberikan uang saku dan kue-kue dari Jakarta.

Hati Trimo sangat bahagia. Ia membalas kebaikan hati Lek Winarko dengan senyum paling manis. Ia bahagia, dan sangat bahagia.

Sejak saat itu Trimo mulai menyukai Idulfitri. Dia berjanji bila besar kelak akan memberikan uang saku kepada anak-anak lain. Tidak boleh ada anak yang bersedih pada Hari Raya.

“Minimal anak-anak, siapapun dia yang bersilaturrahim ke rumah saya,” tulisnya.

Kini ia telah besar. Dia menunaikan janjinya, semampu yang dapat ia lakukan.

Artikel SebelumnyaBulan dalam Kebudayaan Manusia
Artikel Selanjutnya2 Jemaah Salat Id di Pemalang Meninggal Tertimpa Pohon
Redaksi
Komparatif.ID adalah situs berita yang menyajikan konten berkualitas sebagai inspirasi bagi kaum milenial Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here