
Komparatif.ID, Banda Aceh— Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bersama Pemerintah Aceh gelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Qanun (Raqan) tentang Perubahan Kedua atas Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal.
Pembahasan berlangsung di Ruang Serba Guna DPRA pada Selasa (14/10/2025), dan menjadi langkah penting dalam memperkuat kelembagaan Baitul Mal Aceh sebagai lembaga keistimewaan daerah yang mengelola zakat, infak, wakaf, serta harta keagamaan lainnya.
Ketua Komisi VII DPRA, Ilmiza Sa’aduddin Djamal, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Baitul Mal memiliki peran strategis dalam memperkuat sistem ekonomi Islam serta memperluas jangkauan keadilan sosial di tengah masyarakat.
Namun, menurutnya, seiring dengan perubahan dan dinamika zaman, sejumlah ketentuan dalam qanun sebelumnya perlu diperbaiki dan diperjelas agar pelaksanaan fungsi Baitul Mal dapat berjalan lebih optimal, akuntabel, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.
Raqan perubahan ini memuat sejumlah poin penting, di antaranya penguatan kelembagaan Baitul Mal di tingkat Aceh, kabupaten/kota, dan gampong yang ditegaskan sebagai lembaga independen dengan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan.
Struktur organisasi juga diperjelas, mencakup Dewan Pengawas Syariah (DPS), Badan Baitul Mal Aceh atau Kabupaten/Kota (BMA/BMK), Sekretariat, serta Baitul Mal Gampong (BMG).
Baca juga: Polda Minta Pansus DPRA Buka Data 1000 Beko Tambang Ilegal Untuk Ditindaklanjuti
Dalam aspek pengawasan dan akuntabilitas, peran DPS dan Dewan Pengawas akan diperkuat untuk memastikan pengelolaan keuangan berjalan sesuai prinsip syariah. Selain itu, mekanisme audit internal maupun eksternal dengan melibatkan akuntan publik akan diterapkan guna menjamin transparansi dan kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.
Rancangan qanun juga menegaskan bahwa dana zakat dan infak akan menjadi bagian dari Pendapatan Asli Aceh Khusus (PAA Khusus) serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota Khusus, sehingga tidak lagi masuk ke dalam kas umum daerah. Batas maksimal penggunaan dana amil ditetapkan sebesar 12,5 persen dari total zakat, sesuai dengan prinsip syariah.
Dari sisi perencanaan dan profesionalisme, Baitul Mal diwajibkan menyusun rencana strategis lima tahunan dan rencana kerja tahunan. Perekrutan tenaga profesional non-aparatur sipil negara serta anggota badan Baitul Mal akan dilakukan melalui mekanisme seleksi independen dan uji kelayakan.
Selain itu, pengelolaan aset umat menjadi perhatian utama dalam pembahasan ini. Baitul Mal akan diperkuat dalam pengelolaan wakaf produktif dan investasi berbasis syariah atau istitsmar.
Baitul Mal Gampong juga ditegaskan memiliki peran dalam pengawasan wali dan pengelolaan zakat di tingkat desa agar penyaluran dana ke masyarakat lebih tepat sasaran.
Raqan perubahan ini diharapkan mampu memperkuat independensi dan profesionalisme Baitul Mal Aceh, menjamin pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) yang lebih transparan serta memberikan dasar hukum yang lebih adaptif terhadap dinamika sosial dan kelembagaan.