Komparatif.ID, Sinabang— Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh menyegel sebuah bagan apung ilegal yang beroperasi tanpa izin di perairan Lhok Air Pinang, yang termasuk dalam kawasan konservasi Pulau Pinang, Pulau Siumat, dan Pulau Simanaha (PISISI) di Kabupaten Simeulue.
Kepala DKP Aceh, Aliman, mengatakan aktivitas ilegal di sektor kelautan bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga merusak ekosistem laut serta mengganggu keseimbangan ekonomi dan sosial masyarakat pesisir.
Penyegelan ini, menurutnya, merupakan bagian dari upaya kolektif untuk memastikan keberlanjutan sumber daya laut Aceh.
“Kami serius menindak pelanggaran untuk menjaga kelestarian kawasan konservasi,” ujar Kepala DKP Aceh, Aliman, dalam keterangan persnya, Minggu (15/12/2024).
Proses penyegelan bagan apung tersebut dilakukan bersama tim gabungan yang melibatkan Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo, Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Dit Polairud) Polda Aceh, serta Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas).
Bagan apung yang disegel diketahui milik SR, seorang warga Simeulue Timur berusia 38 tahun, yang telah menerima dua surat teguran sebelumnya.
Baca juga: Puluhan Remaja Bersajam Beraksi di Kutablang, 7 Orang Ditangkap
Pengawas Perikanan DKP Aceh, Samsul Bahri, menjelaskan pelanggaran ini mencakup ketidakpatuhan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Bidang Kelautan dan Perikanan.
Surat teguran pertama diberikan pada Juli, sementara teguran kedua dilayangkan pada November. Teguran tersebut juga didukung oleh peringatan dari perangkat adat laut setempat yang meminta SR untuk memindahkan bagan apungnya karena melanggar hukum adat dan peraturan perikanan.
Namun, teguran dan peringatan itu tidak diindahkan oleh SR, sehingga pada 11 Desember lalu tim gabungan memutuskan untuk melakukan penyegelan. Dalam prosesnya, SR akhirnya memindahkan bagan apung secara sukarela dan menandatangani berita acara penyegelan.
Selanjutnya, tim DKP menandai bagan dengan segel resmi dan garis pengawas sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021.
Aliman menggarisbawahi pentingnya pengawasan ketat untuk mendorong kepatuhan pelaku usaha perikanan, terutama di kawasan konservasi.
Aktivitas ilegal seperti operasi bagan apung tanpa izin tidak hanya melanggar aturan tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat setempat secara ekonomi, sosial, dan budaya.
Ia juga memperingatkan SR agar tidak mencoba merusak segel atau kembali mengoperasikan bagan sebelum mengurus perizinan yang diperlukan. Jika melanggar, SR akan menghadapi sanksi administratif yang lebih berat.