DJP Aceh: Dari 700 Perusahaan Tambang di Aceh, Hanya 45 yang Bayar Pajak

DJP Aceh: Dari 700 Perusahaan Tambang di Aceh, Hanya 45 yang Bayar Pajak
Kanwil DJP Aceh ungkap dari 700 perusahaan tambang yang terdaftar di Aceh, hanya 45 entitas yang aktif melakukan pembayaran pajak. Foto: Komparatif.ID/Rizki Aulia Ramadan.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Kepala Bidang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh, Anang Anggarjito, mengungkapkan dari sekitar 700 perusahaan tambang mulai batubara, emas, pasir hingga bijih besi yang terdaftar di Aceh, hanya 45 yang aktif membayar pajak.

Hal itu diungkapkan Anang saat diskusi publik bertajuk “Masa Depan Pertambangan Aceh, Harapan atau Ancaman?” di Banda Aceh, Selasa (28/10/2025).

“Tercatat 700 wajib pajak di berbagai bidang tambang. Cuma, ternyata dalam data kami, yang melakukan pembayaran pajak hanya sekitar 45 wajib pajak,” ungkap Anang.

Anang menjelaskan sistem perpajakan di Indonesia menganut mekanisme self-assessment, di mana kepatuhan wajib pajak bergantung pada kejujuran perusahaan dalam melaporkan pendapatan dan kewajiban pajaknya.

Hal ini menurut Anang membuat pengawasan kepatuhan pembayaran pajak menjadi sulit dilakukan, terlebih jika perusahaan tidak transparan dalam pelaporan.

Rendahnya kepatuhan pajak tersebut, menurut Anang, berpengaruh langsung pada lemahnya kemandirian fiskal Aceh. “Kalau kita bicara kemandirian fiskal Provinsi Aceh, tahun lalu hanya sekitar 16 persen. Artinya, APBD Aceh masih sangat bergantung pada transfer dana dari pusat,” ujarnya.

Baca juga: Seluruh Perusahaan yang Beroperasi di Aceh, Wajib Buka Kantor di Banda Aceh

Ironisnya, dana transfer tersebut sebagian bersumber dari pajak yang seharusnya juga disetor oleh perusahaan-perusahaan di daerah.

Selain rendahnya kepatuhan, DJP juga menemukan potensi kebocoran pajak akibat banyaknya perusahaan yang beroperasi di Aceh namun terdaftar sebagai wajib pajak di luar provinsi.

“Kurang lebih 30 persen wajib pajak pertambangan tambangnya ada di Aceh, tetapi mereka terdaftar di luar, misalnya Jakarta. Ini artinya potensi penerimaan dari Pajak Penghasilan dan Pajak Bumi dan Bangunan bisa hilang dari Dana Bagi Hasil ke Aceh,” jelas Anang.

Ia menambahkan salah satu dasar perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH) adalah lokasi Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan terdaftar. Karena itu, DJP Aceh mendorong agar perusahaan tambang yang beroperasi di Aceh memindahkan pendaftaran wajib pajaknya ke wilayah Aceh agar potensi penerimaan daerah dapat meningkat.

Anang juga mengingatkan meskipun PBB sektor tambang dikelola oleh pusat, seluruh hasilnya akan dikembalikan ke pemerintah daerah.

Artikel SebelumnyaKhairul Muluk Terpilih Sebagai Ketum DPP IAPA Periode 2025-2028
Artikel SelanjutnyaKemenag Dorong Transformasi SDM di UIN Ar-Raniry Banda Aceh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here