Disbudpar Aceh Gelar Aceh Perkusi 2025, Dibuka Tabuhan Rapa’i Pasee

Disbudpar Aceh Gelar Aceh Perkusi 2025, Dibuka Tabuhan Rapa’i Pasee
Pembukaan Festival Budaya Aceh Perkusi 2025 di Lapangan Monumen Samudera Pasai, Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Aceh Utara, Jumat malam (22/8/2025). HO for Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Lhoksukon— Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh kembali menghadirkan agenda budaya berskala nasional melalui Festival Budaya Aceh Perkusi 2025 yang resmi dibuka pada Jumat malam, (22/8/2025). Festival ini berlangsung hingga 24 Agustus di Lapangan Monumen Samudera Pasai, Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara.

Festival yang masuk dalam jajaran Kharisma Event Nusantara (KEN) 2025 ini menampilkan beragam pertunjukan musik tradisional, khususnya rapa’i, yang dikolaborasikan dengan musik etnik dan sentuhan modern.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Almuniza Kamal, menyebutkan festival ini bukan hanya ajang hiburan, tetapi juga ruang ekspresi budaya yang dirancang secara edukatif.

“Festival Aceh Perkusi menjadi panggung kebanggaan bagi ragam seni musik tradisional Aceh, khususnya alat musik perkusi seperti rapa’i, yang dikemas secara kolaboratif dengan musik etnik dalam nuansa pertunjukan modern dan edukatif,” ujarnya.

Berbagai program turut disiapkan dalam rangkaian acara, di antaranya Saweu Gampong, Saweu Sikula, Meuramin, Meuseuraya, Meutuah, Peukateun Raya, dan Peukan Raya. Semua kegiatan tersebut dirancang dengan pendekatan interaktif agar masyarakat, terutama generasi muda, bisa terlibat langsung dalam memahami dan melestarikan budaya Aceh.

Baca juga: Disbudpar Aceh Pikat Wisatawan Lewat Identitas Budaya

Festival juga dimeriahkan dengan pameran sejarah, pemutaran film budaya, pentas seni, serta bazar UMKM lokal yang menghadirkan produk ekonomi kreatif daerah.

Acara pembukaan festival berlangsung meriah dengan dentuman Rapa’i Pasee yang menggema di pelataran Monumen Samudera Pasai. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem, hadir membuka festival dengan menekankan pentingnya lokasi bersejarah yang dipilih sebagai pusat kegiatan.

“Monumen Samudera Pasai bukan sekadar latar, tapi simbol kejayaan Sultan Malikussaleh yang membawa Islam kaffah kepada kita semua,” kata Mualem dalam sambutannya.

Ia berharap Aceh Perkusi mampu menjadi wadah kolaborasi budaya yang tidak hanya bernilai seni tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Direktur Sejarah dan Permuseuman Kementerian Kebudayaan RI, Agus Mulyana, menyebut penyelenggaraan Aceh Perkusi sebagai langkah nyata untuk memajukan kebudayaan nasional.

Hal senada disampaikan Staf Ahli Bidang Transformasi Digital dan Inovasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Masruroh, yang mengumumkan bahwa Aceh Perkusi kembali terpilih dalam daftar 100 event terbaik KEN 2025.

“Event ini berdampak pada budaya, ekonomi, lingkungan, hingga pariwisata. Tradisi perkusi Aceh bahkan relevan di tingkat internasional,” ucapnya.

Dalam kesempatan itu, Masruroh juga menyerahkan piagam penghargaan KEN 2025 kepada Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal. Pengakuan tersebut menegaskan kualitas Aceh Perkusi sebagai salah satu agenda budaya yang mampu mengangkat nama Aceh di tingkat nasional dan internasional.

Malam pembukaan semakin semarak dengan penampilan puluhan penabuh rapa’i pasee yang menampilkan ritme penuh energi. Dari seberang Selat Malaka, seniman Majelis Kebudayaan Johor, Malaysia, turut berpartisipasi dengan menampilkan karya mereka. Kehadiran seniman Malaysia ini menjadi simbol eratnya hubungan budaya antara Aceh dan dunia Melayu.

Selain penampilan musik, festival juga menghadirkan Pentas Budaya Tradisi Pesisir, Pameran Keliling Museum Aceh, serta program bioskop keliling yang diselenggarakan melalui kerja sama Disbudpar Aceh, Balai Pelestarian Kebudayaan, dan Pemkab Aceh Utara,

Rapa’i Pasee yang menjadi ikon festival ini merupakan alat musik tradisional Aceh yang diyakini berasal dari tradisi Islam. Alat musik tersebut pertama kali diperkenalkan di Pasai, Aceh Utara, dan digunakan sebagai sarana dakwah untuk menarik perhatian masyarakat dalam penyebaran Islam.

Terbuat dari kayu tualang atau merbau dengan membran kulit kambing, rapa’i berkembang menjadi berbagai jenis, salah satunya Rapa’i Pasee yang dikenal dengan suara keras dan ritme menghentak.

Kini, rapa’i tak hanya digunakan dalam dakwah, tetapi juga hadir dalam upacara adat, perayaan keagamaan, hingga festival budaya seperti Aceh Perkusi.

Dengan konsep yang menggabungkan pertunjukan, edukasi, dan promosi ekonomi kreatif, Festival Aceh Perkusi 2025 menjadi ruang perjumpaan antara sejarah, seni, dan diplomasi budaya.

Festival ini tidak hanya menghubungkan kejayaan masa lalu Samudera Pasai dengan semangat kekinian, tetapi juga membuka peluang baru bagi Aceh untuk semakin dikenal di kancah nasional dan internasional.

Artikel SebelumnyaMengurai Benang Kusut di Balik Gejolak Harga Beras Aceh
Artikel SelanjutnyaGandeng USK, Aceh Besar Mulai Riset Tenurial dan Hukum Adat

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here