Dilema Kopi Gayo, Devisa Triliun, Ekspor Masih Bahan mentah

Setiap Biji Kopi Gayo Bakal Bisa Dilacak dengan Sistem Digital
Kopi Gayo. Ilustrasi: Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Kopi Gayo merupakan salah satu produk ungulan Aceh yang telah memberikan kontribusi besar pagi perekonomian. Setiap tahunnya, devisa yang dihasilkan melalui perdagangan kopi Gayo telah mencapai Rp1 triliun. Sayangnya, sampai saat ini ekspor kopi Gayo masih dalam bentuk bahan mentah.

Direktur UKM Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK, Iskandarsyah Madjid, dalam diskusi online Task Force UMKM Aceh, Sabtu (17/5/2025) mengatakan kopi Gayo merupakan salah satu produk unggulan dari Serambi Mekkah.

Baca: Setiap Biji Kopi Gayo Bakal Bisa Dilacak Dengan Sistem Digital

UMKM Aceh Butuh Finishing Touch

Kopi tersebut telah mendapatkan pengakuan internasional melalui penerbitan sertifikat Protected Geographical Indication dari Uni Eropa. Kopi dari Dataran Tinggi Gayo bukan sekadar dikenal karena kualitas rasanya, tetapi juga kontribusinya terhadap devisa negara yang mencapai 1 triliun rupiah per tahun.

Hanya saja, sampai saat ini kopi Gayo yang diekspor masih dominan dalam bentuk bahan mentah. Jumlah pelaku roasting di Dataran Tinggi Gayo masih minim, sehingga belum mampu meningkatkan nilai tambah menjadi lebih baik.

Di luar negeri seperti di Skandinavia, orang yang menyeruput kopi dari Gayo masih membelinya melalui broker yang berusaha di Belanda dan Belgia. “Mereka tidak membelinya langsung dari Aceh. Tapi dari broker di Belanda dan Belgia. Ini menjadi peluang yang seharusnya bisa ditangkap oleh pelaku UMKM lokal untuk mengakses pasar global secara langsung,” kata Iskandarsyah.

Demikian juga pada sektor komoditas lainnya. Dengan besarnya jumlah UMKM di Aceh yang mencapai 424.000 unit UMKM di Aceh, dengan 423.000 di antaranya merupakan usaha mikro dan mayoritas pelakunya adalah perempuan, Aceh belum bisa bicara banyak.

Angka-angka impresif tersebut mash bergelut dengan tantangan besar dan belum tuntas sampai sekarang. Peluang yang terbentang luas, masih lewat begitu saja. Peluang ekonomi Aceh dalam pandangan Iskandar seperti mata air yang belum sepenuhnya dipanen. Penyebabnya, karena masih bergelut pada pengolahan bahan baku, dan keterbatasan inovasi produk.

Ia mencontohkan nilam. Meskipun menjadi salah satu produk unggulan Aceh, dan kualitasnya diakui dunia, tapi masih banyak yang dipasarkan ke luar negeri dalam bentuk bahan mentah.

Padahal, menurut Iskandarsyah, beberapa lembaga seperti Atsiri Research Center di Universitas Syiah Kuala telah berhasil menciptakan turunan produk nilam seperti toner, skincare, bahkan parfum. Beberapa merek juga telah dikenal seperti Carla yang diproduksi oleh Daudi Sukma.

“Persoalan yang masih menjadi kendala ya akses terhadap pasar global, dan masih lemahnya kemampuan branding,” katanya.

Pada kesempatan itu Iskandarsyah juga menyoroti keberanian pelaku UMKM di Aceh yang menurutnya masih lemah. Banyak pelaku UMKM yang masih enggan menggunakan merek sendiri, masih dijual dengan cara dititipkan. Belum ada sistem bisnis yang berkelanjutan.

“Hal ini membuat produksi hanya dilakukan ketika ada permintaan, sehingga sulit untuk tumbuh. Padahal, jika masyarakat Aceh sendiri mulai rutin membeli produk lokal, hal ini akan menjadi stimulan besar bagi pertumbuhan UMKM,” katanya.

Dalam aspek dukungan, Iskandarsyah mengkritik lemahnya peran pemerintah dalam membentuk task force UMKM yang konkret. Program-program pendukung seringkali hanya bersifat slogan.

Demi mewujudkan perubahan, Iskandarsyah mengimbau para pelaku UMKM di Aceh harus bergerak sendiri, saling mendukung dan menciptakan jaringan informal agar dapat berkembang. Ia mencontohkan, jika dibentuk sebuah galeri UMKM Aceh yang menampung ribuan produk dari seluruh penjuru provinsi, maka ini bisa menjadi etalase yang efektif untuk menarik pembeli lokal maupun internasional.

Peluang Koneksi Diaspora di Skandinavia
Mohammad Fahmi CEO dari LeGayo Specialty Coffee, dalam diskusi itu menyoroti pendekatan yang lebih strategis. Menurutnya, diplomasi kopi Gayo dapat menjadi salah satu cara efektif memperkenalkan produk Aceh ke pasar dunia. Salah satunya melalui koneksi diaspora di Skandinavia,

Fahmi dan rekan-rekannya mengusulkan model bisnis baru agar ekspor kopi Gayo bisa dilakukan langsung tanpa perantara Eropa. Skandinavia, dengan tingkat konsumsi kopi tertinggi di dunia, menjadi pasar ideal untuk kopi Gayo. Peluang tersebut harus dapat dipergunakan. Dukungan dari sistem logistik juga sudah sangat bagus, sehingga ekspor fdari Aceh tidak lagi menjadi persoalan besar.

Fahmi juga mengkritik sistem business matching yang dijalankan oleh pemerintah. Meskipun sering dilakukan oleh KADIN atau Dinas Perdagangan bersama KBRI, pelaku UMKM seringkali harus membayar mahal untuk mengikuti program ini. Biaya hotel, tiket, dan logistik lainnya menjadi beban yang tak terjangkau oleh pelaku usaha kecil.

Alhasil, kegiatan ini lebih banyak diikuti oleh perusahaan menengah ke atas, sementara UMKM kecil hanya menjadi penonton.

Di sisi lain, Pemprov Aceh sendiri dinilai belum menunjukkan komitmen tinggi untuk melakukan misi dagang luar negeri secara rutin dan terencana. Kegiatan ekspor yang melibatkan pelaku UMKM seringkali tidak berkesinambungan.

Padahal, potensi Aceh sangat besar, baik dari segi sumber daya alam seperti pala, kayu, maupun hasil olahan seperti coklat dan ikan kayu. Beberapa UMKM di Aceh Tenggara bahkan telah berhasil mengekspor coklat dan kopi kayu langsung ke Jepang. Namun, mereka tetap butuh dukungan dalam bentuk teknologi, pembiayaan, dan akses pasar yang lebih luas.

Iskandarsyah dalam penutupnya menyampaikan harapan besar agar seluruh elemen, baik pemerintah, akademisi, pelaku usaha, hingga masyarakat Aceh, bersinergi untuk mengangkat UMKM. Dengan kerja sama yang kuat, UMKM Aceh tidak hanya bisa menjadi tulang punggung ekonomi lokal, tetapi juga mampu bersaing di pasar nasional dan internasional.

“Kita punya semuanya. Tinggal bagaimana kita menjaga, mengawal, dan menyebarkan kekuatan itu lewat brand, inovasi, dan keberanian,” ujarnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here