
Komparatif.ID, Banda Aceh– Ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Aceh menggelar demo di Banda Aceh pada Senin siang (1/9/2025). Mereka menuntut reformasi menyeluruh terhadap lembaga legislatif dan kepolisian.
Demo di Banda Aceh dipusatkan di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) berlangsung dengan pengawalan aparat keamanan. Ketua DPR Aceh Zulfadhli bersama Kapolda Aceh Brigjen Marzuki Ali Basyah menemui langsung massa aksi.
Kepada Zulfadhli, massa meminta adanya reformasi total terhadap DPR RI dan DPR Aceh. Mereka menilai lembaga legislatif saat ini gagal menjalankan fungsi legislasi, anggaran, serta pengawasan, bahkan dianggap cenderung anti demokrasi dan berpihak pada kepentingan oligarki.
Selain menyuarakan kritik terhadap parlemen, massa juga menuntut reformasi menyeluruh terhadap Polri. Aliansi Rakyat Aceh menilai kepolisian masih kerap melakukan tindakan represif dalam menangani aksi massa.
Mereka menekankan hukum harus ditegakkan secara adil dan profesional, serta meminta aparat yang terlibat dalam pelanggaran untuk diproses secara hukum.
Selain itu, massa meminta pemerintah menuntaskan seluruh pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, khususnya di Aceh yang hingga kini
masih menyisakan berbagai kasus. Menurut mereka, penyelesaian pelanggaran HAM yang tidak kunjung dilakukan hanya akan memperpanjang penderitaan korban dan keluarga.
Baca juga: Zulfadhli: Kami Bersama Rakyat Menolak 5 Batalyon di Aceh
Selain itu, aliansi juga menolak rencana pembangunan lima batalyon baru di Aceh. Mereka menyebut pembentukan batalyon baru bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Massa aksi juga menuntut evaluasi menyeluruh terhadap seluruh tambang yang beroperasi di Aceh.
Usai mendengarkan seluruh tuntutan Ketua DPR Aceh Zulfadli lalu menandatangani petisi atas nama DPR Aceh. Ia menyepakati seluruh tuntutan massa dan berjanji akan mengawal pemenuhan tuntutan tersebut.
“Kami Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab menyatakan sepakat untuk memenuhi dan mengawal seluruh tuntutan rakyat Aceh,” ucapnya.
Selain itu, Zulfadhli mengatakan pihaknya juga menolak keras pendirian lima batalyon teritorial pembangunan (TP) karena tidak sejalan dengan UUPA yang mengatur jumlah maksimal tentara aktif di Aceh.
Politisi Partai Aceh itu juga menjelaskan kepada massa aksi saat ini DPRA sedang menggodok rencana evaluasi tambang dan akan segera disidangkan.
“Ini akan segera kita paripurnakan,” ujarnya.