Komparatif.ID, Bireuen— Perjalanan Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem dalam meninjau dampak banjir di wilayah utara Aceh terhenti saat memasuki Kabupaten Bireuen pada Jumat (28/11/2025) dini hari.
Begitu melewati perbatasan Pidie Jaya menuju Bireuen, rombongan langsung kehilangan sinyal telepon seluler. Komunikasi di wilayah itu lumpuh total sehingga koordinasi lapangan tidak dapat dilakukan.
Perjalanan darat rombongan terhenti di wilayah Kuta Blang. Jalur lintas nasional Banda Aceh–Medan putus total akibat jembatan rangka baja di kawasan itu hanyut diterjang banjir sejak Rabu (26/11/2025). Upaya untuk mencari jalur alternatif ke arah Lhokseumawe juga tidak berhasil.
Mualem mencoba melewati jalur Gampong Blang Panjoe, Kecamatan Peusangan, namun jembatan di kawasan tersebut juga putus.
Warga setempat menyebut setidaknya empat jembatan yang menghubungkan Bireuen ke arah Lhokseumawe tidak dapat digunakan karena rusak atau hanyut dibawa arus. Kondisi itu membuat akses ke kawasan timur Aceh benar-benar terisolasi.
“Kita melihat kondisi di lapangan memang sangat darurat. Akses transportasi tidak bisa dilalui. Pemerintah Aceh akan mengerahkan segala kemampuan untuk membuka akses ini secepat mungkin,” ujar Mualem saat meninjau lokasi putusnya jalan nasional.\
Baca juga: Mulai Surut, Ini Kondisi Terkini Banjir di Bireuen
Karena tidak ada jalur darat yang dapat dilewati, rombongan Gubernur Aceh akhirnya kembali ke pusat Kota Bireuen dan bermalam di sana. Pada Jumat pagi, Mualem memutuskan kembali ke Banda Aceh karena akses menuju Lhokseumawe tidak dapat ditembus, termasuk jaringan komunikasi yang masih sepenuhnya terputus.
Sementara itu, Keuchik Blang Panjoe, M Ruslan Abdul Gani, mengatakan dampak banjir yang terjadi sangat berat bagi warga. Banyak rumah terendam hingga tiga meter. Lumpur tebal setinggi satu hingga satu setengah meter menutup akses antarwilayah.
“Akibat banjir kemarin kami mengalami banyak rumah yang tenggelam sampai tiga meter. Akses lorong antarkecamatan juga tertutup lumpur,” ujar Ruslan.
Warga yang terdampak banjir mengungsi di meunasah. Di lokasi tersebut terdapat 168 kepala keluarga atau 658 jiwa. Dua desa lain juga memilih mengungsi ke tempat yang sama, termasuk Desa Pante Lhong dengan total 350 kepala keluarga atau sekitar 1.400 jiwa.
Ruslan mengatakan hingga Jumat dini hari belum ada bantuan logistik yang diterima warga. Mereka kekurangan makanan dan air bersih, sedangkan akses keluar desa tidak dapat ditembus.
“Ini Kecamatan Peusangan, di seberang sana ada Kecamatan Peusangan Siblah Krueng. Dari pagi kejadian kemarin sampai hari ini tidak ada kontak. Kami tidak tahu kondisi mereka,” ujarnya.
Menurut laporan warga, permukaan tanah di wilayah seberang lebih rendah sehingga kemungkinan banjir lebih parah dibandingkan daerah yang saat ini menjadi lokasi pengungsian.
Mualem mengatakan daerah terisolasi menjadi prioritas penanganan. Ia meminta seluruh pihak bergerak cepat agar bantuan dapat menjangkau warga sesegera mungkin.
“Yang paling penting sekarang adalah memastikan bantuan sampai ke warga. Semua instansi terkait saya minta bergerak cepat,” kata Mualem.












