Komparatif.ID, Lhokseumawe— Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Malikussaleh (BEM Unimal), Muhammad Ilal Sinaga, mendesak pemerintah pusat segera menetapkan status Darurat Bencana Nasional menyusul tingginya jumlah korban akibat banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Ilal menegaskan kondisi ini bukan lagi soal administratif maupun protokol, tetapi soal kemanusiaan.
Berdasarkan data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 29 November 2025, korban tewas akibat bencana tersebut telah mencapai 303 orang. Rinciannya, 166 korban berada di Sumatera Utara, 90 di Sumatera Barat, dan 47 di Aceh.
Selain itu, puluhan hingga ratusan warga masih dinyatakan hilang dan tim SAR masih melakukan pencarian di sejumlah wilayah terdampak.
Ilal menilai skala kerusakan dan jumlah korban menunjukkan situasi yang sudah melampaui kapasitas pemerintah daerah dalam penanganan darurat. Banyak wilayah yang terputus aksesnya akibat jalan rusak, jaringan komunikasi hilang, dan logistik sulit masuk ke kawasan terisolasi.
Menurutnya, pemerintah pusat tidak cukup hanya memantau dari jauh. Ia meminta Presiden Prabowo Subianto turun langsung ke daerah terdampak untuk melihat kondisi warga dan memastikan distribusi bantuan berjalan merata.
Baca juga: Untuk Mobilisasi Bantuan, Pemerintah Akan Bangun Jembatan Alternatif Awe Geutah
“Apalagi yang perlu presiden monitor? Korban sudah jelas dan kerusakan infrastruktur masif. Sudah lima hari kejadian di Sumatera, presiden tak nampak wujudnya. Kenapa kejadian daerah lain langsung dikunjungi? Kami juga Indonesia,” ungkap Ilal, Minggu (30/11/2025).
Ia juga mengingatkan penundaan penetapan status darurat nasional dapat memperburuk kondisi masyarakat. Risiko kelaparan, minimnya air bersih, tidak adanya kebutuhan medis, serta hilangnya tempat tinggal disebut menjadi ancaman serius, terutama di wilayah yang belum tersentuh bantuan.
Di beberapa lokasi, situasi sosial disebut mulai memanas. Ilal menyebutkan munculnya tindakan penjarahan seperti yang terjadi di Sibolga, Sumatera Utara, menjadi tanda bahwa kondisi telah memasuki fase kritis.
“Apabila tidak segera ditangani, ini akan menjadi bumerang bagi daerah. Di masa serba kekurangan ini, orang akan kembali ke hukum rimba. Seperti di Sibolga, Sumut, sudah terjadi penjarahan,” ujarnya.
BEM Unimal meminta agar pemerintah segera bertindak, menerbitkan status darurat nasional, dan mempercepat mobilisasi bantuan.
“Jangan tunggu waktu lebih lama. Pemerintah pusat turun ke lapangan, dengarkan jeritan rakyat, tangani dengan serius. Status darurat nasional bukan soal kebanggaan birokrasi, tetapi soal kemanusiaan. Waktu adalah nyawa,” tutup Ilal.












