Komparatif.ID, Banda Aceh— Bank Aceh Syariah (BAS) menjelaskan langkah penempatan dana sebesar lebih dari Rp7 triliun pada berbagai instrumen surat berharga merupakan bagian dari strategi pengelolaan likuiditas dan investasi.
Langkah tersebut dinilai lazim dilakukan oleh perbankan sebagai upaya menjaga stabilitas keuangan sekaligus memaksimalkan pendapatan.
Sekretariat Perusahaan Bank Aceh, Abdul Rafur, menyampaikan kebijakan penempatan dana tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tetap memegang prinsip syariah.
“Penempatan dana pada surat berharga menjadi salah satu strategi pengelolaan likuiditas yang lazim dilakukan perbankan. Hal ini juga untuk optimalisasi pendapatan, menjaga stabilitas fiskal serta moneter pemerintah, dan pemenuhan kewajiban bank kepada nasabah,” ujar Abdul Rafur melansir ANTARA, Kamis (18/9/2025).
Ia menjelaskan, dari total Rp7 triliun lebih, sebesar Rp2,65 triliun ditempatkan di Bank Indonesia dalam bentuk pemenuhan kewajiban giro wajib minimum (GWM) rupiah, fasilitas simpanan Bank Indonesia Syariah (Fasbis) dengan tenor satu hari, serta sukuk dengan tenor tujuh hari hingga satu tahun.
Fasilitas tersebut, kata Abdul Rafur, dimanfaatkan untuk mengelola kebutuhan operasional rupiah harian bank.
Baca juga: Bank Aceh Salurkan Rp50 M untuk Pembiayaan Koperasi Mitra Dhuafa Syariah
Selanjutnya, dana sebesar Rp2,91 triliun ditempatkan pada Kementerian Keuangan dalam bentuk surat berharga syariah negara (SBSN). Investasi ini bertujuan untuk optimalisasi pendapatan sekaligus memenuhi kewajiban giro penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) sebesar 3,5 persen dari rata-rata dana pihak ketiga yang dihimpun Bank Aceh.
Selain itu, sebesar Rp1,1 triliun ditempatkan pada bank pembangunan daerah (BPD) syariah di provinsi lain dalam bentuk sertifikat investasi mudharabah antarbank (SIMA) dengan tenor antara satu hingga 14 hari.
Menurut Abdul Rafur, penempatan ini merupakan bagian dari kerjasama kemitraan antarbank syariah untuk mendukung pengelolaan likuiditas jangka pendek.
Bank Aceh juga melakukan diversifikasi investasi dengan menempatkan Rp290 miliar pada sukuk korporasi serta Rp100 miliar dalam bentuk reksa dana. Kedua instrumen ini dinilai sebagai upaya untuk memperluas portofolio investasi sekaligus menjaga optimalisasi pendapatan bank.
Abdul Rafur menambahkan, penempatan dana tersebut juga memberikan manfaat tambahan berupa insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dengan memasukkan surat berharga dalam perhitungan rasio intermediasi makroprudensial (RIM).
Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya memenuhi regulasi tetapi juga memberikan kontribusi langsung terhadap pendapatan bank.
“Seluruh kegiatan pengelolaan dan investasi Bank Aceh memiliki dasar yang jelas, tidak hanya untuk memenuhi ketentuan regulasi tetapi juga tetap sesuai prinsip syariah. Kegiatan penempatan ini berkontribusi pada pendapatan bank setelah memastikan kewajiban likuiditas terjaga,” imbuh Abdul Rafur.