Komparatif.ID, Banda Aceh— Wakil Ketua DPR Aceh dari Fraksi Partai NasDem, Ir. Saifuddin Muhammad (Yah Fud) menilai tata kelola, portofolio pembiayaan, hingga orientasi manajemen Bank Aceh Syariah (BAS) belum berpihak kepada kepentingan rakyat Aceh.
Hal itu ia sampaikan menyusul Bank Aceh investasikan Rp8 T di luar daerah, sementara kontribusi terhadap ekonomi lokal dinilai masih sangat minim.
“Kesan yang timbul manajemen Bank Aceh hanya mau cari aman, tidak siap menghadapi resiko. Padahal sesuai qanun, tugas utama Bank Aceh Syariah adalah memajukan ekonomi Aceh. Bukan memajukan daerah lain yang memang sudah lebih maju,” ujar Yah Fud, Rabu (17/9/2025).
Ia menegaskan tidak mempermasalahkan penempatan sebagian dana Bank Aceh dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) di Bank Indonesia atau Kementerian Keuangan untuk kepentingan likuiditas dan liabilitas.
“Kalau penempatan dana di BI dan Kemenkeu dalam bentuk SBN untuk kepentingan likuiditas dan liabilitas kita tidak persoalkan. Tapi ini kita lihat ada kredit korporasi untuk beberapa perusahaan di luar Aceh,” lanjutnya.
Namun ia menyoal pembiayaan korporasi dan penempatan dana di bank syariah milik daerah lain. Menurutnya, jika memang ingin bermain di segmen pembiayaan korporasi, Bank Aceh seharusnya menyalurkannya kepada perusahaan yang beroperasi di Aceh agar dampak ekonomi lebih langsung dirasakan masyarakat.
Yah Fud mencontohkan pembiayaan yang semestinya bisa diberikan kepada perusahaan lokal seperti PT Pembangunan Aceh (PEMA) agar tidak terus mengandalkan penyertaan modal dari pemerintah daerah. Selain itu, pembiayaan untuk sektor-sektor produktif di Aceh dinilai jauh lebih penting karena bisa memberikan multiplier effect nyata bagi masyarakat.
Baca juga: Bank Aceh Syariah Rayakan HUT ke-52: Menyatukan Langkah Membangun Aceh
“Kalau memang Bank Aceh mau main di segmen kredit korporasi, kenapa tidak untuk perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Aceh? Agar multiplier effect-nya dirasakan oleh rakyat Aceh,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Yah Fud mengungkapkan banyak masyarakat terutama para pelaku UMKM mengeluh soal sulitnya mengakses pembiayaan dari Bank Aceh. Menurutnya, berbagai persyaratan yang ditetapkan terlalu berat dan tidak mampu dipenuhi oleh pelaku usaha kecil, sehingga mereka beralih ke lembaga keuangan lain atau bahkan terjerat praktik rentenir.
“Kami banyak menerima keluhan, katanya kalau mengajukan kredit usaha ke Bank Aceh dipersulit dengan syarat yang tidak bisa dipenuhi rakyat kecil. Ironisnya, ketika diajukan ke bank lain justru diterima. Bank Aceh ini milik rakyat Aceh, tapi ketika rakyat membutuhkan malah dipersulit,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Yah Fud juga menilai portofolio pembiayaan Bank Aceh saat ini tidak seimbang. Menurutnya, porsi pembiayaan produktif untuk UMKM masih sangat kecil, di bawah 15 persen, padahal Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mewajibkan minimal 40 persen.
Sebaliknya, Bank Aceh lebih banyak bermain aman dengan fokus pada kredit konsumtif untuk aparatur sipil negara (ASN) dan investasi di luar daerah.
“Kalau memang takut dengan risiko, perkuat manajemen risiko. Bila perlu tambah direksi khusus yang mengurus hal itu. Jangan jadikan risiko sebagai alasan untuk tidak mendukung pembiayaan produktif bagi UMKM. Ingat, 75 persen rakyat Aceh hidup dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Bank Aceh harus hadir untuk mereka,” tegas politisi asal Bireuen itu.
Menyikapi kondisi tersebut, Yah Fud meminta Gubernur Muzakir Manaf selaku PSP agar segera mengambil langkah serius dengan melakukan reformasi total di tubuh Bank Aceh. Ia menilai, tanpa perubahan mendasar, sulit bagi Bank Aceh untuk berkontribusi pada perbaikan ekonomi Aceh yang kini sedang terpuruk.
“Kalau tata kelolanya masih status quo, jangan berharap Bank Aceh bisa memajukan ekonomi Aceh. Karena itu, Mualem harus melakukan reformasi total. Apalagi dengan adanya direktur utama baru, ini momentum tepat untuk memberikan tugas khusus agar Bank Aceh benar-benar berorientasi pada kemajuan ekonomi daerah,” tuturnya.
Ia menambahkan, kepemimpinan baru di Bank Aceh diharapkan membawa visi yang lebih besar dengan target yang jelas. Harapannya, Bank Aceh benar-benar menjadi pilar utama penggerak ekonomi Aceh, bukan sekadar institusi perbankan yang mencari keuntungan.
“Kita berharap ke depan Bank Aceh dapat lebih visioner, dengan mentalitas baru dan target yang jelas. Sehingga kehadirannya benar-benar dirasakan manfaatnya oleh rakyat Aceh,” pungkas Yah Fud.