
Komparatif.ID, Banda Aceh– Pemerintah Bangladesh menyebut ingin mengimpor berbagai produk unggulan asal Aceh, termasuk kopi Gayo, rempah-rempah, minyak goreng, hasil laut, dan energi.
Hal itu disampaikan langsung Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia, Tarikul Islam, dalam pertemuannya dengan Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, di Kantor Gubernur Aceh, Jumat, (24/10/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Tarikul menegaskan pihaknya melihat potensi besar di Aceh untuk menjadi mitra dagang dan investasi jangka panjang. Bangladesh, kata dia, tengah mencari sumber impor baru yang lebih efisien dan berkelanjutan, khususnya untuk bahan pangan dan energi.
Ia menambahkan, pihaknya berencana membawa sejumlah investor untuk menanamkan modal di sektor agrikultur dan pengolahan hasil alam Aceh. Salah satu fokusnya adalah pengembangan perkebunan rempah dan industri pengolahan bumbu masak.
Menurut Tarikul, kerja sama itu akan saling menguntungkan karena negaranya juga memiliki pengalaman panjang dalam industri tekstil, agrikultur, dan pengelolaan kawasan industri.
Tarikul menambahkan, Bangladesh juga tertarik untuk menjalin kolaborasi di bidang industri garmen. Negara tersebut selama ini dikenal sebagai salah satu produsen tekstil terbesar di dunia dan siap berbagi pengalaman dengan Aceh.
Baca juga: Daftar Barang Impor Amerika Bebas Tarif Masuk ke Indonesia
“Kami memiliki pengalaman panjang dalam industri garmen. Kami siap berbagi teknologi dan membuka peluang investasi bersama dengan Aceh,” katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa negaranya tertarik untuk menjajaki kerja sama di bidang energi. Selama ini, Bangladesh mengimpor energi dari Timur Tengah dengan biaya tinggi. Karena posisi geografis Aceh lebih dekat, ekspor energi dari Aceh dinilai lebih efisien dan berpotensi menekan biaya impor Bangladesh.
Sekda Aceh M. Nasir menyambut baik inisiatif tersebut dan menegaskan kesiapan Aceh membuka kerja sama ekonomi yang lebih luas. Ia menyebutkan, langkah awal yang akan dilakukan adalah penyusunan dan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Bangladesh untuk memperkuat dasar hukum kerja sama.
“Saya kira yang pertama adalah membuat MoU untuk kerja sama pembangunan di sisi manufaktur dan agrikultur. Kita mulai dari hal yang produktif seperti pertanian, peternakan, dan sayur mayur,” kata Nasir.
Menurutnya, kerja sama ini sangat relevan dengan kebutuhan Aceh saat ini, terutama untuk mendukung pasokan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang memerlukan bahan pangan berkualitas. Ia juga menilai kesamaan budaya antara Aceh dan Bangladesh akan mempermudah proses kerja sama lintas sektor.
“Secara budaya kita punya banyak kesamaan. Karena itu, kerja sama ini sangat realistis untuk dikembangkan, termasuk di bidang ekspor ikan laut dan kopi Aceh. Jika berjalan baik, kita juga bisa membahas peluang ekspor batu bara dan energi seperti yang diminati oleh Bangladesh,” imbuhnya.











