Asal-usul Kuntilanak Pertama di Aceh

Kuntilanak pertama di Aceh
Kuntilanak pertama di Aceh bermuasal dari arwah gundik Khatib Peureuban. Ilustrasi dikutip dari ayomalang.com.

Kuntilanak yang dalam bahasa Aceh disebut burong, merupakan hantu perempuan yang berkeliaran di malam hari, demi menuntut balas atas kematiannya.

Di dalam folklore yang dipercaya oleh masyarakat Aceh, kuntilanak pertama kali muncul dalam kisah Khatib Peureuba dan gundiknya.

Dalam cerita dari mulut ke mulut dalam bentuk folklore, di suatu tempat di Aceh hiduplah seorang khatib yang memiliki seorang gundik yang menjadi simpanannya.

Pada suatu hari tatkala Khatib Peureuban sedang menyampaikan khutbah Jumat, si gundik datang dari arah belakang. Ia diam-diam menghampiri mimbar dari arah belakang sembari bertanya kepada Khatib Peureuba tentang perhiasan yang disimpan oleh sang khatib.

Baca: 4 Burong Legendaris Dalam Mitologi Aceh

“Di mana Teungku simpan perhiasan yang telah Teungku ambil dari saya,” tanya si gundik.

Karena sedang berkhutbah, Khatib Peureuban tentu tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Ia secara pelan mengalihkan isi khutbahnya dengan menyebut kalimat “barra rarufur rahim.” Maksud sang khatib bahwa perhiasan itu dia taruh di bara rumahnya.

Sang gundik memahami pesan tersirat Khatib Peureuban. Ia segera melangkah pergi.Tiba-tiba Khatib Peureuban terjatuh dari mimbar tatkala belum usai berkhutbah. Ia tersungkur ke lantai. Tubuhnya tertusuk ujung tongkat yang ia pegang. Sang khatib langsung mati di tempat.

Video: Asal-usul Kuntilanak di Aceh

Ketika para jamaah sedang mengangkat jenazah Khatib Peureuban, mereka melihat si gundik sedang melangkah menjauh dari masjid. Mereka mengira dialah pelakunya.

Mereka beramai-ramai mendatangi rumah si gundik. Tanpa bertanya, mereka langsung menyeret si perempuan keluar, menganiayanya sampai kehilangan nyawa.

Menurut sahibul hikayat arwah si gundik yang tidak terima diperlakukan sangat buruk, menuntut balas. Ia bangkit dari kuburnya dan mencari satu-persatu para pelaku penganiayaan yang membuat dirinya mati.

Kuntilanak sang gundik melakukan balas dendam dengan sangat mengerikan. Ia meneror satu persatu para lelaki yang telah merampas hak hidupnya. Sebelum dihabisi, biasanya bermalam-malam sebelumnya, kuntilanak si gundik akan menampakkan dirinya di belakang rumah. Duduk menjulur kaki di dinding sumur, ataupun duduk di tanah kosong dekat warung kopi. Dan hanya si target yang dapat melihat kuntilanak itu.

Seperti yang dialami Mak Hasan. Lelaki bernama lengkap Muhammad Hasan, merupakan salah seorang pelaku kekerasan yang menyebabkan gundik Khatib Peureuban mati.

Baca: Pengajian di Kuburan Diganggu Tangisan Hantu

Hasan merupakan orang pertama yang mendobrak rumah si gundik. Dia juga yang menyeret si gundik ke halaman dan memukulinya menggunakan alu lesung padi. Dengan wajah sangar dia meludahi si perempuan yang kaget luar biasa karena tiba-tiba diserang tanpa ampun oleh banyak lelaki.

Satu minggu setelah pemakaman Khatib Peureuban dan gundiknya, arwah si gundik bangkit dari liang makamnya.

Suatu sore jelang Magrib, saat Mak Hasan melintas di jalan kampung yang berhadap-hadapan dengan rumah si gundik ketika masih hidup, pria itu melihat si gundik duduk di balai-balai di bawah rumah panggung itu.

Rambut perempuan itu digerai, panjangnya hingga ke pinggul. Bajunya serba putih dari atas hingga ke bawah. Mak Hasan kaget, tapi tak percaya. Ia mengucek matanya, dan si gundik tak terlihat lagi. Ia mengira bahwa tadi hanya fatamorgana. Semacam ilusi karena ia ikut membunuh sang perempuan.

Si gundik terlihat lagi sedang mencuci baju di tepi kali, tempat si Mak Hasan sedang berwudhuk Salat Magrib. Si gundik menatap tajam ke arah Mak Hasan. Membuat pria berkulit hitam itu lari tunggang langgang.

Kuntilanak itu baru benar-benar melakukan pembalasan dendam, tatkala Mak Hasan sakit keras tiga hari kemudian. Dia mencekik Mak Hasan setelah orang-orang kampung pulang dari menjenguk sang pria yang terkenal sangat besar bicaranya di kampung.

Istri Mak Hasan yang mendengar suara gaduh dari dalam kamar, segera masuk. Ia melihat suaminya telah tergolek kaku di atas tempat tidur. Si istri sempat melihat sesosok perempuan terbang keluar jendela yang terbuka. Selanjutnya terdengar suara tawa kuntilanak di belakang rumah. Sebuah tawa yang menunjukkan rasa puas.

Bukan hanya Hasan, kuntilanak si gundik juga menghabisi empat laki-laki lain yang menjadi pelaku utama. Lima laki-laki lain, dipaksa mengakui perbuatannya di depan masyarakat.

“Aku baru memaafkan kalian, bila kalian mengaku telah ikut mengepung rumahku pada Jumat itu,” seru kuntilanak itu sembari terbang di depan sebuah warung kopi.

Warga yang telah berkumpul di halaman warkop di malam itu ada yang terkencing saking takutnya. Ada yang merapal mantra pengusir setan. Ada pula yang menutup mata tak kuasa melihat betapa mengerikan wajah si kuntilanak.

Lima laki-laki itu mengakui perbuatan mereka. Mereka tidak dihabisi karena tidak ikut membunuh. Hanya saja mereka ikut mengepung rumah sang perempuan yang mengaku tidak tahu menahu mengapa Khatib Peureuban mati tertusuk tongkat.

Arwah si gundik kemudian menangis, meratapi penganiayaan yang dialaminya. Ia kemudian berdiri di depan Pak Imam yang komat-kamit membaca doa. si gundik minta dodiakan agar lapang di dalam kubur dan tidak mendapat siksa karena dosa-dosanya di masa lalu.

Setelah Pak Imam membaca doa, secara perlahan kunti itu menghilang di depan khalayak. Berubah menjadi asap putih yang kemudian disapu angin malam.

Itulah cerita kuntilanak pertama di Aceh menurut dongeng yang diceritakan dari mulut ke mulut oleh warga.

Artikel Sebelumnya7 Alasan Kamu Harus Berkunjung ke Aceh
Artikel SelanjutnyaLembaga Wali Nanggroe Gelar Sidang Raya, Bahas 4 Rancangan Reusam
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here