Apa Dampak Kejatuhan SVB Terhadap Ekonomi Indonesia?

pajak, SVB Menteri Keuangan Sri Mulyani di APBN KiTa edisi Maret 2023, Selasa (14/3/2023). Foto: Tangkapan layar youtube Kementerian Keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani di APBN KiTa edisi Maret 2023, Selasa (14/3/2023). Foto: Tangkapan layar youtube Kementerian Keuangan.

Komparatif.ID, Banda Aceh– Silicon Valley Bank (SVB), bank yang berbasis di Amerika Serikat dan fokus pada pembiayaan perusahaan teknologi, dilaporkan mengalami kebangkrutan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak yang mungkin terjadi pada ekonomi Indonesia yang sedang dalam tahap pemulihan setelah pandemi.

Menanggapi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa mereka telah memantau situasi ini dengan cermat dan berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan kestabilan sektor keuangan Indonesia.

OJK menilai penutupan Silicon Valley Bank oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat pada, Jumat (10/3/2023) lalu tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia yang memiliki kondisi yang kuat dan stabil.

“Kami memastikan bahwa perbankan nasional dan industri keuangan di Indonesia tidak terpengaruh secara langsung oleh kebangkrutan SVB,” kata Ketua OJK Wimboh Santoso.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, penutupan SVB diperkirakan tidak berdampak langsung terhadap Perbankan Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB.

Aset perbankan Indonesia juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK), yang didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat, sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.

Kinerja lainnya seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif. Selain itu, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori “Bank Dalam Resolusi” yaitu bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah akan terus mengawasi situasi ini dan berkoordinasi dengan regulator dan industri keuangan untuk memitigasi risiko yang mungkin timbul. “Kami akan memastikan bahwa kebangkrutan SVB tidak berdampak negatif pada perekonomian Indonesia dan stabilitas keuangan,” ujarnya.

Sri Mulyani mengatakan meski bukan kategori bank besar di AS, SVB bisa menggoyangkan kepercayaan nasabah dan investor sektor keuangan.

“Bank kecil seperti Silicon Valley Bank, dalam ukuran negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dimana aset perbankan mencapai US$ 1,3 kuadriliun, bisa menggoyangkan kepercayaan sektor keuangan mereka,” paparnya dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi Maret 2023, Selasa (14/3/2023).

Baca juga: Jokowi Dukung Transformasi Ekonomi Hijau

SVB Beda Dengan Lehman Brothers

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah dalam wawancaranya dengan CNBC Indonesia mengatakan, kebangkrutan SVB berbeda dengan kejatuhan Lehman Brother yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi global pada tahun 2008 lalu.

“Memang ada kekhawatiran tentang terjadi hal serupa seperti 2008, tapi kan kondisinya sebenarnya berbeda, Lehman Brothers jatuh setelah lembaga-lembaga keuangan besar lain kolaps karena kegagalan kredit di Amerika,” ujar Piter.

Sementara kejatuhan SVB disebabkan oleh Federal Reserve System (FED) yang menaikan suku bunga untuk menekan laju inflasi di AS.

“Kalau di SVB diawali oleh kenaikan suku bunga yang begitu tinggi di Amerika, yang kemudian menyebabkan kondisi rutinitas di SVB memburuk, dan diakhiri dengan runtuhnya kepercayaan publik karena SVB yang ingin menjual surat-surat jangka panjang mereka guna menutup kebutuhan likuiditas,” lanjutnya.

Piter sependapat dengan pernyataan OJK yang menilai kejatuhan SVB tidak akan memberikan dampak signifikan untuk ekonomi Indonesia. Ia meminta Bank Indonesia (BI) untuk belajar, dan menahan tidak menaikkan lagi suku bunga yang bisa menyebabkan runtuhnya kepercayaan masyarakat.

Trigger pertama tingginya suku bunga, yang kedua runtuhnya kepercayaan masyarakat karena adanya krisis likuiditas di sebuah perbankan. Ini bisa menjadi pembelajaran untuk kita semua, BI juga harus menahan nih kenaikan suku bunganya,” ucap Piter.

Piter yakin sistem keuangan Indonesia mampu menghadapi goncangan akibat kejatuhan SVB. Ia juga mengingatkan OJK untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada sistem dan lembaga keuangan.

“Otoritas harus tetap menjaga kepercayaan masyarakat terhadap semua sektor keuangan, jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan kepada sistem keuangan dan lembaga keuangan. Karena ketika kepercayaan masyarakat itu runtuh, perbankan atau lembaga keuangan yang sehat sekalipun itu bisa kolaps dalam waktu yang sangat singkat.” tutup Piter.

SVB sendiri merupakan salah satu pembiaya teknologi terbesar di dunia dan memiliki sejarah panjang dalam mendukung industri teknologi global. Kebangkrutan ini dapat memicu dampak negatif pada pasar modal global dan investor yang terkait dengan teknologi.

Artikel SebelumnyaBarcelona Suap Wasit, Pemerintah Spanyol Ambil Sikap
Artikel SelanjutnyaSopir SKPA Galang Dana untuk Turkiye

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here