Komparatif.ID, Jakarta—AKBP Benny Bathara, S.I.K., M.I.K, pada Kamis (21/8/2025) mengikuti Sidang Promosi Doktor di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK), Jakarta. Disertasi AKBP Benny Bathara berjudul Pemolisian Intra-Agama: Studi Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Manislor, Kuningan, Jawa Barat.
Sidang Promosi Doktor dipimpin oleh BJP. Dr. Joko Sutiyono, S.H., S.I.K., M.Hum. Para promotor tersdiri dari Prof. Dr. H. Iskandar Zulkarnain, Prof. Dr. Robertus Robet, M.A., dan Dr. Ilham Prisgunanto.
Para penguji terdiri dari Prof (Ris) Hermawan Sulistyo, M.A., Ph.D., Prof. Angel Damayanti,Ph.D., Prof. Yon Macmudi, Ph.D., Dr. Novi Indah Earlyanti, M.Pd., Dr. Tamrin Tomagola, dan Dr. Supardi Hamid,M.Si.
AKBP Benny Bathara menjelaskan kepada Komparatif.ID, dia memilih mendalami persoalan isu intra-agama, dalam rangka memperdalam pemahaman terkait dengan berbagai persoalan keagamaan yang terjadi di Indonesia.
Republik Indonesia merupakan negara dengan tingkat pluralitas yang sangat tinggi. Di tengah multicultural dan pluralitasnya, seringkali terjadi konflik antar kelompok, termasuk yang berbasis agama.
Baca juga: Jaringan Terorisme Wahabi Takfiri Sudah Ada di Aceh
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi peran dan tantangan kepolisian dalam menangani konflik intra-agama.
Menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap konflik memiliki karakteristik unik. Dengan karakternya yang unik, akan mempengaruhi proses penanganannya.
Dalam kasus Jemaat Ahmadiyah di Manislor, Kuningan, Benny Bhatara menyebutkan kekerasan yang terjadi bersifat situasional dan berakar pada perbedaan ideologi keagamaan. Konflik ini diperparah oleh faktor sosial, ekonomi, dan politik.
Dengan menggunakan Theory of Practice dari Pierre Bourdieu, ditemukan bahwa pertarungan antara habitus dan berbagai bentuk kapital—terutama kapital sosial—memainkan peran krusial dalam konflik ini; meskipun JAI memiliki kapital ekonomi dan budaya, mereka kalah pengaruh karena lemahnya kapital sosial dibanding kelompok non-JAI yang didukung institusi keagamaan resmi dan organisasi massa Islam besar.
Penelitian ini mengajukan model baru pemolisian konflik intra-agama, yang menempatkan polisi tidak hanya sebagai penengah, tetapi juga sebagai koordinator dan kolaborator yang melibatkan pihak ketiga.
Model ini menekankan pentingnya kolaborasi lintas-sektor dan penerapan pendekatan koersif sekaligus kolaboratif dengan melibatkan lembaga negara, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat sipil guna meningkatkan efektivitas pemolisian konflik keagamaan.