Akhirnya, Emas!

Gigit medali emas
Pelatih Timnas Indonesiq Indra Syafri, menggigit medali emas cabang sepak bola setelah berhasil menaklukkan Thailand 5-2 di final. Foto: PSSI.

Medali emas yang sudah diambang pintu, seketika buyar setelah Burapha mencetak gol untuk Thailand di menit 90+7.  Rasanya gagal menjadi pemuncak di turnamen sepak bola merupakan kutukan bagi Timnas Indonesia. 

Apalagi 65 menit Timnas Indonesia sudah unggul 2-0 atas Thailand. Bahkan, seluruh dari kita: pelatih dan official, para pemain di lapangan, penonton di stadion, dan pecinta sepak bola di seluruh tanah air, sudah bersiap merayakan emas cabang sepak bola yang sudah ditunggu selama lebih dari 3 dekade.

Harapan itu kembali tumbuh setelah sontekan cantik Irfan Jauhari meluncur ke gawang Soponwit. Berturut-turut setelahnya, kita bertepuk tangan meriah setelah melihat gol demi gol dari Fajar dan Beckham merontokkan Raja ASEAN itu. 

Baca: Indonesia Raih Emas Sepak Bola SEA Games Setelah 32 Tahun

5-2 bukan hanya skor yang terpampang sebagai hasil akhir pertandingan. Skor 5-2 adalah simbol dari penataaan sepak bola kita sejak dimulainya era Shin Tae Yong di masa kepemimpinan Iwan Bule di PSSI. Sepak bola Indonesia tidak lagi sama, baik secara mental, fisik, dan teknik. Jadi, emas SEA Games di sepak bola merupakan kerja kolektif di mana Indra Syafri menjadi juru bicara dari prestasi itu. 

Bukan kebetulan bahwa pelatih satu ini sangat cakap mengelola tim kelompok umur. Melalui tangannya, kita pernah mengharu-biru dengan lahirnya generasi Ivan Dimas. Dari Indra pulalah, Witan dan Egy Maulana tumbuh menjadi pemain sepak bola masa depan Indonesia.

***

“Nonton kemenangan Indonesia lawan Thailand ini, asli macam nonton akhir film India, waktu anak mudanya menyiksa habis sebelum menghabisi musuh besarnya,” tulis Win Wan Nur beberapa saat setelah pertandingan berakhir. 

Apa yang ditulis Win Wan Nur benar seratus persen. Thailand di atas lapangan sepak bola seperti kemustahilan. Sampai-sampai ada adigium, “Hanya Tuhan dan Thailand yang tidak dapat dikalahkan.”

Kita pernah sesak di dada selama berminggu-minggu setelah melihat bola tendangan penalti Uston Nawawi melayang di atas mistar gawang Thailand yang dijaga oleh Totchtawan Sripan. Padahal saat itu, Timnas Indonesia bermain di bawah dukungan seratus ribu penonton di Stadion Utama Senayan Jakarta pada babak final cabang sepak bola SEA Games 1997. 

Tendangan yang melambung ke atas gawang itu sama seperti membawa terbang jauh emas dari cabang yang paling bergengsi itu. Juara umum SEA Games saat itu pun terasa hambar karena gagal meraih emas cabang sepak bola.

Setelah itu, cerita demi cerita kegagalan di final terus menghantui sepak bola Indonesia, tidak hanya di SEA Games, tetapi juga di turnamen seperti Piala AFF. Podium juara pertama seperti menjauhi Indonesia, seberapapun kuatnya kita berusaha.

Stadion Shah Alam, 26 Agustus 2017, Indonesia tampil dengan memukau selama 90 menit. Saat itu, Luis Milla yang menangani Timnas Indonesia. Pelatih asal Spanyol itu membuat kita berdecak kagum melihat cara pemain Indonesia memainkan bola. 

Seluruh mata di stadion kala itu dibuat tidak bergerak melihat aliran bola dari kaki Ivan Dimas, Zulfiandi dan pemain lainnya. Namun, permainan indah tidak otomatis menjadikan Indonesia meraih medali emas. Mungkin, dalam amatan sederhana, hal tersebut yang hendak diubah oleh Shin Tae Yong.

Di bawah kendalinya, dua hal yang diperbaiki dari sepak bola Indonesia: etos dan fisik. Pilihan Shin Tae Yong ini membuat Pundit Sepak Bola Sumatra, Teuku Fadli, jengkel. Dia memiliki keyakinan bahwa di bawah asuhan Milla, sepak bola Indonesia lebih enak ditonton.

Malam ini, prototipe sepak bola Indonesia yang dibentuk oleh Shin Tae Yong mendapatkan pembenaran secara faktual: Emas SEA Games. Emas yang terakhir kalinya didapat ketika Indonesia memainkan sepak bola serupa, yaitu spartan dan tidak menyerah, di bawah kepelatihan Anatoli Polosin.

Emas Bergengsi

Hal yang wajar kita lakukan adalah menikmati keberhasilan Timnas Indonesia meraih emas SEA Games. Prestasi yang bahkan masih dikejar oleh tim sekelas Thailand. Kalau Thailand menganggap mereka telah “selesai” di level Asia Tenggara, tidaklah mungkin di final tadi, mereka bermain sengotot itu sehingga membuat tiga pemainnya dan dua officialnya mendapat kartu merah.

Sampai kapan pun, final cabang sepak bola di SEA Games tetaplah bergengsi karena ajang itu merupakan titik anjak untuk meraih prestasi yang lebih besar lagi. Kali ini, Indonesia telah melalui jalan itu dengan kemenangan. Harapannya, masa depan sepak bola Indonesia terus cerah. Lalu, kita sebagai pecinta tim nasional tidak lagi merana karena melihat kekalahan demi kekalahan.

Terima kasih Timnas Indonesia, selamat! 

 

Artikel SebelumnyaLembu & Kambing di Aceh Jaya Tak Berkutik Kena Ciduk Satpol PP
Artikel SelanjutnyaCurhatan Bacaleg
Bung Alkaf
Esais. Akademisi IAIN Langsa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here