Akademisi UIN Desak Pemerintah Aceh Serius Tangani Isu Kesehatan Mental

Sekjen ISAD: Islam dan Politik Aceh Tak Boleh Terpisah Akademisi UIN Desak Pemerintah Aceh Serius Tangani Isu Kesehatan Mental
Sekretaris Jenderal Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD), Dr. Teuku Zulkhairi. Foto: HO for Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Dr. Teuku Zulkhairi, mendesak Pemerintah Aceh agar mengambil langkah konkret dan serius dalam menghadapi persoalan kesehatan mental yang kian mengkhawatirkan. 

Desakan ini muncul menyusul dua peristiwa tragis bunuh diri yang terjadi hanya dalam kurun waktu 24 jam terakhir di Kota Banda Aceh. 

Zulkhairi yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) menilai kejadian tersebut bukan sekadar tragedi individu, tetapi sebuah sinyal keras tentang lemahnya sistem dukungan sosial dan kesehatan jiwa di Aceh.

Menurutnya, fakta pelaku bunuh diri merupakan perempuan yang tinggal di wilayah perkotaan yang notabene dipenuhi hiruk pikuk aktivitas sosial, justru memperlihatkan bahwa tekanan mental bisa menyelinap diam-diam tanpa disadari.

“Kejadian ini alarm besar bagi kita semua, khususnya pemerintah daerah. Perempuan yang tampaknya hidup di tengah keramaian kota, ternyata bisa mengalami tekanan mental yang berat hingga mengambil jalan tragis,” ujar Zulkhairi di Banda Aceh, Minggu, (13/4/2025).

Zulkhairi menyebut situasi ini sebagai “alarm besar” yang harus segera disikapi. Pemerintah, Aceh lanjutnya, tak boleh hanya terpaku pada pendekatan reaktif atau sekadar memberikan respons pascakejadian, namun harus membangun sistem pencegahan yang efektif dan menyentuh akar persoalan. 

Salah satu langkah krusial yang diusulkan adalah penguatan dan penyebarluasan fasilitas layanan kesehatan mental yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. 

Baca juga: Wanita Muda di Banda Aceh Ditemukan Tewas Tergantung di Pintu Kamar

Menurutnya, layanan semacam ini perlu dibangun dengan pendekatan yang ramah, empatik, serta jauh dari kesan menyeramkan atau menghakimi, sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman untuk mencari pertolongan saat menghadapi tekanan psikologis.

“Pemerintah Aceh harus mulai memperbanyak pusat-pusat layanan kesehatan mental, terutama di pusat-pusat kota, dengan pendekatan yang empatik, mudah diakses, dan tidak menakutkan bagi masyarakat,” tambahnya.

Zulkhairi juga menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam membangun kesadaran kolektif mengenai pentingnya menjaga kesehatan mental. 

Menurutnya, lembaga pendidikan, tokoh agama, dan komunitas sosial memiliki peran besar dalam menghapus stigma yang masih melekat terhadap orang-orang yang berusaha mencari bantuan psikologis. 

Menurutnya menjaga kesehatan mental bukanlah bentuk kelemahan, melainkan bagian dari tanggung jawab spiritual terhadap diri sendiri dan amanah kehidupan. Ia mengatakan stigma tersebut harus dihapus agar tidak menjadi penghalang bagi orang yang membutuhkan bantuan profesional.

“Stigma terhadap orang yang mencari bantuan psikologis harus dihapus. Perlu ada literasi luas bahwa menjaga kesehatan mental bukan tanda kelemahan, tetapi bentuk tanggung jawab terhadap diri sendiri dan terhadap amanah Allah atas hidup kita,” ujarnya.

Lebih jauh, ia menegaskan pentingnya pendekatan spiritual sebagai bagian dari strategi penguatan mental masyarakat. 

Dalam konteks masyarakat Aceh yang mayoritas muslim, praktik ibadah seperti dzikir, shalat tepat waktu, dan membaca Al-Qur’an diyakini dapat menjadi penopang kekuatan batin yang sangat penting dalam menghadapi berbagai tekanan hidup. 

Ia menekankan nilai-nilai seperti tawakal dan ridha merupakan fondasi mental yang bisa menguatkan seseorang saat menghadapi kenyataan yang tidak sesuai harapan. Karena itu, pendekatan keagamaan yang menyejukkan dan tidak menghakimi perlu digalakkan lebih luas lagi, baik melalui ceramah-ceramah di mimbar masjid, majelis pengajian, maupun ruang-ruang pendidikan formal dan informal.

Zulkhairi menyampaikan ISAD turut mendorong adanya sinergi antara pendekatan medis dan spiritual dalam menyikapi persoalan kesehatan mental. 

Menurutnya, hanya dengan kolaborasi antara dua pendekatan tersebut, masyarakat Aceh dapat membangun ketahanan mental dan ruhani yang kokoh. Ia mengajak semua elemen masyarakat untuk menjadikan tragedi ini sebagai momentum refleksi dan pembenahan sistemik dalam bidang kesehatan mental. 

Kejadian menyedihkan ini, katanya, harus menjadi cermin bagi kita semua bahwa di tengah kemajuan pembangunan fisik, kebutuhan jiwa dan batin masyarakat jangan sampai diabaikan. 

Pemerintah Aceh, akademisi, ulama, dan seluruh unsur masyarakat perlu duduk bersama untuk menyusun langkah konkret yang menjamin tersedianya layanan psikososial yang inklusif dan berkelanjutan.

“Perpaduan antara pendekatan medis dan spiritual adalah kunci dalam membangun masyarakat yang lebih kuat secara mental dan ruhani,” tutupnya.

Artikel SebelumnyaBupati Bireuen: Tenang, Pejabat Berkinerja Baik Tidak Dicopot
Artikel SelanjutnyaTA Khalid Dipilih Sebagai Ketua Darah Biru Aceh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here