Aceh Utara; Jeut Cheih Asai Beik Choeh

Teuku Murdani memperhatikan Aceh Utara
Teuku Murdani.

Aceh Utara ibarat duda yang diusir oleh mantan istrinya. Sebuah kabupaten induk yang harus pergi dari ibu kota kabupaten yang telah dibangun bertahun-tahun dan harus memulai hidup seperti sebuah kabupaten yang baru dimekarkan.

Sedangkan semua aset Aceh Utara, diserahkan kepada mantan istri Kota Administratif Lhokseumawe. Aceh Utara juga ibarat konglomerat yang sekarang hidup melarat. Pernah dikenal dengan sebutan Petro Dollar namun sekarang menjadi hamba laeh.

Sangat miris melihat kondisi Aceh Utara saat ini. Daerah yang pernah sangat maju, kini tak punya apa-apa, selain sederet masalah pembangunan dan ekonomi.

Padahal Aceh Utara memiliki berbagai sumber daya alam, dimana kalau diimbangi dengan sumber daya manusia yang mumpuni akan menjadi daerah sentra produksi bahan pokok untuk kabupaten lain. Aceh Utara memiliki sawah terluas di Aceh, wilayah yang sangat menjanjikan, mulai dari perairan sampai ke daerah pegunungan yang memiliki hawa dingin.

Baca: Mosi Tak Percaya Kepada Pj Bupati Aceh Utara Tak Mendasar

Namun potensi besar itu tak dapat digarap serius. North Aceh sibuk membangun kembali dirinya. Sibuk mengurus pembangunan infrastruktur dan tak dapat memberikan fokus lebih besar kepada pengembangan ekonomi masyarakat. Meski demikian, Kota Lhoksukon yang menjadi ibukota pengganti Lhokseumawe tetap tidak berkembang lebih maju.

Membangun Aceh Utara bukanlah pekerjaan mudah, mengingat status dudanya yang diusir oleh istri pasti memiliki beban psikologis. Ditambah sebagai mantan konglomerat, tentunya eumbong-eumbong lama masih tersisa untuk dipamerkan. Eumbong yang membuat mata tertutup betapa anaknya—Bireuen—telah melaju sangat jauh.

Sesuai dengan teorinya, upaya pembangunan memiliki tantangan yang tidak jauh berbeda dengan belahan dunia lainnya. Apa yang diuraikan oleh Sunday dan Oluoha di Nigeria misalnya, upaya pembangunan di sana juga memiliki berbagai tantangan. Tantangan paling besar adalah keinginan para elit untuk mendapatkan porsi khusus dalam setiap kegiatan pembangunan.

Atau apa yang disampaikan oleh Setokoe dan Ramukumba terhadap pengalaman upaya pembangunan di Afrika Selatan. Program pembangunan selalu dihalang-halangi oleh para elit dan kroni-kroninya yang ingin mempertahankan status quo atau ingin mendominasi setiap kegiatan proyek pembangunan yang ada.

Pengalaman lainnya adalah apa yang diuraikan oleh Suthasupa terhadap pengalaman upaya pembangunan di Thailand. Selama puluhan tahun semua proyek pembangunan dimonopoli oleh 20% oligarki yang memiliki hubungan dekat dengan elit pemerintahan, sehingga distribusi pembangunan tidak terjadi pemerataan terhadap rakyat kecil.

Kondisi ini tidak mengherankan ketika mantan perdana mentri Thailand Yingluck Shinawartra ditangkap dan dipenjara karena terlibat dalam kasus skema subsidi beras.

Mengamati kondisi cheih choeh di Aceh Utara dalam dua bulan terakhir ini menimbulkan berbagai tanda tanya di tengah-tengah masyarakat. Apa yang sedang terjadi? Pertama, munculnya isu mosi tidak percaya dari beberapa anggota dewan terhormat terhadap PJ. Bupati Azwardi Abdullah.

Kedua, dikuti dengan berita Bupati mengendalikan tender proyek yang diistilahkan dengan tender Abu Nawas. Tentu saja berita ini begitu sensitif karena seperti yang terjadi di Nigeria, Afrika Selatan dan Thailand bisa saja di Aceh Utara sedang terjadi monopoli proyek pembangunan untuk mempertahankan status quo pemain lama yang sedang terganggu dengan kebijakan baru.

Pusat persoalannya adalah ketika sebuah berita yang dimuat pada media online Beritamerdeka.net, 23 Maret 2023, yang menyebutkan hampir dipastikan bahwa kontraktor dari Banda Aceh menguasai pemenang tender. Namun dalam daftar perusahaan pemenang tender dari bantahan humas yang dimuat di MediaSatu, 24 Maret 2023 menuliskan bahwa dari 15 paket yang diumumkan hanya satu perusahaan dari Banda Aceh, selebihnya adalah kontraktor lokal. Keterangan kabag humas juga sesuai dengan data yang tertera di laman www.lpse.acehutara.go.id.

Kondisinya ini menjadi lebih rumit ketika kepala dinas PUPR mengundurkan diri yang kemudian dikaitkan dengan persoalan tender proyek tersebut. Lebih menarik lagi ketika alasan pengunduran diri Kadis PUPR karena sudah memasuki masa purna tugas. Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa semua perusahaan yang ikut tender menggunakan seulangke dan asoe ranub. Apakah yang telah menjadi seulangke dan yang telah mengambil asoe ranub, telah salah hitung kali ini?

Apa yang sebenarnya terjadi pada duda yang diusir oleh mantan istrinya? Hanya Allah yang tahu dan setiap orang pasti akan mempertanggung jawabkan sandiwaranya di dunia nantinya di pengadilan Padang Mahsyar.

Tantangan Besar Membangun Aceh Utara

Pembangunan menurut beberapa pakar adalah upara memodernisasi suatu komunitas agar setiap anggota komunitas tersebut memiliki hidup yang lebih baik. Hal ini juga yang terjadi pada agama Islam. Islam datang untuk memodernisasi manusia dari budaya  jahiliyah kepada tantanan budaya dan kehidupan islamiyah.

Namun apa yang dialami oleh Rasulullah ketika memulai perubahan? Pamannya sendiri yaitu Abu Lahab dan Abu Jahal malah menjadi penantang utama dengan alasan mereka takut akan kehilangan status quo dan peran di tengah-tengah masyarakat Arab ketika itu. Penantangan mereka semakin menjadi-jadi karena mendengar berbagai informasi dari para penjilat dan pengambil manfaat yang ada di sekeliling mereka.

Padahal secara logika para penjilat dan pengambil manfaat tersebut belum tentu rugi kalau berpihak kepada Nabu Muhammad, begitu juga dengan Abu Lahab dan Abu Jahal. Namun karena apa yang disampaikan Rasul adalah hal baru maka mereka menganggap sebagai sebuah bahaya terhadap eksistensi kekuasaan mereka saat itu.

Mengingat sejarah selalu berulang, namun dalam bentuk dan cerita yang berbeda bisa saja, mungkin Aceh Utara sedang diuji. Hasil dari ujian tersebut nantinya akan menentukan apakah Aceh Utara akan kembali kepada status Petro Dollar, atau daerah yang tetap miskin, dan dihisap habis-habisan dari praktek kolonialisasi oleh kelompok elitnya sendiri.

Namun yang pasti, perubahan selalu terjadi dan tidak dapat dihalangi atau ditunda. Orang-orang yang sukses adalah orang-orang yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Orang-orang yang anti terhadap upaya melahirkan kemajuan dan perubahan ke arah lebih baik juga akan dicatat oleh sejarah. Mereka kelak akan dikenang seperti halnya Abu Lahab dan Abu Jahal.

 

*Penulis adalah Putra Nisam Antara yang sedang menempuh Pendidikan Doktor di University of Canberra dalam bidang Pembangunan Masyarakat Terpencil.

Artikel SebelumnyaAceh Ibu Susu Indonesia
Artikel SelanjutnyaPiala Dunia U-20 2023 Terancam Batal Digelar di Indonesia
Teuku Murdani
Dosen pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here