
Komparatif.ID, Banda Aceh— Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mencatat sebanyak 237 kejadian bencana alam terjadi di Provinsi Aceh sejak Januari hingga Juli 2025.
Dari seluruh peristiwa tersebut, tercatat 10 orang meninggal dunia, 10 orang luka-luka, serta 4.838 kepala keluarga atau sekitar 11.033 jiwa terdampak. BPBA memperkirakan total kerugian akibat seluruh bencana tersebut mencapai Rp165 miliar.
Dari seluruh jenis bencana alam yang terjadi, kebakaran permukiman menjadi jenis bencana yang paling sering terjadi, yakni sebanyak 91 kejadian yang menghanguskan 255 unit rumah dengan estimasi kerugian sebesar Rp52 miliar.
Namun, pada Juli 2025, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi bencana yang paling dominan. Pada juli, tercatat 25 kejadian karhutla yang membakar 77 hektar lahan.
Sepanjang tujuh bulan pertama 2025, karhutla di Aceh terjadi sebanyak 51 kali dengan total luas lahan terbakar mencapai 174 hektar. Kerugian akibat karhutla diperkirakan mencapai Rp27 miliar.
Selain karhutla dan kebakaran permukiman, BPBA juga mencatat bencana banjir sebanyak 34 kali yang merendam 1.232 rumah warga dengan total kerugian ditaksir mencapi Rp48 miliar.
Angin puting beliung turut menjadi bencana alam yang cukup sering terjadi dengan 33 kejadian, merusak sedikitnya 375 rumah, lima sekolah, dan dua masjid. Kerugiannya mencapai Rp32 miliar. Sementara itu, longsor terjadi sebanyak 20 kali, merusak 12 rumah dengan estimasi kerugian Rp1,5 miliar.
Baca juga: Angka Bencana di Aceh Turun pada 2024, Kerugian Capai Rp123 Miliar
Bencana geologi seperti gempa bumi terjadi sebanyak lima kali dengan magnitudo antara 4,4 hingga 5,2 Skala Richter. Selain itu, abrasi tercatat dua kali yang berdampak pada delapan rumah rusak berat dan 50 rumah terendam milik 58 kepala keluarga.
Satu kejadian gelombang pasang juga dilaporkan terjadi di Desa Lhok Puuk, Kecamatan Seunudon, Aceh Utara.
Berbagai bencana ini turut berdampak pada fasilitas umum seperti 12 sarana pendidikan, lima sarana ibadah, serta 66 unit ruko dan bangunan lainnya. Kerusakan juga terjadi pada empat jembatan, 204 hektar lahan akibat karhutla, dan 40 hektar sawah akibat banjir serta longsor.
Menanggapi peningkatan kejadian karhutla, khususnya pada Juli, Pelaksana Tugas Kepala BPBA, Teuku Nara Setia, mengimbau masyarakat untuk tidak mengeksploitasi hutan secara berlebihan. Ia menekankan pentingnya menjaga fungsi hutan sebagai daerah resapan air yang mampu mencegah banjir, longsor, dan kebakaran hutan.
“Pemberdayaan masyarakat atau sosialisasi kepada pelaku usaha yang terlibat dalam perluasan lahan, kami imbau jangan membuka lahan dengan cara membakar hutan,” ujar Nara dalam keterangannya di Banda Aceh, Kamis (7/8/2025).
Ia menambahkan BPBA akan terus berupaya meminimalisir kerusakan maupun korban akibat bencana, baik alam maupun non-alam. Nara menegaskan bencana alam merupakan tanggung jawab bersama dan seluruh elemen masyarakat harus berperan aktif dalam menghadapi situasi darurat.
“Kami terus berupaya agar BPBA bersama semua unsur pemerintahan dan masyarakat Aceh dapat meningkatkan mitigasi bencana agar jumlah kejadian bencana dapat terus menurun dari tahun ke tahun,” imbuhnya.