Mengapa Aceh jadi Terminal Bagi Pengungsi Rohingya?

229 pengungsi Rohingya yang ditampung di Balai Desa Muara Baru, tiba-tiba pada Jumat (25/11/2022) diangkut ke Simpang Landing, Lhoksukon. Sejumlah pihak menduga pemindahan itu dilakukan untuk menjelekkan citra Pemerintah Aceh Utara. Foto: Ist.
229 pengungsi Rohingya yang ditampung di Balai Desa Muara Baru, tiba-tiba pada Jumat (25/11/2022) diangkut ke Simpang Landing, Lhoksukon. Sejumlah pihak menduga pemindahan itu dilakukan untuk menjelekkan citra Pemerintah Aceh Utara. Foto: Ist.

Komparatif.ID, Banda Aceh– Pengungsi Rohingya yang “terdampar” di perairan Aceh sepanjang 2020-2022 berjumlah 1.555 orang. Mereka “didamparkan di berbagai wilayah di Aceh di sepanjang pantai Aceh Besar hingga pantai timur dan utara Aceh.

Pada Minggu, sebanyak 184 pengungsi dari Arakan kembali terdampar di Pantai Lamnga, Gampong Baro, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Minggu (8/1/2023). Para imigran gelap itu terdiri atas laki-laki dewasa 69 orang, perempuan dewasa 75 orang. Kemudian 40 anak-anak (22 laki-laki dan 18 perempuan).

Sejumlah sumber menyebutkan kehadiran pengungsi Rohingya ke Aceh, bukan bertujuan untuk menetap, konon lagi mencari penghidupan ekonomi. Mereka berbondong-bondong didamparkan ke Aceh, karena orang Serambi Mekkah memiliki empati dan simpati yang sangat tinggi terhadap kemanusiaan; konon lagi bila masih dalam satu keyakinan agama.

Para sindikat perdagangan manusia, memanfaatkan kebaikan hati orang Aceh, supaya ada celah membawa lebih mudah satu persatu pengungsi ke luar Aceh.

Masih ingat kasus terdamparnya 99 pengungsi asal Rakhine di Pantai Lancok, Syamtalira Bayu, Aceh Utara, pada 24 Juni 2020? Sejumlah nelayan dan warga membantu menurunkan mereka, termasuk tiga nelayan itu yang bernama Abdul Aziz, Faisal, dan Afrijal alias Raja.

Pada 27 Oktober 2020, Polda Aceh berhasil mengendus adanya human trafficking dalam pendaratan pengungsi dari kelompok etnis Indo-Arya di Pantai Lancok. Tiga nelayan; Abdul Aziz, Faisal, dan Afrizal (Raja), serta seorang warga Rohingya bernama Shahad Deen ditangkap oleh polisi. Dua orang lainnya yaitu AJ dan Ar masuk daftar pencarian orang (DPO).

Pada 14 dan 16 Juni 2021, mereka divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Lhoksukon, Aceh Utara, dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Mereka terbukti menyelundupkan manusia ke Aceh, dengan bayaran per kepala dewasa Rp1,6 juta.

Pada hari Minggu (17/4/2022) tiga pria masing-masing SR (35), FA (28), dan BRH (30) ketiganya warga Bireuen, ditangkap polisi karena berupaya membawa lari beberapa pengungsi yang sebelumnya didamparkan di Pantai Kecamatan Jangka. Ketiga pria itu diringkus polisi ketika sedang berusaha membawa lari 4 pengungsi di sana.

Para pelaku mengaku dibayar Rp2 juta per orang untuk membawa etnis Rohingya ke Langsa. Sesampai di Langsa, ada agen lain yang akan melanjutkan pelarian para imigran ke Kota Medan, Sumatera Utara.

“Hati orang Aceh mudah disentuh. Mendamparkan etnis Rohingya ke Aceh dilakukan demi menghemat energi dan operasional,” sebut sumber Komparatif.id.

Belum lagi kasus pelarian pengungsi Rohingya dari camp penampungan, yang tidak berhasil diungkap, atau dibiarkan saja tanpa pengungkapan. Beberapa titik penampungan pengungsi Rohingya secara cepat berkurang jumlah pengungsinya, karena satu persatu melarikan diri di tengah malam.

Mereka secara tiba-tiba menghilang dari camp, dan tak pernah kembali. Menurut informasi, rata-rata mereka dijemput oleh kelompok tertentu, dan dibawa ke Sumatera Utara, karena di sana ada organisasi yang mengurus etnis Rohingya, dan menyalurkan mereka ke berbagai negara tujuan akhir seperti Malaysia, dan Australia.

Ketua Konsorsium LSM Aceh Peduli Rohingya Dr. Andika Jaya Putra, M. A, yang juga Direktur Community Rehabilitation and Research Centre (CRRC), Selasa (27/12/2022), mengingatkan pemerintah harus menyiapkan sejumlah langkah, demi menyambut dan menangani kedatangan pengungsi Rohingya yang semakin sering tiba di Aceh. Untuk membaca keterangan lengkap Dr. Andika, silakan klik tautan: Etnis Rohingya Sering ke Aceh, Pemerintah Perlu Tempuh Langkah Pasti

Pengungsi Rohingya Dilabukan ke Aceh Karena Dekat Laut Andaman

Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian ESDM Achsanul Habib, Rabu 4/1/2023) dalam rapat virtual dengan Komisi I DPR RI menyebutkan ada 9 kejadian pendaratan kapal imigran Rohingya di Aceh periode 2020-2022, dengan total pengungsi 1.155 orang.

Ia juga menyebutkan kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh, selalu bertepatan ketika pemerintah sedang sangat sibuk dengan urusan lain.

“Dilihat dari waktu kedatangannya, kami simpulkan mereka datang pada saat Pemerintah Indonesia fokus pada urusan lain, dan mereka memanfaatkan peluang (saat itu). Apalagi Aceh adalah wilayah (Indonesia) yang paling dekat dengan Laut Andaman,” kata Habib.

Menurut data yang diperoleh Komparatif.ID, pengungsi  dari Rakhine pertama kali terdampar di Aceh pada Januari 2009 di Sabang. Jumlah pengungsi saat itu berjumlah 193 orang. Akan tetapi karena Aceh masih dalam tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa dan tsunami, kehadiran mereka tidak menjadi perhatian luas.

Pada Februari 2009, sebanyak 198 orang pengungsi dari Rakhine, Myanmar kembali terdampar di di Aceh, tepatnya di Idi, Aceh Timur. Setelah itu, kembali terjadi pada 2013. Kemudian berlanjut hingga awal 2023.

Artikel SebelumnyaPadang Rumput Menghijau di Mekkah dan Madinah
Artikel SelanjutnyaPrabowo: Rakyat Butuh Presiden Alternatif!
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here