Komparatif.ID, Jakarta— Aktivis HAM dan Ketua Forum De Facto Feri Kusuma, meminta institusi Polri tidak terpengaruh dengan tekanan publik dalam menangani kasus tewasnya Brigadir J. Hal tersebut disampaikan oleh Feri dalam siaran persnya, Senin (1/8/2022).
Kasus tersebut memiliki banyak sisi yang harus menjadi acuan penegak hukum. Dampak yang ditimbulkan dari peristiwa itu bukan hanya dialami oleh Brigadir J dan keluarganya. Tapi juga dialami oleh istri Brigjen Ferdi Sambo, Putri Cendrawathi.
Putri Cendrawathi yang diduga telah dilecehkan secara seksual, ikut menanggung beban ganda. Tidak terkecuali anak-anaknya yang juga akan mengalami dampak sosial dan psikologi.
“Berempati kepada Brigadir J dan keluarganya merupakan bentuk nilai kemanusiaan yang tidak dapat ditolak. Tapi jangan abaikan juga derita yang dialami oleh Putri Cendrawathi dan anak-anaknya. Bagi seorang perempuan, diterpa isu mengalami pelecehan seksual bukan perkara kecil,” kata Feri, mantan pengurus LSM KontraS Aceh.
Hal lain yang perlu diperhatikan, perlakuan yang sama juga perlu diberikan kepada anggota polisi yang namanya ikut terseret.
“keterkaitan antara sebab dan akibat, antara korban dan pelaku. Korban atau pelaku adalah istilah dan subjek yang bisa bertukar posisi. Orang yang dituduh korban, bisa jadi ia pelaku, begitu pula sebaliknya,” sebut Feri.
Dalam kasus ini, yang telah nampak di permukaan bahwa Brigadir J meninggal. Kenyataan ini memang sangat menyakitkan karena kematian pasti meninggalkan luka yang amat dalam bagi keluarganya.
Namun status Brigadir J belum diputuskan oleh hukum, apakah ia seorang korban yang tidak bersalah, atau justru ia seorang terduga? Begitu pula dengan anggota Kepolisian yang lainnya, yang masih diduga terlibat, tapi statusnya dan derajat tindakannya belum tentukan.
“Bandingkan jika yang meninggal itu orang lain. Dalam setiap kesalahan, ada derajat atau tingkatannya. Jangan menghukum orang melampaui dari derajat kesalahannya, itu bukanlah keadilan,” katanya.
Untuk itu, sebaiknya tidak menghakimi dan mencampur aduk sesuatu, sebelum fakta kebenaran menerangi misteri ini. Proses yang baik harus dihargai, ketelitian dan ilmu pengetahuan harus berfungsi dengan baik untuk mengungkap fakta yang sebenarnya.
Kebenaran itulah nantinya yang harus diterima dengan lapang dada. Oleh karena itu, menyikapi suatu masalah memerlukan sikap kritis, objektif, konstruktif dengan tetap mengedepankan moralitas serta menghormati martabat setiap manusia-tanpa terkecuali. Hukum harus terus dijaga agar tetap hidup.
“Agar hukum tetap hidup, hukum perlu nutrisi. Nutrisi hukum itu moral. Moral harus menjadi penerang yang menerangi kebenaran, baik atau buruk, salah atau benar dan mendudukkan suatu perkara pada tempat yang tepat dan proporsional.”
Dalam penanganan kasus tersebut, Feri mengimbau, kepolisian sebagai institusi penegak hukum sebaiknya juga jangan bertindak gegabah dan mengambilsuatu keputusan berdasarkan tekanan suara mayoritas.
Bertindak atas dasar tekanan mayoritas bukan penyelesaian masalah, justru akan meninggalkan beragam permasalahan di kemudian hari, baik permasalahan untuk internal kepolisian maupun untuk menjaga nalar sehat publik.
“Untuk itu Kepolisian harus berani berdiri tegak, sekalipun serangan dan kepercayaan terhadap Polri menurun.Jangan goyah karena persentase kepercayaan, sebab kepercayaan dan/atau ketidakpercayaan itu tidak bersifat absolut, ia bergerak sesuai gerak hati manusia, pikiran dan kepentingan manusia yang perlu diuji setiap waktu,” sebutnya.
Meskipun menyikapi masalah ini tidak mudah, namun Kepolisian tetap perlu menjaga independensinya sebagai penegak hukum, mengurai masalah ini secara teliti dan menunjukkan bukti-bukti hukum yang menyakinkan.
Prinsip scientific crime investigation yang selama ini sering dipergunakan harus benar-benar dipraktikkan dalam menunjukkan peristiwa yang sebenarnya kepada publik.