
Ancaman infeksi parasit sering kali terlupakan dalam hiruk-pikuk respon tanggap darurat bencana, termasuk di Senyar. Padahal, relawan berada di garis depan dan sangat rentan terpapar parasit dari air, tanah, maupun vektor seperti nyamuk.
Melindungi relawan berarti menjaga keberlanjutan pelayanan kemanusiaan dan mencegah munculnya klaster penyakit baru di tengah situasi yang sudah rapuh.
Mengapa relawan sangat rentan
Lingkungan pascabencana umumnya dipenuhi genangan air, sanitasi rusak, dan kepadatan hunian sementara, kondisi ideal bagi berkembangnya parasit penyebab penyakit. Relawan sering bekerja berjam-jam di lapangan, kontak langsung dengan lumpur, air kotor, dan limbah, sehingga risiko paparan melalui kulit, mulut, maupun gigitan vektor meningkat tajam.
Selain itu, banyak relawan datang dari berbagai daerah dengan status kesehatan dan imunitas berbeda, sehingga bukan hanya berisiko tertular, tetapi juga berpotensi menjadi pembawa (carrier) parasit ke keluarga dan komunitasnya saat kembali. Beban kerja tinggi, kurang tidur, dan gizi yang tidak optimal turut menurunkan daya tahan tubuh sehingga infeksi yang awalnya ringan bisa berkembang menjadi berat.
Jenis infeksi parasit yang mengancam
Di lokasi bencana dengan genangan air dan sanitasi buruk, infeksi parasit usus seperti amebiasis dan berbagai kecacingan (ascariasis dan lainnya) dapat menular melalui makanan dan air yang terkontaminasi tinja. Gejalanya berupa diare berkepanjangan, nyeri perut, berat badan menurun, dan pada kasus berat bisa menimbulkan perdarahan saluran cerna atau komplikasi organ lain.
Genangan air juga mendukung perkembangbiakan nyamuk Anopheles yang membawa parasit malaria, dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan lemas yang dapat mengganggu pasokan darah ke organ vital jika terlambat ditangani. Relawan yang sering berjalan di air atau lumpur tanpa alas kaki juga berisiko terinfeksi cacing yang menembus kulit, seperti pada strongyloidiasis dan penyakit parasit lain yang banyak ditemukan di daerah tropis dengan sanitasi buruk.
Cara penularan yang perlu diwaspadai relawan
Penularan parasit pencernaan sering terjadi saat relawan mengonsumsi air minum yang tidak dimasak dengan baik, es batu atau minuman dingin dari sumber air yang meragukan, serta makanan yang diolah di lingkungan yang tidak higienis. Kontaminasi tangan yang jarang dicuci dengan sabun sebelum makan atau setelah dari toilet membuat telur dan kista parasit mudah berpindah ke mulut tanpa disadari.
Baca juga: RS Adam Malik Berhasil Lakukan Operasi Bypass Otak Pertama di Sumut
Jalan kaki di genangan air atau lumpur tanpa sepatu beralas keras membuka peluang larva cacing untuk menembus kulit, terutama di daerah yang sanitasi dan pembuangan tinjanya tidak memadai. Sementara itu, tidur tanpa kelambu di sekitar genangan air meningkatkan risiko digigit nyamuk pembawa parasit malaria, yang sering baru menampakkan gejala beberapa hari hingga minggu setelah paparan.
Gejala dini yang tidak boleh diabaikan
Relawan perlu waspada ketika mengalami diare lebih dari tiga hari, terutama bila disertai darah, lendir, nyeri perut hebat, penurunan nafsu makan, dan berat badan yang mulai turun. Kondisi ini dapat menandakan infeksi parasit usus yang memerlukan pemeriksaan feses dan pengobatan antiparasit, bukan sekadar obat diare biasa.
Demam tinggi berulang, menggigil, sakit kepala, dan badan sangat lemas setelah beberapa hari bertugas di daerah genangan air patut dicurigai sebagai malaria dan perlu segera diperiksa ke fasilitas kesehatan. Gejala lain seperti ruam kulit gatal di area yang sering kontak dengan tanah atau air kotor, batuk menetap, atau keluhan pernapasan juga dapat berkaitan dengan infeksi parasit tertentu dan tidak boleh dianggap sebagai “masuk angin biasa”.
Langkah pencegahan pribadi bagi relawan
Ada beberapa kebiasaan sederhana yang bisa menjadi “tameng” utama relawan dari infeksi parasit. Pertama, disiplin kebersihan tangan: cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan, setelah dari toilet, dan setelah kontak dengan tanah, lumpur, atau pasien; bila air terbatas, gunakan hand sanitizer berbasis alkohol.
Kedua, pastikan semua air minum direbus hingga mendidih atau melalui proses pemurnian yang andal sebelum dikonsumsi, dan sebisa mungkin hindari es serta minuman dari sumber yang tidak jelas. Ketiga, selalu gunakan sepatu beralas keras dan, bila mungkin, kaus kaki saat bertugas di area lumpur atau genangan, serta pakaian berlengan panjang dan celana panjang untuk mengurangi paparan kulit terhadap tanah dan gigitan serangga.
Peran organisasi dan koordinator relawan
Perlindungan relawan tidak cukup hanya mengandalkan kedisiplinan individu; organisasi perlu memastikan adanya sistem yang aman. Koordinator lapangan sebaiknya menjamin ketersediaan air bersih, fasilitas cuci tangan, dan toilet yang memadai di posko, sesuai prinsip minimum yang diakui dalam respon kemanusiaan.
Selain itu, perlu ada sesi edukasi singkat sebelum penugasan tentang risiko penyakit menular, termasuk infeksi parasit, serta cara pencegahannya, karena penelitian menunjukkan bahwa pengalaman dan pelatihan lebih menentukan pemahaman relawan dibanding sekadar tingkat pendidikan formal. Penyediaan alat pelindung diri (masker, sarung tangan, sepatu boot, kelambu) dan protokol klarifikasi kesehatan (screening sederhana, rujukan cepat) juga menjadi tanggung jawab lembaga penyelenggara.
Kapan relawan harus mencari pertolongan medis
Relawan sering menunda berobat demi “tidak merepotkan tim” atau karena merasa masih kuat, padahal keterlambatan diagnosis infeksi parasit dapat berujung pada komplikasi serius. Segera periksa ke tenaga kesehatan jika mengalami demam tinggi berulang, diare berkepanjangan, muntah hebat, atau penurunan kondisi umum sehingga tidak sanggup bekerja seperti biasa.
Pemeriksaan feses, darah, dan evaluasi oleh petugas kesehatan memungkinkan identifikasi dini infeksi parasit dan pemberian obat spesifik, sehingga relawan dapat pulih lebih cepat dan mencegah penularan lebih luas. Relawan juga dianjurkan melakukan pemeriksaan kesehatan setelah rotasi atau kepulangan dari daerah bencana, terutama bila masih ada keluhan sisa yang tidak jelas penyebabnya.
Menjadikan kesehatan relawan sebagai prioritas
Di tengah fokus pada korban dan pemulihan infrastruktur, kesehatan relawan kerap terlupakan, padahal merekalah tulang punggung respon tanggap darurat. Menjadikan pencegahan infeksi parasit sebagai bagian dari standar operasional bencana di Senyar berarti melindungi manusia yang menjaga manusia, sebuah investasi kecil dengan dampak besar bagi keberlanjutan misi kemanusiaan. Dengan budaya aman, fasilitas yang layak, dan relawan yang teredukasi, ancaman parasit di tengah bencana dapat ditekan sehingga energi dapat difokuskan pada pemulihan komunitas yang terdampak.











