Pidie Ajukan 3 Lokasi Pertambangan Rakyat ke Kementerian ESDM

Pidie Ajukan 3 Lokasi Wilayah Pertambangan Rakyat ke Kementerian ESDM
Bupati Pidie Sarjani Abdullah bersama jubir Andi Firdhaus. Foto: HO for Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Sigli— Pemerintah Kabupaten Pidie resmi mengajukan usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Pemerintah Aceh.

Langkah ini disampaikan oleh Bupati Pidie, H. Sarjani Abdullah, S.H., M.H., lewat surat resmi bernomor 500.10.25/3933 tertanggal 3 Oktober 2025. Pengajuan tersebut merupakan tindak lanjut dari inisiatif Gubernur Aceh dalam menata sektor pertambangan agar lebih inklusif dan berpihak kepada masyarakat.

Menurut Sarjani, pengusulan WPR ini adalah bagian dari upaya menghadirkan tata kelola pertambangan yang adil, aman, serta ramah lingkungan. Dengan adanya penetapan WPR, masyarakat lokal yang selama ini menambang secara tradisional di beberapa wilayah bisa memperoleh akses legal tanpa khawatir terjerat persoalan hukum.

Juru Bicara Bupati, Andi Firdhaus, yang akrab disapa Andi Lancok, menjelaskan langkah ini bukan hanya sekadar formalitas, tetapi bagian dari strategi pembangunan ekonomi lokal berbasis sumber daya alam.

Ia menegaskan Pemkab Pidie ingin memastikan rakyat menjadi bagian dari proses pengelolaan tambang, bukan hanya penonton.

“Ini memberikan akses legal bagi warga untuk menambang dengan cara yang berkelanjutan dan bertanggung jawab,” kata Andi.

Baca juga: Mualem Ungkap Pertambangan Ilegal Akan Dialihkan Jadi Tambang Rakyat Legal

Ia menambahkan pengajuan tersebut juga merupakan tindak lanjut atas Surat Gubernur Aceh Nomor 500.10.25/2656 tentang Usulan Wilayah Pertambangan Rakyat, yang sejalan dengan Pasal 156 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Ketentuan tersebut memberi ruang bagi Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten untuk mengelola sumber daya alam sesuai dengan kewenangannya.

Pemkab Pidie mengusulkan tiga wilayah potensial sebagai lokasi WPR, yaitu Kecamatan Tangse dengan luas sekitar 387 hektar, Mane 328 hektar, dan Geumpang 1.451 hektar.

Ketiga wilayah tersebut dipilih berdasarkan hasil pemetaan geologi serta masukan masyarakat yang selama ini telah beraktivitas menambang secara tradisional.

Bupati Pidie menilai penetapan WPR akan memberi perlindungan hukum kepada penambang rakyat sekaligus mendorong tertibnya kegiatan pertambangan di lapangan.

Selain itu, kebijakan ini juga mendukung penerapan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur tata cara penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

“Ini bukan semata soal ekonomi, tetapi juga soal keadilan dan penghidupan layak bagi warga yang menggantungkan hidup dari tambang rakyat,” lanjut Andi. Ia menyebut, jika disetujui, WPR akan membuka peluang kerja baru, menumbuhkan usaha kecil di sekitar lokasi tambang, serta memperkuat ekonomi pedesaan di Pidie.

Usulan WPR tersebut kini menunggu evaluasi dari Pemerintah Aceh dan rekomendasi teknis dari Kementerian ESDM sebelum ditetapkan secara resmi. Surat pengajuan juga ditembuskan kepada Badan Geologi Kementerian ESDM, Ketua DPR Aceh, Ketua DPRK Pidie, Kepala DPMPTSP Aceh, serta Kepala DLHK Aceh.

Artikel SebelumnyaPotensi Risiko Luas, Basarnas Tidak Bisa Bekerja Sendiri
Artikel SelanjutnyaAngsana VC Juarai Turnamen HUT VC Tiger VIII Blang Gurah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here