Abi Zahrul: Ulama Harus Kuasai Kitab dan Teknologi

Abi Zahrul: Ulama Harus Kuasai Kitab dan Teknologi
Tgk. Dr. H. Zahrul Mubarak saat menyampaikan orasi ilmiah pada wisuda ke-IV Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Aceh, Selasa (23/9/2025). Foto: HO for Komparatif.ID.

Komparatif. ID, Banda Aceh— Tgk. Dr. H. Zahrul Mubarak HG, M.Pd (Abi Zahrul) mengatakan ulama memiliki tiga peran penting yang tidak bisa ditinggalkan di era modern. Pertama, ulama harus menjadi penjaga nilai agar perkembangan teknologi tidak menjauhkan manusia dari fitrah.

Kedua, ulama dituntut menjadi pencetak kader intelektual yang tidak hanya fasih membaca turats, tetapi juga tangkas menghadapi dunia digital. Ketiga, ulama harus tampil sebagai penggerak perubahan sosial yang mampu meluruskan informasi simpang siur serta memberdayakan masyarakat secara nyata.

Hal itu disampaikan Abi Zahrul pada orasi ilmiah di wisuda ke-IV Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Aceh, Selasa (23/9/2025).

Menurutnya Abi Zahrul, kader ulama saat ini tidak cukup hanya memahami kitab kuning, tetapi juga harus menguasai teknologi digital. Ia mengingatkan bahwa yang kehilangan integritas justru dapat menjadi sebab kehancuran umat.

Baca juga: STISNU Aceh Gelar Wisuda Ke-IV, Lahirkan Sarjana Siap Mengabdi untuk Umat

“Kader ulama di era ini dituntut bukan hanya bisa membaca kitab kuning, tetapi juga mampu membaca kode digital. Mereka harus menjaga integritas sejak dini, sebab agamawan tanpa integritas justru bisa menjadi sebab kehancuran umat,” ujarnya di hadapan para hadirin.

Dalam orasinya, Abi Zahrul juga menyinggung jebakan klasik yang sering menjerumuskan para agamawan, yakni harta, tahta, dan wanita. Ia mencontohkan Nabi Muhammad SAW yang menolak tawaran duniawi dari kaum Quraisy demi tegaknya dakwah Islam.

Selain itu, Abi. Zahrul mengapresiasi kiprah para ulama Aceh terdahulu seperti Syekh Abdurrauf as-Singkili, Syekh Nuruddin ar-Raniry, hingga ulama kontemporer seperti Abuya Muhammad Waly al-Khalidi dan Abon Abdul Aziz. Ia juga menyinggung peran penting pendiri STISNU Aceh,
Abu H. Faisal Ali, yang kini memimpin MPU Aceh sekaligus aktif dalam kepengurusan NU di tingkat wilayah maupun nasional.

Momentum wisuda disebutnya sebagai ikrar pengabdian, bukan sekadar pencapaian akademik. Ia menekankan gelar yang diraih para wisudawan tidak boleh menjadi titik akhir, melainkan awal perjalanan untuk terus belajar dan mengabdi di tengah masyarakat.

“Setinggi apa pun gelar kita, sehebat apa pun jabatan kita kelak, keberkahan hidup akan selalu bergantung pada ridha orang tua,” ucap Abi Zahrul.

Artikel SebelumnyaPengguna Wajib Berusia Minimal 18 Untuk Akses Penuh ChatGPT
Artikel SelanjutnyaKalahkan Blang Punteut Lewat Adu Penalti, Paloh Pineung Melaju ke Semifinal

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here