
Komparatif.ID, Jakarta— Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil mengatakan usia pensiun guru di angka 60 tahun dianggap sudah tepat. Ia menjelaskan penetapan usia pensiun pada 60 tahun tidak bisa dilepaskan dari penafsiran historis terhadap pengaturan pensiun sebelumnya.
Menurutnya, usia tersebut sudah dikategorikan sebagai usia lanjut yang berimplikasi pada penurunan konsentrasi dan daya tahan fisik, sehingga memengaruhi efektivitas pengajaran. Dengan begitu, usia pensiun guru di angka 60 tahun dianggap sudah proporsional.
Hal itu ia sampaikan pada sidang pemeriksaan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 yang diajukan oleh Sri Hartono, seorang guru bersertifikat pendidik yang mempersoalkan ketentuan batas usia pensiun guru pada usia 60 tahun.
“Usia 60 tahun dikategorikan sebagai usia lanjut. Pada usia ini terjadi penurunan kemampuan mulai dari kemampuan konsentrasi maupun daya tahan fisik yang tentu akan berimplikasi langsung terhadap efektivitas pengajaran,” ujar politisi PKS itu.
Lebih lanjut, Nasir menilai dalam pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah, peran guru tidak hanya sebatas menyampaikan materi, tetapi juga menjadi fasilitator perkembangan emosi, sosial, dan motorik peserta didik.
Baca juga: UU Desa Direvisi, Kades Kini Dapat Uang Pensiun
Guru, kata dia, dituntut memiliki kesabaran yang tinggi dan energi fisik yang cukup. Karena itu, ia menekankan bahwa usia di atas 60 tahun bukan lagi usia ideal untuk menjalankan peran sebagai guru aktif.
Nasir menjelaskan DPR menilai pembatasan usia pensiun guru merupakan bagian dari upaya menjaga kualitas pendidikan sekaligus optimalisasi sumber daya manusia.
Meskipun guru dan dosen sama-sama tenaga pendidik profesional, terdapat perbedaan kualifikasi, beban tugas, serta tanggung jawab. Karena itu, perbedaan batas usia pensiun guru dengan dosen dinilai wajar dan tidak diskriminatif.
DPR berpendapat penetapan batas usia pensiun merupakan kebijakan hukum terbuka dari pembentuk undang-undang. Sepanjang kebijakan tersebut tidak menimbulkan ketidakadilan, maka dianggap tidak bertentangan dengan konstitusi.
Dalam kesempatan yang sama, pihak pemohon menghadirkan dua saksi, yaitu Teguh Wibowo dan Ramli yang juga berprofesi sebagai guru. Teguh menyampaikan secara daring bahwa banyak guru masih sehat dan bugar pada usia 60 tahun.
Ia berpendapat tugas guru sama kompleksnya dengan dosen, sehingga wajar bila batas usia pensiun guru disamakan dengan dosen. Sementara itu, Ramli berharap agar MK mengabulkan permohonan ini sehingga dirinya tetap bisa berkontribusi bagi pendidikan Indonesia.
Permohonan perkara ini diajukan oleh Sri Hartono dengan alasan bahwa perbedaan batas usia pensiun antara guru dan dosen bertentangan dengan prinsip meritokrasi dalam kebijakan Aparatur Sipil Negara.
Ia menilai, ketentuan yang berlaku menimbulkan ketidakadilan serta berdampak langsung bagi guru, baik secara administratif maupun psikologis. Hartono juga menyoroti bahwa Indonesia sedang menghadapi kekurangan tenaga pendidik, sehingga pensiun guru berpengalaman di usia 60 tahun justru berlawanan dengan upaya pemerintah memperkuat kualitas sumber daya manusia di bidang pendidikan.