
Komparatif.ID, Jakarta— Industri rokok merupakan contoh sempurna ‘Serakahnomics’ —istilah yang diperkenal Presiden Prabowo Subianto pada sidang tahunan MPR RI bersama DPR dan DPD pada Jumat (16/8/2025).
Prabowo mengartikan ‘serakahnomics’ sebagai praktik ekonomi di Indonesia yang dilandasi keserakahan. Ia menjelaskan istilah tersebut bukan bukan bagian dari mazhab ekonomi yang umum diketahui, tapi hanya praktik serakah demi memperkaya diri dengan mengorbankan kepentingan masyarakat.
Hal itu disampaikan Kepala Center of Human and Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan Jakarta, Roosita Meilani Dewi, pada konferensi pers membaca RAPN 2026 yang digelar Center of Human and Development (CHED) ITB Ahmad Dahlan pada Jumat (22/8/2025).
“Industri rokok adalah contoh sempurna ‘serakahnomics’. Pertama, mereka mengeksploitasi konsumen yang sudah kecanduan,” terang Rosita.
Peneliti CHED ITB Ahmad Dahlan itu mengatakan industri rokok juga menyasar kelompok rentan, mulai dari generasi muda dan masyarakat miskin untuk melipatgandakan keuntungan sekaligus menjaga arus bisnis.
Baca juga: Cukai Rokok Bukan Mesin Cetak Uang, Tapi Instrumen Tekan Konsumsi
“Mereka (industri rokok) secara sistematis menyasar kelompok rentan seperti anak muda dan masyarakat miskin untuk melanggengkan bisnis,” lanjutnya.
Serakahnomics tidak berhenti disitu, Rosita menyebut industri rokok lalu bak pahlawan dengan tampil sebagai penyumbang cukai terbesar, tapi dengan konsekuensi memindahkan seluruh beban biaya kesehatan dan lingkungan kepada masyarakat.
“Mereka memindahkan seluruh beban biaya kesehatan dan lingkungan kepada masyarakat, sementara mereka tampil seolah-olah pahlawan penyumbang cukai,” ujarnya.
Rosita memaparkan dengan 70,2 juta perokok di Indonesia, termasuk 5,7 juta anak usia 10-18 tahun, pasar rokok di tanah air menjadi surga bagi industri. Data Badan Pusat Statistik (BPS) secara konsisten menunjukkan belanja rokok menempati urutan kedua terbesar dalam pengeluaran rumah tangga miskin, mengalahkan belanja untuk protein seperti telur dan ikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan konsumsi beras, rokok, dan kopi sachet menjadi penyebab kemiskinan di Indonesia pada Maret 2025. Ketiga komoditas ini mendominasi pengeluaran masyarakat, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan, dan berdampak besar terhadap klasifikasi tingkat kemiskinan.
Dalam laporan resmi BPS, di posisi kedua rokok kretek filter menyumbang 10,72 persen terhadap garis kemiskinan di perkotaan dan 9,99 persen di perdesaan.
Kondisi ini tidak jauh berbeda dari temuan pada periode September 2024, rokok kretek filter juga menempati urutan kedua pada periode tersebut dengan kontribusi masing-masing 10,67 persen di perkotaan dan 9,76 persen di perdesaan.