Sejarah penyebutan asal usul nama Meulaboh sering menjadi bahan perdebatan di kalangan sejarawan. HM Zainuddin dalam Tarich Atjeh dan Nusantara menyebutkan bahwa penamaan Meulaboh berasal dari para perantau Minangkabau yang datang ke daerah tersebut akibat gejolak Perang Padri yang berlangsung di Sumatra Barat pada tahun 1821–1837.
Menurut Zainuddin, para perantau ini berasal dari wilayah Minang, namun disebut “dari Aceh” karena telah menetap atau memiliki ikatan dengan daerah Aceh sebelumnya.
Dikisahkan, para perantau ini menggunakan istilah Minang “Disiko kito balabuh” (di sini kita berlabuh), yang dalam perjalanan waktu berubah penyebutannya menjadi “Meulaboh”. Versi inilah yang banyak diceritakan dalam tradisi lisan dan beberapa catatan sejarah populer.
Namun, bila kita menelaah lebih dalam, terdapat fakta yang menantang klaim tersebut. Dalam peta Beaulieu tahun 1621 dan peta pelabuhan Aceh–Sumatra abad ke-18, telah tercantum penyebutan “Labo” di wilayah pesisir barat Aceh.
Baca juga: Orang Singkil Bukan Pencuri Budaya Minang
Bahkan dalam peta yang lebih tua, terdapat toponimi Analabu yang secara fonetis dekat dengan “Meulaboh” atau “Laboh”. Artinya, nama atau istilah serupa sudah dikenal ratusan tahun sebelum Perang Padri terjadi.
Zainuddin sendiri, di bagian lain tulisannya, menyebutkan sebelum masa Sultan Iskandar Muda (1607–1636) wilayah Meulaboh sudah ada. Namun di bagian lain, ia juga mengatakan bahwa nama Meulaboh diberikan oleh para perantau Minang. Hal ini menimbulkan kontradiksi dalam narasi beliau.
Jika dilihat dari sudut etimologi Aceh, kata “Laboh” berarti menyebarkan pukat atau tempat menyebarkan pukat (laboh pukat). Nama Meulaboh dalam bahasa Aceh dapat dimaknai sebagai “tempat berlabuh” atau “lokasi untuk menebar jaring”.
Pemaknaan ini sesuai dengan karakter wilayah pesisir barat Aceh yang kaya akan aktivitas perikanan dan pelabuhan sejak berabad-abad lalu.
Selain itu, catatan masyarakat setempat menyebutkan bahwa disebut Meulaboh, wilayah ini pernah memiliki nama Pasie Karam (pantai yang karam) karena sering dilanda gelombang besar atau tsunami.
Peristiwa gempa dan gelombang pasang memang tercatat berkali-kali melanda pesisir barat Aceh sejak zaman dahulu, sehingga memberi identitas geografis yang kuat pada wilayah tersebut.
Klo labuh = labôh, sehingga meulabôh = berlabuh, cukup masuk akal. tapi nggak sesederhana itu juga. Meskipun pengaruh minang di aceh nggak bisa dielakkan juga.