Akses Informasi Dana Desa dan BOS Jadi Sengketa Tertinggi di KIA

Akses Informasi Dana Desa dan BOS Jadi Sengketa Tertinggi di KIA
Diskusi dan coffe morning Komisi Informasi Aceh (KIA) bersama awak media dan LSM di Banda Aceh, Kamis (31/7/2025). Foto: Komparatif.ID/Rizki Aulia Ramadan.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Komisi Informasi Aceh (KIA) mengungkap akses informasi dana desa dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) jadi sengketa yang paling banyak dilaporkan

Berdasarkan data yang masuk sepanjang 2023 hingga 2024, sengketa informasi terbanyak diajukan masyarakat berkenaan dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG) serta dana BOS.

“Ketika masyarakat meminta informasi, yang paling sering berujung sengketa adalah data-data terkait dana perimbangan, dana desa, dan Dana BOS. Ini adalah sinyal kuat bahwa informasi tersebut dianggap oleh badan publik sebagai sesuatu yang ‘sensitif’ dan susah diberikan,” ungkap Ketua KIA Junaidi di Banda Aceh, Kamis (31/7/2025).

Junaidi menjelaskan akar masalah terletak pada kegagalan besar di tingkat pemerintahan gampong dalam membangun sistem layanan informasi yang sesuai dengan amanat undang-undang. 

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang menjadi ujung tombak layanan informasi dana desa sebagian besar belum terbentuk atau tidak aktif menjalankan tugasnya.

Menurut Junaidi, kondisi ini sudah berada pada level darurat. Dari lebih 6.600 gampong yang tersebar di seluruh Aceh, hanya sekitar 40 gampong yang memenuhi standar dasar untuk monitoring dan evaluasi layanan informasi publik. 

Baca juga235 Gampong di Bireuen Sudah Cairkan Dana Desa Tahap I

Standar tersebut meliputi keberadaan website resmi yang memuat fitur PPID dan informasi publik yang diperbarui secara berkala. Bahkan di Banda Aceh, ibu kota provinsi yang seharusnya menjadi contoh, hanya 14 gampong yang memenuhi kriteria tersebut.

“Bayangkan, dari lebih dari 6.600 gampong yang ada di seluruh Aceh, data kami menunjukkan baru sekitar 40 gampong yang bisa dianggap memenuhi kualifikasi dasar untuk monitoring dan evaluasi. Kualifikasi itu adalah memiliki website resmi dengan fitur PPID dan menyajikan informasi publik secara berkala,” paparnya.

Ketua Bidang Edukasi KIA, M. Nasir, menambahkan kegagalan sistem informasi ini berdampak langsung pada hak masyarakat.

Ketika warga, orang tua murid, atau jurnalis meminta rincian penggunaan APBG dan dana BOS, mereka kerap mendapat penolakan atau dialihkan tanpa alasan jelas karena tidak ada pejabat yang resmi melayani permintaan tersebut.

“Di sinilah peran KIA menjadi krusial, ketika permohonan informasi dana desa, termasuk LPJ anggaran desa tidak diberikan oleh Pak Keuchik, masyarakat bisa menyengketakannya ke kami,” katanya.

Nasir melanjutkan, “Kami akan memanggil kedua belah pihak dan menyidangkannya. Jika terbukti informasi itu bersifat terbuka, maka keuchik wajib memberikannya. Putusan KIA bersifat mengikat,” imbuhnya.

Artikel SebelumnyaDPR Setujui Abolisi untuk Tom Lembong & Amnesti untuk Hasto Kristiyanto
Artikel SelanjutnyaLansia Malaysia Menolak Bantuan, Merasa Cukup Telah Dibantu Negara

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here