Komparatif.ID, Bireuen- Kajari Bireuen H. Manuwal Hadi menjelaskan mengapa 16 desa di Peusangan belum menggelar pilchiksung. Selain karena ketiadaan anggaran, juga ada upaya memunculkan calon tunggal di desa tertentu di Peusangan.
Dalam keterangannya kepada media, Jumat (16/5/2025) Kajari Bireuen H. Munawal Hadi menjelaskan, dari 37 gampong di Peusangan yang masa jabatan keuchik telah habis, 16 desa belum memiliki bakal calon.
Baca: Keuchik Subarni [Bukan] Tersangka Satu-satunya
Dari hasil pengumpulan informasi yang dilakukan pihaknya, terungkap bila panitia pilchiksung belum bisa bergerak lebih jauh karena proses pencairan dana desa sedang berjalan. Anggaran untuk penyelenggaraan pilchiksung dibebankan kepada APBG.
Penyebab kedua, kata Kajari Bireuen, masih berlangsungnya proses gugatan di Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah keuchik yang menghendaki masa jabatan keuchik mencapai delapan tahun. Di dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang kemudian diatur dalam qanun, masa jabatan keuchik di Aceh enam tahun.
Penyebab ketiga, diduga ada setoran kepada pihak kecamatan sebagai syarat tidak resmi Rp3,5 juta dalam masa penjaringan dan seleksi calon.
Penyebab keempat, terjadinya politik tidak sehat di tingkat desa. Hasil temuan pihak Kejaksaan Negeri Bireuen, sekelompok orang tertentu berupaya mewujudkan calon tunggal, atau menyiapkan calon boneka supaya memenusi syarat minimal dua calon. Kondisi tersebut membuat sejumlah peminat tidak lagi tertarik ikut serta, karena sejak awal sudah tidak kompetitif.
“Banyak penyebab mengapa di 16 desa belum dilakukan proses penjaringan. Mulai dari belum cairnya dana desa, dugaan setoran ilegal, proses gugatan di MK, dan upaya mewujudkan calon tunggal yang didorong oleh kekuatan politik di tingkat atas,” terang Kajari Bireuen.
Sebagai bagian dari Forkopimda Bireuen, Kajari Bireuen memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, Pemerintah Kabupaten Bireuen bekerja lebih giat, supaya pencairan dana desa lebih cepat dilakukan. Penyelenggaraan pilchiksung sangat tergantung dari ketersediaan APBG. Jangan lupa juga, setiap penggunaannya harus diaudit.
Kedua, Pemerintah Bireuen melalui Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) harus turun langsung memantau kinerja panitia penyelenggara di tingkat desa dan kecamatan.
Ketiga, perlu dilakukan sosialisasi tentang tahapan pemilihan keuching secara langsung. Termasuk juga sosialisasi anggarannya, supaya meningkatkan minat masyarakat ikut serta.
Keempat, Pemerintah Bireuen harus membentuk upaya antisipasi hasil gugatan di Mahkamah Konstitusi. Bila berubah menjadi delapan tahun, harus ada antisipasi.
Kelima, melibatkan pemantau independen dari unsur LSM, dan akademisi, supaya pelaksanaan kepala desa di Bireuen dapat berlangsung luber jurdil.
“Situasipilkades di Kecamatan Peusangan membutuhkan intervensi strategis dan cepat dari pemerintah daerah. Dengan mengatasi hambatan anggaran, memperkuat pengawasan, dan memastikan partisipasi masyarakat, proses demokratisasi di tingkat desa dapat berjalan baik dan berintegritas,” kata Kajari Bireuen.
Munawal Hadi mengatakan, pihaknya harus terbuka menyampaikan fakta ini, karena disinyalir ada upaya pembusukan terhadap Kejari. Seolah-olah Kejari menjadi momok sangat menakutkan bagi para calon keuchik di Peusangan, setelah dilakukan penangkapan terhadap Camat Peusangan Teguh Tefan dan Ketua BKAD Peusangan Subarni, yang disangkakan terlibat kasus pembegalan dana desa dengan dalih studi banding ke luar Pulau Sumatra.
“Seakan-akan Kejari Bireuen melakukan sesuatu yang buruk dengan menyidik dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus bimtek yang dimotori oleh kedua tersangka. Ada upaya ke arah itu. Makanya kami pun melakukan penelusuran, dan akhirnya terjawab apa penyebab yang sebenarnya,” sebut Munawal Hadi.