
Komparatif.ID, Jakarta— Direktur Utama PT Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia atas kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang menyeret sejumlah pejabat sejumlah anak perusahaan Patra Niaga.
Permintaan maaf disampaikan Simon Aloysius Mantiri dalam konferensi pers di Jakarta yang disiarkan melalui kanal YouTube resmi Pertamina pada Senin (3/3/2025).
“Saya, Simon Aloysius Mantiri, sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero), menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir ini,” kata Dirut Pertamina Simon.
Dalam kesempatan tersebut, Simon menegaskan Pertamina telah berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat selama 67 tahun berdiri. Namun, ia tidak menampik bahwa berbagai kesalahan yang terjadi telah melukai kepercayaan publik.
Simon juga mengatakan tidak semua pegawai Pertamina terlibat dalam kasus ini. Menurutnya, masih banyak pegawai yang berjiwa patriot dan memiliki integritas tinggi dalam menjalankan tugasnya.
Baca juga: Pertamina: Penggunaan Barcode BBM Tetap Berlaku di Aceh
Untuk itu, Simon menyebut Pertamina telah membentuk Tim Crisis Center yang bertugas mengevaluasi seluruh proses bisnis, terutama di sektor operasional, guna mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
“Kami bersama insan-insan di Pertamina akan terus berkomitmen untuk membenahi diri kami. Kami telah membentuk Tim Crisis Center untuk mengevaluasi keseluruhan proses bisnis, terutama dari aspek operasional,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menangkap sembilan orang terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina pada periode 2018-2023. Enam diantaranya merupakan pejabat Pertamina Patra Niaga.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan para pejabat yang terlibat diduga melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) untuk menurunkan kesiapan produksi kilang. Akibatnya, produksi minyak dalam negeri tidak terserap sepenuhnya, sehingga pemenuhan BBM bergantung pada impor.
Selain itu, Kejaksaan Agung juga menduga adanya pemufakatan jahat dalam proses pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang. Dalam modus tersebut, proses pengadaan seolah-olah dilakukan sesuai ketentuan,
padahal ada pengaturan pemenangan broker tertentu. Salah satu tersangka dalam kasus ini adalah Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, yang diduga menyelewengkan pembelian spesifikasi minyak.
Riva disebut membeli Ron 90 (Pertalite) tetapi mencatatnya sebagai Ron 92 (Pertamax), lalu melakukan blending di storage atau depo untuk menaikkan oktan menjadi Ron 92. Kejaksaan menegaskan bahwa praktik ini tidak diperbolehkan dan melanggar aturan.