Komparatif.ID, Kuala Lumpur— Saat berbicara tentang efisiensi anggaran, setiap negara punya cara tersendiri dalam menjalankannya. Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memilih memangkas anggaran kementerian dan lembaga demi mendukung program Makan Bergizi Gratis dan Danantara.
Sementara itu, Malaysia di era Perdana Menteri Mahathir Mohamad memiliki pendekatan berbeda: bukan anggaran untuk rakyat yang dikorbankan, melainkan gaji para pejabatnya.
Mahathir Mohamad, yang menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia dari 1981 hingga 2003, menghadapi tantangan besar di awal kepemimpinannya. Krisis ekonomi 1980 mengguncang negeri jiran, memaksanya untuk mencari solusi agar pembangunan tetap berjalan tanpa membebani masyarakat.
Langkah yang diambilnya tegas: memotong gaji dirinya sendiri, disusul wakil perdana menteri dan para menteri lainnya.
Keputusan ini tak hanya sebatas pemotongan gaji, tetapi juga memangkas berbagai fasilitas khusus dan tunjangan pejabat. Straits Times pada 30 April 1982 melaporkan bahwa Mahathir memastikan pemangkasan tunjangan dan fasilitas pejabat tinggi negara, termasuk sekretaris parlemen.
Jurnalis Barry Wain dalam bukunya Malaysian Maverick (2009) menyebutkan langkah Mahathir bertujuan agar rakyat tidak merasakan dampak buruk dari efisiensi anggaran.
Tak hanya di awal kepemimpinannya, strategi ini kembali diterapkan ketika krisis ekonomi 1997/1998 melanda. Kali ini, Mahathir memangkas 10 persen gaji bulanannya dan anggota kabinetnya.
Baca juga: Tito Pastikan Dana Otsus Aceh 2025 Tetap Dipangkas
Harian South China Morning Post pada 13 Desember 1997 mencatat selain memotong gaji pejabat, Mahathir juga berupaya agar perusahaan swasta di Malaysia turut memangkas gaji para eksekutifnya. Namun, rencana ini tak berjalan mulus, dan hanya pemotongan gaji pejabat yang berhasil dilakukan.
Selain itu, Anwar Ibrahim, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dan Menteri Keuangan, mengambil langkah lebih lanjut dengan memangkas belanja anggaran hingga 20 persen, melarang perjalanan dinas ke luar negeri, serta memotong gaji anggota parlemen dan birokrat senior hingga 5 persen.
Langkah berani Mahathir ini berbuah hasil. Berbeda dengan Indonesia dan Thailand yang menerima bantuan dari IMF, Malaysia memilih jalannya sendiri untuk keluar dari krisis.
Efisiensi anggaran melalui pemotongan gaji pejabat menjadi salah satu faktor yang membantu Malaysia pulih lebih cepat.
Mahathir Mohamad menyelesaikan masa jabatannya pada 2003 setelah 22 tahun memimpin, tetapi kembali ke kursi Perdana Menteri pada 2018 sebelum akhirnya mengundurkan diri pada 2020.